Sunday, October 5, 2025
Home Blog Page 2209

CIGNA: Hapus Agen dan Andalkan Call Center

1
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

SITI HASNAH T PAMILIH (CALL CENTRE HEAD, RETAIL BANKING)webAsuransi CIGNA sudah menghentikan pemakaian agen untuk menjaring pelanggan. Call center menggantikan peran dan menjadi ujung tombak sistem komunikasi pemasaran terpadu CIGNA.

Sebagai perusahaan penyedia layanan asuransi jiwa dan kesehatan, PT Asuransi CIGNA menyadari pentingnya membangun relasi dengan para pelanggannya. Sebab itu, call center CIGNA sangat berperan dalam upaya ini. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1990 sebagai bagian dari CIGNA Corporation mengubah pola komunikasinya dari pola bertemu langsung dengan pelanggan (face to face) menjadi sistem komunikasi kabel. CIGNA pun sudah tidak lagi menggunakan agen asuransi pada tahun 2002 sebagai penerapan strategi bisnisnya yang baru. CIGNA mengandalkan call center.

“Awalnya, asuransi CIGNA seperti asuransi lainnya sebagai agency. Kemudian, kami pindah bisnis model di tahun 2002. Kami fokus pada aktivitas. Ini merombak strategi bisnis—dari tadinya tatap muka, sekarang tidak lagi. Dari sini, penting sekali artinya call center,” Mylene Valenzuela, Customer Service Head PT Asuransi CIGNA.

Perempuan asal Filipina ini menegaskan call center bersifat multifungsi. Ada dua fungsi utama dari call center tersebut, yakni telemarketing dan contact center. Telemarketing lebih dikhususkan untuk memprospek calon pelanggan baru. Sementara, contact center mengelola komunikasi dengan pelanggan yang sudah ada. Tapi, menurut Mylene, tak tertutup kemungkinan terjadi cross selling. “Bisnis asuransi ini sangat mengandalkan unit ini. Tujuan utamanya tak lain adalah untuk memuaskan para pelanggan,” katanya.

Mylene mengatakan ada tiga faktor yang mendukung kesuksesan kinerja call center CIGNA, yakni sistem, orang, dan teknologi. Sementara itu, call center sendiri ia bagi menjadi tiga bagian, yakni contact center, customer care, dan customer service administration. Contact center menangani urusan informatif dari panggilan pelanggan yang masuk. Customer care lebih menangani urusan komplain, program retensi, urusan polis, klaim, dan sebagainya. Sedangkan bagian administrasi mengurusi perubahan data-data pelanggan, termasuk urusan cetak dan pengiriman polis ke pelanggan.

“Call center bertujuan mendekatkan perusahaan dan pelanggan melalui komunikasi intensif dengan mereka. Termasuk mitra bisnis dan para stakeholder. Sebab itu, kami peduli dengan tim yang andal,” imbuh Mylene.

Asal tahu saja, CIGNA sekarang ini sedang fokus menggarap program afinity marketing dengan menjual produk asuransi yang inovatif dan hemat biaya. Selama ini, CIGNA bermitra dengan beberapa perusahaan perbankan, jasa keuangan, dan sebagainya. Total pemegang polis asuransi CIGNA sudah mencapai 1,5 juta orang dengan RBC (risk based capital) sebesar 269 persen—jauh melebihi ketentuan pemerintah sebesar 120 persen. Mitra bisnis terbesar CIGNA adalah perusahaan perbankan. Yang disebut dengan pelanggan di sini, tak lain adalah perusahaan tersebut sampai pelanggan dari perusahaan mitra bisnis itu.

Mengelola pelanggan sejumlah jutaan tersebut, kata Mylene, tidaklah gampang. Tiga faktor dalam call center kudu dioptimalkan perannya. Satu faktor yang sangat fundamental bagi CIGNA adalah sumber daya manusia.

Mylene cukup selektif dalam memilih para agen call center-nya. Mereka dipilih dengan syarat utama benar-bernar punya jiwa servis dan keterampilan memadahi. Mengingat tugas mereka yang langsung berhadapan dengan pelanggan. Baginya, pembangunan tim menjadi kepeduliannya sebagai pemimpin di unit ini. “Selain training, kami melakukan kegiatan-kegiatan untuk pembangunan tim. Kami pun memberi kesempatan lebar bagi mereka untuk berkembang. Sistem reward kami terapkan mengingat prestasi mereka layak dihargai,” katanya.

Sekarang ini, ada 150 orang yang bekerja di call center yang punya hotline 021- 5299-6080 dan 0804-1-808080 itu. Meski tenaga diambil secara outsource, pihak CIGNA tetap wajib membekali mereka dengan berbagai pelatihan, terkait dengan visi misi perusahaan, pengetahuan produk, dan program-program anyar yang digelar CIGNA.

Perhatian CIGNA pada orang call center terbukti dengan menyediakan jenjang karier yang terbuka bagi mereka. Di sana, ada tahapan jabatan— seperti petugas yunior, petugas senior, senior office, koordinator tim, supervisor. Bahkan, bagi mereka yang berprestasi bisa mendapat promosi untuk mengelola departemen lain—termasuk mendapat kesempatan menjadi asisten manajer, manajer, maupun manajer eksekutif, dan seterusnya.

Awak call center CIGNA bekerja pada waktu jam kerja. Tidak ada sistem shift. Hal ini dikarenakan, selama ini, tidak terlalu banyak dari para nasabah yang mengurus di atas jam kerja. Meski demikian, pihak CIGNA tetap memonitor pelanggan dengan menyediakan kanal lain, berupa voice mailbox, situs web, dan sebagainya. Rata-rata panggilan masuk per harinya sekitar 2.000 panggilan dengan tingkat panggilan tak terjawab di bawah 5 persen.

Mengingat tugas call center tidak ringan dan berpotensi menimbulkan tensi bagi pekerjanya, CIGNA menggelar aktivitas hiburan dan relaksasi. Mereka, kata Mylene, juga manusia yang membutuhkan servis yang baik sebelum menyervis pelanggan. Biasanya hal ini terkait dengan komplain pelanggan. Soal komplain, CIGNA membekali awak call center dengan manajemen komplain berdasar standar operasional yang ditentukan. Standar ini dirujuk agar penanganan komplain tak bertele-tele. “Paling cepat sekitar satu jam sudah bisa diselesaikan. Kalau membutuhkan proses investigasi lantaran kasusnya cukup rumit, kami membutuhkan waktu tiga hari,” kata Mylene.

Soal teknologi, call center CIGNA menggunakan teknologi yang berlaku secara regional. Semua informasi terekam dan terhubung dengan bagian yang dimaksud, seperti bagian keuangan dan sebagainya. CIGNA  mengusung teknologi anyar berupa PDS—preview dialing system. “Dengan sistem ini, seorang telemarketer tidak perlu lagi bekerja secara manual. Data langsung diproses. Nilai investasinya cukup besar meski tak bisa menyebutkan kisarannya,” imbuh Ignatius Hartanto, Operations and Technology Director.

Ke depannya, CIGNA bertekad secara kontinu mengoptimalkan peran call center sebagai bagian utama dalam sistem komunikasi pemasaran terpadu. “Kami sadar call center  tidak hanya menjadi dasar landasan servis. Tapi, unit layanan ini berkembang ke arah sales dan marketing mengingat respons pelanggan sangat positif. Terbukti, beberapa program yang ada di luar customer service sangat diapresiasi oleh mereka,” cetus Mylene.

Call center CIGNA berkantor di dua lokasi, Jakarta dan Serpong. Kantor Serpong diseting untuk mendukung BCP—business continuity plan. “Kami sangat sadar pentingnya database pelanggan termasuk dalam menjaga rahasia dari 33 mitra bisnis tersebut. Sistem dan infrastruktur sudah siap. Dua tempat ini memungkinkan call center tetap berfungsi bila salah satu kantor mengalami gangguan,” imbuhnya lagi.

Pada tahun 2010, CIGNA berniat memperbarui teknologi dan menambah sumber daya manusia seiring target menambah pemasukan yang sudah dicanangkan di awal tahun. (Sigit Kurniawan/Majalah MARKETING)

Call Center Blue Bird: Call Center Bagian dari Ikon Perusahaan

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Contract Centre Blue Bird
Contract Centre Blue Bird

Untuk perusahaan taksi, tidak ada yang sanggup menggoyang dominasi Blue Bird dalam hal call center. Mereka memang selalu membangun teknologi dan strategi yang tidak mudah diikuti  oleh para pesaingnya.

Call center Blue Bird Group sudah ada berbarengan dengan beroperasinya perusahaan ini—tahun 1972. Oleh karena itulah bagi perusahaan taksi Blue Bird Group, call center merupakan salah satu front liner business unit mereka. Dalam unit call center sendiri, banyak aspek yang terlibat, meliputi sumber daya manusia, sistem, dan juga teknologi.

Di Blue Bird Group, call center termasuk dalam empat ikon layanan yang diterapkan perusahaan, yaitu “ANDAL”; aman, nyaman, mudah, dan personalize. Call center ini masuk dalam salah satu ikon pelayanan mudah; mudah didapat, mudah dihubungi, dan mudah dalam hal pembayaran. Tugas call center cukup banyak. Pertama, unit layanan ini berfungsi sebagai pusat informasi tentang semua produk perusahaan taksi Blue Bird Group. Lalu, unit ini juga berfungsi sebagai penerima order. Order di sini terbagi menjadi order taksi meter untuk Blue Bird dan Silver Bird, kemudian untuk penyewaan mobil Golden Bird, serta untuk pemesanan bus Big Bird. Selain itu, call center juga menerima keluhan pelanggan—berfungsi sebagai customer care—dan juga menerima pemesanan melalui SMS atau notifikasi order melalui SMS.

“Jadi, customer itu kita daftarkan nomornya dan kemudian data taksinya akan terkirim. Hal itu dilakukan secara otomatis oleh sistem. Customer tidak bayar untuk itu. Jadi, begitu taksi terkirim langsung ternotifikasi, karena customer biasanya mengecek lagi nomor taksinya,” imbuh Sigit P. Djokosoetono, Direktur Blue Bird Group.

Dikatakan Sigit, call center memang cukup penting dan menjadi ujung tombak perusahaan dalam memberi dukungan terhadap pelayanan secara keseluruhan. Call center menjadi garda depan buat hubungan dengan pelanggan. “Secara keseluruhan, Blue Bird Group tidak bisa berjalan tanpa adanya call center. Karena itu, call center sudah merupakan satu layanan terpadu yang terkait dengan sistem dan teknologi,” kata Sigit.

Di Blue Bird ada penggunaan teknologi GPS (global positioning system) yang  berfungsi untuk memetakan posisi tamu dan posisi taksi. Namun, bukan hanya GPS yang digunakan Blue Bird Group dalam sistem pendistribusian order. Ada lagi sistem yang dinamakan MDT (mobile data terminal) yang  tugasnya adalah mencarikan taksi yang memang posisinya terdekat dari lokasi pelanggan. “Nah, teknologi ini yang tidak dimiliki perusahaan taksi lain,” kata Sigit lebih lanjut.

Secara detail Sigit menjelaskan, karena call center di Blue Bird Group menggunakan sistem GPS, maka mereka akan mengetahui di mana posisi mobil terdekat, atau ke mana mobil itu pergi. Call center juga akan tahu apakah posisinya sedang bersama pelanggan, atau apakah posisinya sedang sendiri; sedang diam, atau sedang berjalan. Bahkan, bila pengemudi mengalami kesulitan, pengemudi bisa menghubungi call center, baik secara manual via radio, atau dengan tombol rahasia yang memang hanya pengemudi sendiri yang tahu. “Jadi, mereka sudah di-training, kalau mengalami kesulitan, misalnya perampokan, mereka tinggal menekan tombol itu. Kita akan tahu di monitor, dengan munculnya kode ‘merah’. Si operator call center wajib membuka hidden-mic, sehingga kita bisa mendengar semua percakapan dalam kabin. Langkah selanjutnya, kita akan coba broadcast ke semua armada terdekat untuk membantu pengemudi yang kesulitan itu,” Sigit memaparkan.

Ke depannya, sambung Sigit, dari sisi pengembangan call center di Blue Bird Group secara umum, masih ada beberapa indikator yang dapat ditingkatkan, baik dari sisi level servisnya maupun dari kualitas SDM, serta dari sisi pembagian personelnya. “Jadi secara umum, penambahan sistem GPS dalam delivery call center Blue Bird Group akan kita lakukan. Intinya, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada pelanggan. Karena kita tahu, call center di sini berhubungan dengan cara mengirim kendaraan ke tamu dengan cepat dan nyaman,” kata Sigit.

Dalam hal investasi, menurut Sigit, biasanya setiap lima tahun sekali kita melakukan pergantian komputer atau up-grading komputer. “Tapi, selebihnya lebih banyak investasi ke operating call,” ujarnya lagi.

Dalam konteks teknologi, diakui Sigit, Blue Bird Group juga memperhatikan inovasi-inovasi teknologi terbaru. Namun, menurutnya, inovasi itu haruslah memberi kenyamanan kepada pelanggan. Diceritakannya, pada saat awal masuknya teknologi Colour ID, Blue Bird Group termasuk perusahaan taksi pertama yang menggunakannya, termasuk juga penggunaan sistem IVR (interactive voice response). “Kita tidak selalu berada di teknologi yang paling depan. Namun, kita berada di teknologi yang paling memberikan kenyamanan buat pelanggan,” kata Sigit tegas.

Adapun masalah yang paling sering muncul yang dialami konsumen adalah taksi belum terkirim atau terlambat terkirim karena kurangnya ketersediaan kendaraan. Namun demikian, Sigit memastikan 90 persen taksi terkirim dalam waktu kurang dari tiga menit. “Itu service level yang kami berikan di sini. Itu merupakan angka statistik yang kita deliver sekarang. Memang tidak 100 persen terkirim dalam waktu cepat ke lokasi pemesanan, karena jarak yang cukup jauh ke lokasi atau kondisi jalan yang macet. Namun, kita selalu berusaha membuat customer nyaman,” kata Sigit lagi.

Dalam hal komplain, Sigit mengutarakan bahwa di Blue Bird Group ada CRC (customer response center) yang bertugas untuk menerima keluhan dari pelanggan, yang kemudian dilakukan follow-up balik terhadap mereka. CRC ini juga berfungsi ke dalam, dengan memproses intern persoalan ini. Misalnya, taksi terlambat karena pengemudinya tidak tahu jalan.

Menyangkut SDM, di call center terdapat total 120 orang yang menangani area Jabodetabek. Mereka terbagi dalam tiga shift dan melayani sekitar 22 ribu panggilan per hari. “Masih kecil dibanding kelas seluler. Tapi, kalau bicara industri transportasi, itu angka yang cukup tinggi,” kata Sigit. Ditambahkannya pula bahwa setiap karyawan baru di call center minimal adalah lulusan D3. Mereka akan dites suara dan bahasa Inggris, serta psikotes terhadap emosi.

Untuk meminimalisasi tingkat turn over, pemberian bonus acapkali dilakukan bagi setiap karyawan call center yang memiliki performa baik. Selain itu, ada juga jenjang karier bagi mereka yang berprestasi bagus, misalnya menjadi supervisor atau menjadi karyawan tetap. Bahkan di perusahaan Blue Bird Group ini, untuk perubahan suasana kerja, bisa saja orang-orang call center dipindah ke bagian lain, semisal bagian manajemen, atau keuangan, sesuai latar belakang keterampilan atau pendidikan mereka. “Makanya, kita selalu melakukan monitoring. Istilahnya di sini ada buku raport karyawan,” papar Sigit lagi.

Adapun yang menjadi tantangan ke depan bagi call center Blue Bird Group adalah sisi delivery-nya. Maklum saja, di Jakarta, faktor kemacetan dirasa cukup menyulitkan. “Tantangan terberatnya adalah bisa mengirimkan taksi sesuai dengan waktu yang paling cepat yang diharapkan oleh konsumen,” ucap Sigit dengan tegas. (Harry Tanoso/Majalah MARKETING)


Halo BCA: Membuat Tim Call Center yang Tangguh

3
[Reading Time Estimation: 4 minutes]
DSC_0120web
Emmanuelle Nathalya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA

Halo BCA tidak hanya ngotot dalam hal teknologi. Dalam soal pengembangan SDM pun mereka tidak main-main. Membuat cheerleaders sampai menghantar tim ke Las Vegas?

Sekarang ini, call center menjadi unit vital bagi perusahaan. Kanal ini tidak lagi dianggap sebagai unit sampingan. Mengingat perannya yang cukup besar sebagai jembatan komunikasi antara korporat dan pelanggan. Call center pun berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan pasar dan teknologi. Salah satu call center yang tampaknya terus bersolek adalah Halo BCA—call center milik BCA.

Perkembangan Halo BCA—baik dari sisi teknologi maupun servisnya—merupakan terjemahan konkret visi BCA yang menempatkan Halo BCA sebagai corong suara para nasabah (voice of customer). Halo BCA tidak hanya menjadi sumber informasi bagi para nasabah. Tapi, memungkinkan manajemen BCA mengetahui apa saja kebutuhan mereka.

Halo BCA menjadi bagian dari sistem CRM (customer relationship management) yang sedang dikembangkan BCA. CRM memungkinkan BCA mampu mengenal siapa nasabahnya secara keseluruhan. Dengan begitu, BCA bisa memberikan layanan yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan nasabah. “Kami terus berinovasi di CRM secara kontinu. Tahun ini, kami mengembangkan teknologi chatting mengingat animo masyarakat mengakses internet sangat besar,” kata Emmanuelle Nathalya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA.

Kesuksesan Halo BCA, menurut Wani, didukung oleh beberapa faktor. Salah satunya, para awak call center atau customer cervice officer (CSO) yang memilik jiwa melayani. Termasuk dukungan sistem prosedur dan teknologi yang membuat call center mudah diakses dan penyelesaian keluhan berjalan cepat dan akurat. “Dukungan dari manajemen juga sangat menentukan,” cetus Wani.

Sebagai garda depan salah satu bank terbesar di Indonesia tersebut, manajemen tak tanggung-tanggung menaruh investasi di sana. Sekitar 30 persen dari total bujet Halo BCA digelontorkan untuk pembaruan teknologi. Halo BCA menyediakan servis SMS untuk aktivasi kartu. Sistem jawab mesin (IVR—interactive voice response), misalnya, diperbarui agar tak berbelit-belit. Mesin hanya untuk pengantar. Selebihnya ditangani CSO langsung. “Sejak tahun 2009, kami meniadakan IVR. Mengingat karakter orang Indonesia yang tidak suka bicara dengan mesin. Konsekuensinya, kami harus menambah tenaga CSO,” katanya.

Halo BCA sekarang lebih proaktif menelepon pelanggannya. “Sekarang kami ingin menerjemahkan moto korporat ‘enhance relationship and quality growth’. Halo BCA dijadikan media silaturahmi dengan nasabah,” katanya.

Selain teknologi, manajemen BCA sangat memperhatikan faktor orang dan kenyamanan bekerja bagi awak Halo BCA. Halo BCA mempunyai dua tempat operasional—di Wisma Asia 2, Slipi, Jakarta Barat dan Teras Kota, Serpong, Tangerang. Keduanya mengusung kenyamanan kerja.

Selain itu, para CSO dimanjakan oleh ruang makan dan istirahat dengan lanskap hijau di balik dinding kaca. Mereka pun difasilitasi ruang pemulihan yang sarat sarana hiburan, dari televisi, alat musik, sampai ruang dancing. Halo BCA juga mempunyai kegiatan ekstra, seperti paduan suara Voice of Halo, pemandu sorak, grup band, dan olah raga seperti futsal, boling, senam, maupun basket. Mereka tergabung pula dalam grup situs jejaring sosial Facebook dengan bendera Sahabat Halo. Grup ini terbatas untuk mereka yang pernah dan sedang menjadi CSO Halo BCA.

Semua itu disediakan BCA mengingat pentingnya kinerja para “manusia call center” tersebut. Pekerjaan mereka termasuk profesi yang mempunyai tingkat stres cukup tinggi. Total  personel Halo BCA ada sekitar 500 orang—terdiri dari CSO, quality assurance, customer care, dan system support. Mereka bekerja dalam delapan shift. Sembari menepis pandangan keliru, tandas Wani Sabu, mereka bukanlah orang-orang buangan. Sebaliknya, mereka merupakan orang-orang pilihan.

Proses rekrutmennya pun cukup ketat. Batas umur maksimal 30 tahun, tidak menikah selama menjadi CSO, pendidikan rata-rata S1 (minimal D3), IPK minimal 3, tidak berdialek, berbahasa Inggris aktif, dan melek teknologi. “Lebih penting dari itu semua, mereka harus mempunyai jiwa melayani. Halo BCA juga menggelar pelatihan membangun kultur melayani ini. Tak ketinggalan pelatihan tentang pengetahuan produk maupun aplikasi komputer. Total lama pelatihan lima minggu. Mereka harus lulus ujian dengan nilai minimal 70,” katanya.

Halo BCA memiliki satu hotline dengan nomor 500888 yang bisa diakses dari seluruh wilayah nusantara dengan biaya lokal. Selain itu, Halo BCA menyediakan media komunikasi melalui surat elektronik, meski animonya tak sebesar telepon. Topik percakapan di balik enam digit tersebut, antara lain seputar layanan informasi yang dibutuhkan nasabah sebesar 50 persen. Ada juga layanan permintaan nasabah untuk kartu kredit, kenaikan limit, perubahan data, maupun penutupan kartu kredit sebesar 40 persen. Sisanya, 10 persen, terkait dengan penanganan komplain—baik problem perbankan maupun kartu kredit. Biasanya, rata-rata lama pembicaraan dengan penelepon sekitar empat menit per panggilan.

Saat ini, jumlah panggilan per harinya sekitar 40 ribu. Rata-rata abandon call-nya sebesar lima persen. Halo BCA beroperasi selama 24 jam sehari nonstop dalam tujuh hari seminggu. Komplain nasabah yang masuk ke Halo BCA akan tercatat dalam sistem. Lalu nasabah akan diberi nomer keluhan. Keluhan akan dicatat oleh CSO seturut kategori dan sesegera mungkin diselesaikan oleh tim back office yang didukung teknologi online. Seluruh proses penyelesaian tersistematisasi dan sudah paperless.

“Kami siap sedia kapan pun bagi pelanggan. Dua tempat Halo BCA dibangun salah satunya agar kami tetap mampu melayani nasabah bila satu di antaranya mengalami gangguan. Pengalaman konkretnya ketika Jakarta banjir atau gempa dan menganggu kinerja Halo BCA, kami masih bisa melayani dari tempat lain,” kata Wani Sabu.

Debut Halo BCA pun kian bersinar—baik di ajang kompetisi domestik maupun internasional. Pada tahun 2009, Halo BCA meraih 45 penghargaan dari Indonesia sampai Las Vegas. Pada tahun ini, Halo BCA kembali mewakili Indonesia dalam Contact Center World Award. Babak Asia Pasifik akan digelar di Australia pada Juni mendatang. Babak final diadakan pada November 2010 di Las vegas. “Yang terpenting bagi kami bukanlah piala-piala tersebut, tetapi kepuasan nasabah kami,” katanya.

Ke depannya, Halo BCA mengembangkan efektivitas dan efisiensi call center yang mendukung semakin eratnya relasi BCA dengan nasabahnya. Termasuk memusatkan seluruh urusan cabang ke call center. “Halo BCA tak lagi pasif menerima telepon dari nasabah. Kami akan aktif menelepon mereka untuk membangun dan mempererat relasi,” tandas Wani Sabu. (Sigit Kurniawan/Majalah MARKETING)

AstraWorld: Memberi Dukungan pada IMC

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

DSC_0030webAstraWorld didesain untuk menjadi call center bagi merek-merek kendaraan roda empat di bawah naungan Astra. Bisa dibayangkan betapa rumitnya pengelolaan call center di AstraWorld!

AstraWorld memandang contact center sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari semua lini perusahaan. Terlebih, AstraWorld adalah perusahaan jasa purnajual bagi semua merek yang bernaung di bawah Astra International. Lebih spesifik lagi, bagi merek-merek kendaraan roda empat yang dibeli dari jaringan Astra. Antara lain, Toyota, Daihatsu Izusu, BMW, dan Peugeot.

Sehingga, sejak berdiri pada 2 Februari 2002, call center AstraWorld terus mengalami peningkatan dan perbaikan. Mulai dari penambahan media interaksi, sumber daya, hingga teknologi yang digunakan.

“Investasi terbesar tentu saja ada di awal pendirian. Namun begitu, bukan berarti setelah itu kami tidak melakukan investasi. Setiap tahun, kami selalu melakukan penyempurnaan tool. Di samping itu, investasi besar juga ada di people, sebab tiap tahun selalu dilakukan upgrading supaya tersedia tenaga contact center yang memenuhi standar perusahaan,” kata Djoko Prabowo, Head of Customer Relationship Management AstraWorld.

Setiap tahun, dalam peningkatan kualitas contact center AstraWorld,  labour cost menyita 75 persen dari total dana yang dianggarkan. Memang, SDM merupakan salah satu instrumen penting dalam contact center. Dari tahun 2008 ke 2010, jumlah agen AstraWorld meningkat 100 persen. Tahun 2008 jumlahnya ada 40 orang, sekarang ini sudah mencapai 80 orang. Termasuk di antaranya tenaga emergency roadside assistance (ERA).

ERA merupakan layanan teknis mekanis melalui telepon yang diberikan AstraWorld bagi pelanggan yang mengalami masalah mesin. Melalui telepon, pelanggan akan diberi panduan semaksimal mungkin. Namun, bila tidak bisa terselesaikan akan dikirim tim teknis lapangan.

AstraWorld sedikit demi sedikit juga sudah mulai mengarah menjadi profit center. Selain menerima panggilan atau inbound, mereka juga melakukan outbound atau telepon keluar. Arahnya sudah menuju sales, survei, dan memberikan ucapan selamat pada pelanggan AstraWorld. “Namun, kami tidak melakukan penjualan, hanya mendukung aktivitas sales tersebut. Misalnya, ada pelanggan yang bertanya mengenai produk tertentu, kami akan arahkan untuk bertemu dengan sales officer,” jelas Djoko. Poinnya untuk memberi nilai tambah. Baik bagi pelanggan juga untuk Astra International.

Di samping itu, contact center AstraWorld juga sudah mendukung integrated marketing communication dalam batas tertentu. Setidaknya, melalui layanan ini bisa diberikan informasi mengenai sales campaign. “Tapi, dalam hal planning IMC belum sampai melibatkan AstraWorld. Namun, kami biasa diminta memberikan masukan mengenai consumer need, karena kami sering melakukan survei,” tambah Djoko.

Untuk pengembangan teknologi, sejak tahun 2006, AstraWorld mengunakan MY SAP CRM. Rencananya, dalam waktu dekat ini AstraWorld akan melakukan digitalisasi teknologi PABX. Kemudian, dilakukan integrasi antara MY SAP CRM dengan PABX. “Kami berusaha mengaktifkan sistem-sistem yang bisa dilakukan oleh teknologi tersebut tanpa campur tangan agen,” tambah Novie Marlika, E-Channel Management Head.

Perubahan juga terjadi pada nomor yang digunakan. Sejak Maret 2008, AstraWorld menggunakan nomor 500898 untuk fixed line dan 89898 via ponsel. Setiap hari rata-rata jumlah call di AstraWorld sekitar 1.500. Rata-rata pembicaraan sekitar tiga menit. Dengan jumlah abandon call sekitar 3 persen, di saat liburan biasanya terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Di luar itu, ada incoming short message service (SMS) hingga 300 SMS.

Selain itu, AstraWorld juga sudah menggunakan jejaring sosial dalam berinteraksi dengan pelanggan. Sejak tahun 2009 lalu, mereka sudah memiliki account di Facebook. Jumlah anggotanya sekarang ini sudah mencapai 7.500 orang. Kemudian, ada juga e-mail untuk media interaksi.

Di atas disebut agen contact center AstraWorld berjumlah 80 orang. Dari jumlah tersebut, mereka dibagi untuk menangani inbound—sejumlah 30 orang— dan melakukan outbound—50 orang. “Jumlah agen di outbound memang kami porsikan lebih banyak untuk semakin memberi nilai tambah,” jelas Novie. Para agen ini dibagi dalam tiga shift per harinya dan semua layanan contact center beroperasi 24 jam.

AstraWorld membagi tiga spesifikasi dalam menentukan agennya. Untuk inbound yang menangani keluhan, info, dan request minimal lulusan D3 dari berbagai jurusan. Persyaratan lebih khusus ditujukan untuk agen service advisor ERA, yaitu harus memiliki technical knowledge yang mumpuni. Karena ketika ada orang minta petunjuk, agen harus bisa menuntun dengan benar. Untuk agen jenis ini, AstraWorld tidak pernah merekrut dari luar lingkungan Astra.

Kebanyakan dari mereka dulunya adalah orang teknik di lapangan. Tingkat pendidikannya setara dengan SMU kejuruan, namun sudah mendapat pendidikan mekanik oleh Astra dan minimal menjadi mekanik tingkat I. Ditambah lagi, setelah minimal menjadi mekanik lapangan selama kurang lebih lima tahun, mereka baru berkesempatan menjadi agen di contact center.

Agen yang digunakan di contact center AstraWorld kebanyakan tenaga outsource. Hanya yang di bagian service advisor ERA yang merupakan karyawan tetap. Sebab, kemampuan para service advisor ERA ini tidak bisa diberikan oleh para supplier agen contact center.

Tingkat stres di contact center yang menjadi salah satu pertimbangan mengapa AstraWorld memilih outsource. Bila menggunakan tenaga outsource, diharapkan semangat para agen selalu tinggi. Saat ini, tingkat turn over agen di AstraWorld mencapai 5 persen. (Ign. Eko Adiwaluyo/Majalah MARKETING)

Call Center ACC: Mendukung IMC

1
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Call Center ACC
Call Center ACC

Dengan program Service to Sales, call center ACC semakin berorientasi kepada penjualan. Cukup dengan tujuh agen saja, melayani sampai 400 call per hari.

Tak diragukan lagi, call center memegang peranan penting bagi setiap perusahaan, terutama perusahaan yang sangat mementingkan hubungannya dengan konsumen. Sebagai salah satu perusahaan pembiayaan kendaraan roda empat, Astra Credit Company (ACC) tentunya juga menempatkan hubungannya dengan konsumen sebagai posisi yang paling penting. Maka, tak heran apabila ACC mempunyai fasilitas dan layanan call center yang mumpuni.

ACC memberikan perhatian yang besar terhadap call center, karena layanan ini merupakan bentuk pengejawantahan dari salah satu value ACC, yaitu customer satisfaction. ACC membangun layanan call center sebagai media komunikasi dengan customer. Melalui call center, customer dapat dengan cepat mendapatkan layanan informasi, selain juga mendapatkan feedback terhadap layanan yang sudah diberikan selama ini. Feedback ini menjadi salah satu cara untuk melakukan perbaikan layanan secara terus-menerus.

Djony Bunarto Tjondro, President Director PT Astra Sedaya Finance, mengatakan bahwa eksistensi call center sangat bermanfaat bagi ACC. Selain memberikan layanan informasi kepada konsumen, call center pun mampu meningkatkan kerja sales. Secara tak langsung, kinerja dapat ditingkatkan setelah perusahaan leasing ini mendapatkan voice of customer (VOC) yang berguna untuk melakukan peningkatan terhadap proses kerja dan standar pelayanan. Sedangkan secara langsung, call center juga berfungsi sebagai kanal untuk penjualan melalui program service to sales (S2S).

ACC terus mengembangkan layanan call center secara optimal, seperti menyinergikan teknologi dan SDM. Menurut Djony, penggunaan teknologi ditujukan untuk efisiensi proses kerja. Sedangkan penekanan pada aspek SDM lebih bertujuan pada kualitas dari layanan yang diberikan. Tak hanya itu, Djony juga menambahkan, “Teknologi dan SDM berfungsi sebagai pendukung agar Call Center ACC dikembangkan tidak hanya sebagai service center, namun juga menjadi profit center dengan memaksimalkan dan meningkatkan program S2S.”

Dalam perkembangannya, ACC ingin call center ini bisa menjadi salah satu media komunikasi yang mendukung integrated marketing communication (IMC). Karena sampai saat ini, call center menjadi momen nyata bagi interaksi antara ACC dengan customer. ”Proses dan pelayanan yang dilakukan oleh teleservice officer menjadi perwujudan nyata dari tagline ACC ’memberi kemudahan’ bagi customer,” ungkap Djony.

Selama membangun call center-nya, ACC menghabiskan investasi sebesar kurang lebih Rp 3,5 miliar. Untuk menangani investasi sebesar itu, sampai saat ini ACC melakukan pengelolaan sendiri call center-nya. Dengan mengelola sendiri, ACC bisa melakukan penyesuaian terhadap  bentuk call center yang diharapkan. Selain itu, melalui penanganan sendiri akan lebih mudah bagi call center untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Berbicara mengenai teknologi, ACC membangun call center system berbasis web yang dinamakan CRS (customer response system). Sistem ini berfungsi untuk membantu proses efisiensi layanan kepada konsumen. Dengan adanya CRS, semua telepon dari konsumen akan mendapatkan respons dengan baik. Selain itu, ACC juga menggunakan teknologi VOIP, IVR (interactive voice response), Voice Logger, dan Fax On Demand. Semua teknologi ini diimplementasikan oleh ACC untuk mengembangkan layanan call center-nya.

Tak hanya teknologi, para karyawan call center pun harus mempunyai keterampilan khusus dan terlatih. Untuk bekerja di call center ACC, seseorang harus bisa memenuhi beberapa syarat khusus, antara lain adalah harus memiliki interpersonal skill baik, comunication skill, dan helpfull. ACC sendiri juga memberikan training kepada para calon karyawan dalam bentuk  Voice That Care dan Personality Plus.

Djony mengatakan bahwa saat ini ACC mempunyai tujuh teleservice officer dengan satu koordinator. Tidak ada pembagian shift, semua bertugas sesuai jam kerja normal. Untuk hari Senin sampai Jumat, teleservice officer bertugas pada pukul 08:00–16:00. Sedangkan untuk hari Sabtu, layanan ini hanya beroperasi dari pukul 08:00–13:00. Dari hasil analisis, masih belum diperlukan shifting petugas teleservice officer karena panggilan dapat dilayani oleh layanan mesin IVR. “Layanan mesin IVR beroperasi selama 24 jam sehari; tujuh hari seminggu,” tutur Djony.

Apabila customer mengajukan komplain terhadap ACC, ada penanganan yang dilakukan dengan konsep “one stop service”. Dengan konsep ini, setiap komplain akan dijawab oleh teleservice officer sampai mereka mendapatkan solusi yang memuaskan. Tetapi, bila permasalahan di luar wewenang teleservice officer, maka permasalahan customer ini akan ditangani oleh petugas dengan jenjang yang lebih tinggi, atau pihak yang lebih kompeten.

Djony juga menambahkan ada banyak kendala yang dihadapi oleh ACC selama membangun layanan call center. Salah satu kendala dalam mengelola call center adalah menjaga konsistensi kualitas layanan agar tetap prima. Dari sisi teknik, tantangannya adalah mengatur kapasitas yang sesuai dengan prediksi call in yang diterima. Karena, biasanya terjadi fluktuasi jumlah call in pada saat-saat tertentu. Sedangkan dari sisi people, tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi standar layanan dari seluruh teleservice officer di setiap waktu.

Di tahun 2010 ini, call center ACC akan lebih fokus pada peningkatan kualitas pelayanan dan customer satisfaction index, serta peningkatan program S2S. Sampai saat ini, rata-rata incoming call per hari sekitar 350-400 telepon, dan abandon call berkisar 3,5 persen. Untuk ke depan, ACC berusaha lebih berorientasi pada pelanggan dan bisa mengakomodasi semua telepon yang masuk. (Leonardus Meta Noven/Majalah MARKETING)

Merakyatkan Merek

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Tanpa sengaja, awal April lalu saya bertemu dengan begawan jamu, Irwan Hidayat, di ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta. Ternyata saya satu pesawat Garuda Indonesia dengannya menuju Surabaya. Dalam masa kurang lebih satu jam menunggu take off, beliau bercerita panjang lebar mengenai filosofis bisnis dan pandangan hidupnya.

Betul, Irwan tidak omong kosong. Perusahaannya telah menyabet beberapa gelar—dua di antaranya Top Brand Award dan Indonesia’s Most Admired Companies (IMAC). Ini jelas bukan permainan yang bisa diatur skornya seperti pertandingan sepak bola (kadang-kadang) atau klaim yang dibuat sesukanya. Ini adalah pengakuan penting bahwa produk-produk yang dipasarkan Sido Muncul paling diakui oleh para konsumen.

Dan tentu itu bukan pujian yang dilontarkan Irwan sendiri. Sosok yang sederhana dan rendah hati tersebut tidak mungkin melakukan hal yang tak berharga seperti itu. Yang dilakukan Irwan ialah mengubah citra jamu yang dulunya dianggap kuno, ndeso, kampungan, menjadi minuman obat modern pilihan banyak orang. Ia pun membalikkan anggapan jamu yang pahit menjadi manis dan disukai banyak orang.

Sebagai contoh, Anda jelas tahu slogan “Orang pintar minum Tolak Angin”. Kalau mendengar slogan itu, pikiran Anda pasti langsung tertuju pada obat herbal kemasan cair yang rasanya manis agak semriwing (mint). Untuk memasyarakatkan slogan tersebut, Irwan menggandeng artis dan tokoh terkenal seperti grup band Dewa, Sophia Latjuba, Renald Khasali, Lula Kamal, Ikang Fauzy, dan lain sebagainya sebagai endorser.

Kepiawaian Irwan juga ditunjukkan ketika produk baru Kuku Bima Ener-G diluncurkan. Minuman yang merupakan turunan dari merek jamu kuat Kuku Bima itu diposisikan sebagai suplemen energi. Dalam mengomunikasikan produk tersebut, Irwan tergolong berani karena menggandeng endorser iklan yang bisa dikatakan tidak dikenal sama sekali sebelumnya. Mbah Marijan, misalnya, digandeng hanya sesaat setelah Gunung Merapi meletus. Juru kunci gunung api di Jawa Tengah itu dipilih lantaran ia menolak turut mengungsi ketika Gunung Merapi hendak meletus.

Dalam benak Irwan, tokoh seperti itulah yang pas dijadikan ikon Kuku Bima Ener-G, karena Mbah Marijan mencerminkan kekuatan. Karena itu, “Rosa! Rosa!” menjadi slogan yang lucu dan menggemaskan, namun tetap menunjukkan citra yang diinginkan. Minuman suplemen bertarget pasar kelas menengah bawah yang dipadupadankan dengan kekuatan Mbah Marijan, yang notabene adalah panutan masyarakat setempat, amat tepat.

Kasus Sido Muncul memberikan gambaran bagaimana membangun brand strength melalui brand relevance (relevansi merek) dan brand resonance (resonansi merek). Kedua komponen tersebut sangat penting dalam pembangunan merek. Membangun merek harus “relevan”, berarti harus sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi konsumen, serta mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di pasar, terutama memahami perubahan perilaku membeli dari pelanggan. Agensi periklanan Young and Rubican (Y&R) mengembangkan suatu model ekuitas merek yang terkenal dengan nama brand asset valuator (BAV). Mereka meriset sekitar 200 ribu konsumen di 40 negara, dan satu dari empat pilar komponen kunci ekuitas merek adalah relevance. Pengukuran relevansi merek dilakukan untuk mengetahui seberapa luas daya tarik sebuah merek.

Konsultan riset pemasaran Millward Brown dan WPP telah menyusun model kekuatan merek BRANDZ. Dalam model BRANDZ tersebut, pengukuran relevansi merek lebih menitikberatkan kepada  seberapa berarti tawaran perusahaan bagi konsumen. Dalam hal relevansi merek, Sido Muncul selalu berusaha memperluas mereknya, dan tawarannya selalu berhasil membuat konsumen membeli. Kita bisa lihat perluasan aneka ragam rasa dari Kuku Bima Ener-G, atau misalnya memperluas merek Tolak Angin sehingga kita mengenal adanya Tolak Angin Flu, Batuk, dan Tolak Angin untuk anak-anak. Bahkan sampai merambah ke industri permen. Penggunaan endorser yang sangat merakyat juga merupakan salah satu kelihaian mereka yang tidak sempat dipikirkan oleh lawan-lawannya. Pandangan hidupnya seperti membela yang lemah dan dalam hidup harus selalu mencari keseimbangan diterjemahkan dalam langkah bisnsinya.

Komponen kedua dalam pembangunan merek yang harus diperhatikan adalah brand resonance (resonansi merek). Kotler mengatakan bahwa resonansi merek biasanya selalu dimulai dengan melakukan identifikasi merek terhadap pelanggan dan asosiasi merek dalam benak konsumen. Kemudian membangun kokoh arti totalitas merek ke dalam pikiran pelanggan dengan strategi mengaitkan banyak asosiasi merek berwujud dan tak berwujud, serta melihat respons konsumen dan menciptakan loyalitas yang kuat dengan pelanggan. Intinya, harus ada penekanan pada dualisme merek, yaitu menyusun rute rasional dan rute emosional. Lihat saja strategi komunikasi yang dikembangkan oleh Sido Muncul, selalu berasakan pada penyusunan rute emosional dan rute rasional.

Pesan iklannya sangat rasional dan jelas, tetapi kita selalu merasakan adanya emosi pada janji merek mereka. Program-programnya selalu didasarkan pada program merakyat yang selalu membuat ikatan emosional terbentuk. Pelanggan selalu merasa “sejalan” dengan merek-merek Sido Muncul, seperti Tolak Angin dan Kuku Bima Ener-G.

Menerjemahkan sejarah keberhasilan Sido Muncul lewat model relevansi merek dan resonansi merek hanya salah satu contoh keberhasilan dari perusahaan yang menjalankan program merakyatkan merek. Setidaknya, Irwan telah berhasil mengusung merek dengan melibatkan masyarakat luas yang menjadi target marketnya. Ingat, nama tanpa gagasan, sekalipun diguyur oleh bermiliar-miliar nilai iklan, bukanlah sebuah merek. Ia hanya nama dan nama tanpa pesan. Jadi, cobalah merakyatkan merek Anda”, maka kesuksesan pasti datang. (Majalah MARKETING)

Luna…, Luna

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Sekali lagi, penelanjangan publik terhadap seseorang terjadi. Media dalam berbagai bentuknya telah menjadi alat untuk menelanjangi habis-habisan seorang brand endorsement terbaik di Indonesia.

Kasus yang satu ini terjadi karena yang bersangkutan memang ketahuan telanjang di depan publik. Video porno yang kabarnya mirip dengan dia beredar luas di internet. Masyarakat yang begitu haus melihatnya telanjang akhirnya menyerbu situs-situs yang bisa mengakses dan mengunduh video tersebut. Dalam tiga hari, 200 ribu orang kabarnya mengunduh video tersebut. Khususnya situs-situs seperti Rapidshare yang bisa mengunduh video berkapasitas besar, kebanjiran pengunjung dari Indonesia. Demikian halnya dengan YouTube, sekalipun akhirnya banyak yang kecewa karena YouTube sudah buru-buru memproteksi video tersebut.

Tangan jahil yang menyebarkan video tersebut telah melakukan product launching yang sukses! Jarang ada produk yang di-launching dan langsung mendapat sambutan demikian besar dibandingkan yang satu ini. Semua kalangan memperbincangkannya, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, mulai dari direktur perusahaan sampai pembantu rumah tangga. Mulai dari warga negara Indonesia, sampai warga negara asing.

Selebritis di dalamnya memang merupakan kunci mengapa video ini sukses mendapatkan perhatian publik. Bahkan, seorang presiden pun sampai-sampai mendiskusikannya di depan publik. Kisah Ariel-Luna dan Ariel-Cut Tari seolah menggambarkan sequel cerita yang terus berlanjut. Seperti sebuah iklan 30 detik yang diakhiri dengan kata-kata, “Who’s next?”, konsumen jadi ingin tahu siapa yang menjadi pasangan Ariel berikutnya. Gosip sudah beredar, ada sekitar 20 orang lagi yang akan menjadi pasangannya.

Luna adalah brand endorser yang terbaik saat ini. Sudah dua tahun ini, Majalah MARKETING tidak mengadakan survei marketing celebrity image. Dulu, hampir setiap tahun kami melakukannya. Sekadar ingin mencari tahu positioning dari artis-artis Indonesia, terkait dengan kepribadian dari produk yang dibawakannya. Ada artis yang tergolong pintar, cantik, enerjik, idola remaja, dan lain-lain.

Jika dilakukan sekarang, saya yakin Luna Maya tergolong artis yang cantik dan pintar, mengikuti bintang-bintang yang pernah menduduki posisi ini, seperti Krisdayanti, Tamara Bleszynski, Deasy Ratnasari, dan lain-lain. Bintang-bintang yang sedang bersinar dan punya image seperti ini biasanya termasuk jajaran bintang-bintang Lux.

Luna tergolong artis yang paling laris dipakai sebagai bintang iklan. Sampai-sampai kita bingung, Luna itu menjadi bintang iklan apa saja? Kecantikan dan kepintaran Luna membuatnya cocok mewakili kepribadian produk yang anggun, canggih, atau berteknologi tinggi. Luna pun cocok dijadikan duta dari yayasan-yayasan sosial. Tak heran jika Luna menjadi duta yayasan asma, duta World Food Programme, duta World Wildlife Fund, sampai duta yayasannya sendiri, Syair untuk Sahabat (sumber: Tempointeractive).

Memakai artis sebagai endorser bukannya tanpa risiko. Selain memberi dampak instan terhadap penjualan, kehadiran artis bisa memberi risiko negatif buat merek. Seorang bintang iklan yang tiba-tiba menjadi kontroversial bisa memberi dua efek pada penjualan: turun atau justru naik! Namun, biasanya marketer tidak mau ambil risiko dan memilih untuk menarik bintang iklan tersebut dari peredaran.

Kini, Luna menghadapi penelanjangan publik yang luar biasa, dan ini berdampak kuat pada image dirinya, termasuk mungkin pula terhadap merek-merek yang dia bintangi. Di satu sisi, social media menjadi media kampanye yang ampuh bagi pengedar video. Namun, social media juga menjadi alat yang kejam untuk menghabisi sebuah produk bernama Luna yang image-nya telah dibangun bertahun-tahun.

Belum pernah ada produk yang punya efek “nation work” seluas ini. Mulai dari orang-orang yang bernafsu untuk mengunduhnya, program-program televisi yang naik rating-nya pada saat kasus ini diangkat, penjual video bajakan yang naik omzetnya, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang melarang cuplikan video tersebut muncul di televisi, Komnas Perlindungan Anak yang meminta Luna dicoret sebagai artis, razia ponsel di sekolah-sekolah, demo antipornografi, permintaan untuk dihukum rajam, sampai ibu-ibu yang melarang anaknya ke Jakarta karena takut mereka terkontaminasi gaya hidup yang digambarkan di video tersebut.

Kasus Luna juga menjadi bahan pembelajaran PR (public relations) yang menarik: bagaimana seorang Luna bisa keluar dari tekanan publik yang demikian kuat? Figurnya pun sulit disembunyikan mengingat media sudah mengepung begitu rapat.

Social media menampakkan sisi gelapnya. Social media memang bisa melejitkan merek Anda, namun media ini juga menjadi alat yang kejam bagi merek Anda. Kalau merek Anda tidak mau ditelanjangi, jangan coba-coba telanjang di depan publik! (Majalah MARKETING)

Memilih Kegiatan Promosi Distributor

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Pertanyaan:

Sekarang saya bekerja pada perusahaan distributor yang menjual produk makanan kesehatan. Perusahaan tersebut menyasar konsumen high-end. Para pimpinan nampaknya kurang agresif dalam berpromosi, sehingga kami berencana untuk mengeluarkan sebagian anggaran kami untuk aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan penjualan. Kegiatan apa yang paling cocok untuk kami? Mengingat anggaran cenderung terbatas dan tak mungkin untuk melakukan promosi above the line, karena cost-nya cukup tinggi.

DS, Jakarta Pusat

Jawab:

Perusahaan yang mempunyai produk dan layanan yang menyasar konsumen high-end umumnya mempunyai persentase margin keuntungan yang lebih tinggi. Ini karena konsumennya adalah mereka yang bersedia untuk melakukan spending lebih banyak untuk produk yang dipandang memiliki kualitas tinggi.

Karena itu, Anda harus mendorong pimpinan Anda agar mempunyai komitmen untuk membesarkan mereknya dan tidak sepenuhnya bergantung pada jalur distribusi. Merek haruslah dibangun dan kualitas harus dijaga dengan konsisten. Jika mereka tidak mau berinvestasi untuk iklan dan promosi, sementara Anda merasa perlu untuk melakukan aktivitas pemasaran dasar, sebaiknya Anda mulai membuat program dan mencoba menghitung seberapa meningkatnya penjualan dengan aktivitas pemasaran tersebut.

Pada tahap awal Anda bisa mencoba menggunakan persentase margin dari keuntungan yang diperoleh akibat adanya peningkatan volume. Tahap selanjutnya, jika mereka mulai menyadari dampak/hasil dari promosi yang Anda lakukan, maka komitmen untuk membangun merek bisa diterapkan untuk jangka waktu yang lebih panjang.

Teliti dulu bagaimana kondisi penjualan, siapa saja yang membeli dan memakai merek tersebut. Jika pemakainya hanya mereka yang sekali saja bertransaksi dengan repeat buying yang kecil, maka Anda hanya mampu mengakuisisi pelanggan tanpa mampu membuat mereka menjadi pelanggan tetap. Bagaimana membuat mereka menjadi pelanggan tetap? Caranya adalah dengan melakukan bundling promo, yaitu mem-bundle produk dengan produk-produk lain yang Anda jual, komplementer atau masih yang sejenis.

Jika penambahan pelanggan baru sangat sedikit, sebaiknya Anda mulai menerapkan program untuk mengakuisisi pelanggan baru, seperti berusaha meningkatkan awareness lewat pameran, display, konsultasi, dan penyebaran brosur secara below the line saja. Pertimbangan diskon juga perlu dipikirkan untuk menurunkan risiko pembelian.

Pada dasarnya, mereka yang sudah butuh, sudah aware, tetapi masih tidak beli, adalah mereka yang takut harga kemahalan dan ditambah lagi mereka baru mengenal mereknya. Mereka juga mungkin takut produknya tidak efektif. Jika demikian, maka endorser yang ahli dalam bidangnya perlu digunakan. Ada juga faktor emosional, yaitu calon pelanggan merasa merek ini belum dipakai banyak orang, maka yang perlu ditonjolkan dalam komunikasi sebaiknya menggunakan klaim bahan-bahan yang sudah dikenal atau populer saja. Pendekatan penjualan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak membuat target konsumen menjadi takut dengan klaim atau isu yang diterapkan. Selamat bekerja.

Membuka Laboratorium Klinik

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Pertanyaan:

Sekarang ini, saya bekerja dalam suatu divisi pemasaran di satu laboratorium sebuah rumah sakit. Jasa yang ditawarkan di sana adalah pemeriksaan general check up. Kini perusahaan saya bermaksud untuk memperluas laboratorium ke berbagai lokasi. Pertanyaan saya, kualitas pelayanan apa yang bisa ditonjolkan dalam jenis usaha seperti ini ketika memperluas laboratorium saya? Terima kasih.

KD, Ungaran

Jawab:

Kesuksesan sebuah laboratorium klinik sangat ditentukan oleh strategi pemasarannya. Jika dibandingkan dengan produk dan layanan lain, untuk dapat memasarkan klinik diperlukan trik-trik tertentu, sehingga tidak terlalu terkesan hard selling dan menjadi terkesan kurang etis karenanya. Selain strategi, diperlukan juga waktu, karena kita perlu membangun reputasi dengan cara soft selling.

Bagaimana caranya? Kita tentu memerlukan testimonial dalam hal ini. Klinik haruslah dapat membangun reputasinya lewat promosi dari mulut ke mulut, yang berarti membiarkan para pelanggan Anda sendiri yang menyebarkan berita-berita baik tentang klinik Anda. Dalam hal ini, Anda perlu membangun kepuasan pelanggan dari setiap pelanggan yang ada.

Kepuasan pelanggan akan tercapai tentunya jika harapan mereka bisa terpenuhi. Untuk mengetahui apa harapan pelanggan, analisislah terlebih dahulu dengan melakukan segmentasi melalui cara mengidentifikasi kebutuhan dari tiap-tiap segmen.

Anda menentukan tempat setelah yakin betul bahwa lokasi yang dekat menjadi harapan yang menentukan dari pelanggan klinik. Kadang-kadang untuk kota yang relatif kecil, lokasi bukanlah faktor yang terpenting untuk sebuah laboratorium, mengingat frekuensi kunjungan ke klinik juga tidak terlalu sering.

Faktor kuncinya di sini adalah reputasi. Bahkan, hampir pada semua segmen pasar ditemukan bahwa reputasi adalah benefit yang paling sering dicari. Selebihnya adalah faktor-faktor pelayanan yang dapat menunjang reputasi, seperti tim dokter, keramahan staf, kelengkapan, kebersihan, ketepatan waktu, akurasi, serta kejelasan dalam memberikan konsultasi.

General check up adalah suatu layanan yang tentunya cocok untuk target pasar yang terdiri dari orang-orang yang peduli akan kesehatan. Umumnya, mereka adalah kelompok middle-up. Maka sudah pasti faktor-faktor di atas tadi merupakan atribut layanan yang dapat dibangun dengan menciptakan kepuasan, promosi dari mulut ke mulut, dan reputasi, sementara iklan hanya akan membantu untuk membangun awareness saja. Selamat bekerja.

Wardhani Soedjono: Piala Terbaik adalah Kepuasan Pelanggan

1
[Reading Time Estimation: 4 minutes]
WARDHANI SOEDJONO-President Director-Country Manager-PT.VADS Indonesia
WARDHANI SOEDJONO-President Director-Country Manager-PT.VADS Indonesia

Ada tiga faktor yang mendukung kesuksesan contact center, yakni sistem, orang, dan teknologi. Tiga faktor tersebut hanyalah sarana untuk sebuah tujuan utama, yakni kepuasan pelanggan. Sebab itu, secanggih-canggihnya teknologi, semewah-mewahnya kantor contact center, dan sepintar-pintarnya orang di dalamnya, kalau tidak berujung pada kepuasan pelanggan, itu hanyalah angin lalu saja.

“Standar paling tepat yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah contact center adalah kepuasan pelanggan. Sebab itu, pemenangnya adalah contact center yang memuaskan pelanggan. Saya lebih senang bila pelanggan sendiri yang menilai. Itu piala paling istimewa!” tandas Wardhani Soedjono, yang sekarang menduduki jabatan Presiden Direktur PT Vads Indonesia. Sebuah perusahaan outsource contact center.

Berikut adalah nukilan wawancara Majalah MARKETING dengan petinggi perusahaan penyedia jasa contact center tersebut:

Bagaimana tren contact center sekarang ini?

Contact center sudah menjadi faktor penentu perusahaan. Trennya sekarang sedang berkembang. Yang menjadi tantangan bagi perusahaan, apakah dia mau melakukannya sendiri—sumber daya dan teknologinya sendiri—atau menyerahkan ke pihak lain.

Sekarang, banyak contact center yang mempunyai alat ukur yakni kepuasan pelanggan. Contact center jadi bagian utama customer relationship management (CRM). Contact center bukan sekadar pusat informasi. Tapi, pusat informasi yang memuaskan pelanggan.

Contact center sebagai kemutlakan?

Khususnya perusahaan yang besar. Dia memiliki unit-unit yang banyak. Harus ada satu bagian yang menangkap suara-suara pelanggan. Kalau tidak, perusahaan itu akan mempunyai risiko menerima pertanyaan dan jawaban yang tak standar. Contact center mempunyai standarisasinya sendiri.

Sering contact center dianggap sebagai unit sampingan. Bagaimana pendapat Anda?

Khususnya ke bujet. Perusahaan harus mengeluaran bujet khusus untuk unit ini. Bujet harus dalam sistem terpusat untuk sistem kontrol. Kalau dianggap sampingan, itu salah besar. Contact center adalah garda depan yang langsung berhadapan dengan pelanggan. Manusia contact center juga bukan warga perusahaan kelas dua. Inilah tempat pertama di mana pelanggan bisa mendapatkan customer experience. Unit inilah yang memberi servis purnajual.

Apa yang perlu diperhatikan oleh manajemen pada unit ini?

Ada anggapan karier di contact center terbatas. Tapi, saya membantah secara penuh. Berdasarkan pengalaman selama ini—baik di XL maupun IBM—saya justru melihat karier gemilang mereka. Banyak sekali dari mereka yang dulu staf saya atau CSR sekarang sudah jadi pemimpin di beberapa unit. Pemimpin yang sukses adalah mereka yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Jenjang karir di contact center sudah berkembang. Dari CSR, quality assurance, trainer, supervisor, manajer, dan sebagainya. Saya masih memperjuangkan penyebutan nama orang contact center. Mereka tidak pas kalau disebut agen. Lebih pas bila disebut customer service representative (CSR). Merekalah yang mewakili perusahaan. Mereka menjadi duta-duta perusahaan.

Contact center merupakan profesi yang tingkat risiko stresnya tinggi. Bagaimana perusahaan memperhatikan hal tersebut?

Soal tempat kerja, mereka berhak mendapat tempat kerja yang layak—sama dengan tempat bekerja unit lain. Bahkan, dalam tataran tertentu, butuh pengondisian secara khusus. Hal ini mendukung pekerjaan mereka agar dua tujuan tercapai, yakni akurasi dan courtesy—keramahtamahan. Kenyamanan bekerja berhak mereka dapatkan, seperti tempat duduk, waktu istirahat, ruang hiburan, kegiatan bersama di luar pekerjaan, kebutuhan gizi, pelatihan manajemen stres, dukungan motivasi, sampai penghargaan.  

Soal teknologi, apa yang mutlak ada di contact center?

Tentunya, sistem teleponnya. Seperti IVR, jawaban dengan mesin. Yang tak kalah penting adalah data base CRM-nya. Harus ada sistem yang merekam data-data pelanggan sekomplet mungkin. Ini akan membantu perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun loyalitas pelanggan. Selain peranti dasar, contact center juga punya knowledge system—sistem yang mendata informasi mengenai seluk-beluk produk.

Bagaimana dengan pemanfaatan konvergensi media?

Beberapa perusahaan sudah melakukan itu dengan berbasis internet, teknologi mobile, dan sebagainya. Contact center itu identik dengan teknologi maju. Semua ini mendukung CRM. Ada tiga bagian pokok dalam contact center, yakni sumber daya manusia, proses, dan teknologi. Semuanya harus padu.

Apakah ada penyesuaian khusus terkait dengan karakter masyarakat Indonesia?

Benar bila dikatakan beberapa contact center mengurangi percakapan dengan mesin mengingat karakter Indonesia yang tidak mau omong dengan mesin. Namun, sekarang ini, orang sudah semakin sibuk, tidak salah juga bila mereka ingin mendapatkan jawaban dengan mudah—meski melalui mesin sekalipun. Tentu, ini untuk hal-hal yang sifatnya informatif.

Bagaimana menempatkan contact center dalam komunikasi pemasaran terpadu?

Mestinya unit-unit—khususnya pemasaran—bergandengan tangan dengan contact center. Satu sama lain tak bisa dipisahkan. Contact center sangat membantu aktivitas pemasaran. Seperti memberikan informasi adanya produk maupun program pelanggan yang baru. Sekarang tidak perlu memandang contact center sebagai cost center, tapi juga sebagai profit center.

Bagaimana pola komunikasi yang ideal untuk melakukan aktivitas pemasaran di contact center ini?

Ada dua kiat berkomunikasi untuk urusan telemarketing tersebut. Pertama, CSR harus tahu waktu yang tepat. Mereka harus tahu persis kapan pelanggan dengan senang hati bisa ditelepon. Kedua, kata-kata pertama yang diucapkan menjadi sangat menentukan. Sebenarnya, waktu buat telemarketing sangat pendek sekali.

Apa yang masih perlu dikembangkan oleh contact center di Indonesia?

Saya melihat dari sisi manajemennya. Sebaiknya, contact center di Indonesia sudah mulai berkiblat pada standar yang berlaku internasional. Standarnya memang tinggi—termasuk standar dalam memuaskan pelanggan maupun standar kesalahan. Salah satu standarnya dikenal dengan COPC atau customer operations performance center. Dengan konsep ini, contact center bisa mendongkrak kualitas, servis, kepuasan pelanggan, dan keuntungan dengan menekan bujet.

Bagaimana pandangan Anda terhadap kompetisi antar-contact center yang digelar di Indonesia?

Tergantung dari nilai perusahaan. Sekarang, banyak pihak menyelenggarakan kompetisi macam itu. Saya tidak 100 persen setuju. Bagi saya, yang paling penting adalah kepuasan pelanggan. Kalau pelanggan puas, pelanggan akan cerita pada semua orang. Bukan menang kompetisi ini itu. Ukuran utamanya adalah kepuasan pelanggan. Tapi, mungkin, kompetisi ini diadakan salah satunya untuk memotivasi para pelaku contact center. Standar paling tepat yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah contact center adalah kepuasan pelanggan. Sebab itu, pemenangnya adalah contact center yang memuaskan pelanggan. Saya lebih senang bila pelanggan sendiri yang menilai. Itu piala paling istimewa! (Majalah MARKERING/Sigit Kurniawan)

Merek Asia Mulai Bertumbuh

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Asia memang pasar yang sangat besar. Dengan sekitar 4 miliar orang di dalamnya, kawasan ini memiliki pertumbuhan terpesat untuk konsumen. Merek-merek, baik lokal maupun global, pun akhirnya bersaing ketat.

Synovate melakukan survei di sembilan pasar di Asia yang disebut sebagai survei Top 1.000 Brands. Tujuannya untuk melihat merek-merek manakah yang menempati papan atas di setiap negara. Kesembilan negara tersebut adalah China, Hong Kong, Taiwan, Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura, India, dan Indonesia. Survei ini melibatkan responden dari usia 15-64 tahun dengan jumlah sampel per negara sebanyak 500 orang (kecuali untuk Cina dan India sebanyak 750 orang).

Yang menyedihkan, berdasarkan hasil survei ini, kebanyakan merek yang bertengger di posisi teratas bukanlah merek-merek lokal, melainkan merek-merek global seperti Coca-Cola, Nokia, Pepsodent, dan lain-lain. Sekalipun demikian, sepertinya merek-merek Asia sendiri mulai banyak yang bergerak ke ranking atas. Jan Hofmeyr, Director of Innovation for Synovate’s Brand & Communications Practice, mengatakan bahwa rata-rata tujuh dari 20 merek top di kawasan ini adalah merek Asia. Lumayan, memang. Ada merek-merek seperti MasterKong, Mengniu, Aqua, Amul atau Singapore Airlines. Jika ditelusuri ke bawah lagi, maka terdapat juga merek-merek seperti Lenovo, Samsung atau Haier.

Di China, 10 dari 20 merek teratas di negeri tirai bambu ini adalah merek lokal. Di negara ini kebanggaan akan merek lokal terus bertumbuh. “Semakin banyak perusahaan di China yang cerdik dalam menjalankan strategi pemasaran,” kata Darryl Andrew, CEO Synovate di China. Menurutnya, tantangan untuk masuk ke China sekarang ini adalah persaingan yang demikian ketat dengan merek lokal. “Merek global mungkin tidak akan mampu mengakses 1,3 miliar orang di sana.”

Sementara itu, kebanggaan akan merek lokal di Malaysia didorong oleh upaya pemerintah dengan aturan “Made in Malaysia”. Mereka mengurangi jumlah iklan yang diproduksi luar negeri sampai 30%. Sekalipun demikian, tampaknya upaya ini masih memerlukan kerja keras karena konseumen di sana masih menyukai muka-muka internasional. Bahkan tiga merek teratas di negara ini dipegang oleh Nokia, Colgate, dan Sony. Indonesia masih agak bagus, bisa menempatkan merek lokal Aqua di urutan pertama.

Beda negara tentunya beda pula karakter konsumennya. Jika kebanyakan merek-merek yang menempati urutan teratas adalah merek produk, namun untuk Hong Kong dan Taiwan, merek yang menduduki posisi puncak adalah 7-Eleven, sebuah jaringan toko ritel. Seperti dikatakan oleh Jill Telford, CEO Synovate Hong Kong, konsumen di sana adalah orang yang hidup dalam irama yang cepat. Mereka semua sibuk dan memiliki jam kerja yang panjang. Tidak mengherankan jika mereka memilih kenyamanan dan kemudahan sebagai syarat membeli produk. Termasuk pula convenience store. “Banyak merek dari top 20 merek di Hongkong adalah produk yang mengunggulkan convenienve dan mobility,” katanya.

Akankah merek-merek Asia ini akan berjaya di negeri sendiri? Kita semua berharap. Namun merek-merek tersebut juga bakal berhadapan dengan Nokia yang menjadi rising star brand di Asia. Merek ini bahkan menempati urutan pertama di Singapura, Thailand, dan Malaysia. Berkembangnya dunia mobile telecommunication memang membawa implikasi semakin banyaknya merek handphone yang bertumbuh di Asia. Salah satunya yang berhasil mengambil keuntungan ini adalah Nokia. Kita tunggu saja kiprah merek Asia, bahkan Indonesia, di kawasan 4 miliar penduduk ini!

Masa Depan Perkembangan Internet

1
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Kemajuan teknologi informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan internet pada hakikatnya telah memunculkan dua hal yang kontras. Ibarat pedang bermata dua, di satu sisi, internet berperan signifikan bagi perkembangan masyarakat, baik secara ekonomis maupun sosiologis. Di sisi lain, internet juga telah memicu maraknya pornografi, pelanggaran hak cipta, dan berbagai transaksi ilegal berbasis internet lainnya.

Namun harus diakui, internet juga telah mendorong akselerasi perekonomian di berbagai belahan dunia. Ini dimungkinkan karena secara fungsional (lewat program e-government, e-procurement, e-commerce, dan berbagai aplikasinya), internet dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan perekonomian dan pemerintahan.

Internet memang merupakan kemajuan peradaban manusia yang fenomenal. Dengan internet, aktivitas manusia sekarang sudah tidak bisa dibatasi dengan ruang dan waktu. Segala bentuk informasi yang disampaikan lewat internet  dapat diakses di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Lebih dari itu, teknologi internet juga terbebas dari berbagai birokrasi atau pembatas.

Tak pelak lagi, dengan keunggulan seperti itu internet pun akhirnya menjelma menjadi media yang sangat efektif dalam menunjang pembentukan sebuah komunitas. Dengan kata lain, perkembangan internet lambat laun bukan lagi sekadar tren, melainkan telah berubah menjadi suatu kebutuhan.

Sebuah studi dari Pew Internet & American Life Project juga memperkirakan bahwa kemajuan teknologi informasi (internet) akan berdampak signifikan terhadap perubahan sosial, politik dan ekonomi di masa mendatang. Temuan ini merupakan hasil riset terhadap 742 responden melalui internet, yang melibatkan berbagai praktisi internet, pengamat, konsultan, lembaga pusat informasi serta jurnalis yang sudah terkenal. Di antara mereka ada Yahoo, France Telecom, International Telecommunication Union (ITU), Qualcomm, Harvard University, CNN, Adobe Systems, Forrester Research, dan Singapore Internet Research.

Pandangan mereka tentang dampak internet terhadap kehidupan sosial, politik dan ekonomi di tahun 2020 nanti memang beragam. Namun, umumnya mereka setuju bahwa teknologi itu akan berkembang. Pandangan mereka mengenai kemajuan teknologi ini merupakan jawaban dari tujuh skenario yang disusun Pew Internet & American Life Project tentang dampak perkembangan internet di masa mendatang.

Perkembangan jaringan global

Mayoritas responden setuju dengan skenario yang menyatakan bahwa jaringan global berbiaya rendah akan berkembang di tahun 2020 serta mudah didapat oleh sebagian besar masyarakat dunia. Mereka pun setuju bahwa penggelaran teknologi tersebut membuka peluang untuk keberhasilan banyak orang dalam berkompetisi secara global.

Namun minoritas responden mengatakan tidak yakin akan adanya iklim kebijakan yang mendukung berkembangnya internet. Menurut mereka, pusat kekuasaan bakal menjaga kepentingan-kepentingan mereka saat ini dengan menelurkan kebijakan yang mengendalikan informasi dan komunikasi.

Kendali manusia dengan teknologi

Kebanyakan responden mengatakan bahwa manusia akan tetap mengendalikan teknologi baik sekarang maupun di tahun 2020 nanti. Kendati demikian, ada kekhawatiran terhadap kemajuan teknologi yang pada akhirnya akan menciptakan mesin dan proses yang melebihi kendali manusia. Yang lainnya mengatakan, mereka khawatir bahwa kemajuan teknologi akan disalahgunakan.

Keterbukaan vs privasi

Ada harapan yang berkembang luas bahwa orang secara sadar atau tidak sadar ingin lebih terbuka tentang dirinya. Dengan cara itu mereka akan mendapatkan banyak manfaat walaupun secara privasi mereka akan banyak kehilangan. Dalam pandangan mengenai apakah dunia akan lebih baik dengan adanya keterbukaan dari individu atau lembaga, responden terbelah menjadi dua. Tercatat 46% dari mereka setuju adanya manfaat lebih banyak dengan melakukan transparansi, baik dari individu maupun lembaga. Sebaliknya, 49% dari mereka ini tidak setuju dengan pandangan tersebut.

Pihak-pihak yang kontra terhadap teknologi

Sebagian besar responden setuju bahwa masih ada orang yang belum terhubungkan dengan internet karena keterbatasan ekonomi; serta orang yang melakukan kontra terhadap kemajuan teknologi yang akan muncul di tahun 2020. Mereka ini akan membentuk komunitas sendiri yang terpisah dari masyarakat modern, dan mereka akan melakukan aksi sebagai protes terhadap teknologi.

Di lain pihak, banyak responden yang tidak setuju bahwa kekerasan lebih banyak muncul karena konflik agama, ekonomi atau politik.

Memaksakan atau “bergantung” pada dunia virtual

Banyak responden setuju bahwa negara yang masyarakatnya terhubungkan dengan internet akan menyediakan waktu lebih untuk membentuk dunia yang terhubungkan dengan jaringan. Hal ini akan menumbuhkan produktivitas dan menciptakan banyak manfaat. Namun, bagi beberapa pihak, hal itu akan menimbulkan ketergantungan. Ternyata, pandangan seperti itu cocok bagi sebagian responden. Akan tetapi, responden lainnya menilai pandangan itu kurang cocok.

Inggris menjadi bahasa online

Banyak responden mengatakan bahwa mereka menerima pandangan yang menyatakan kelak bahasa Inggris menjadi bahasa dunia untuk berkomunikasi secara online. Meski demikian, bahasa Inggris tidak akan menggantikan bahasa lain dalam aktivitas seharian.

Di sisi lain, sebagian besar responden menekankan bahwa keragaman bahasa adalah hal yang baik. Mereka juga melihat internet akan memberi kesempatan untuk berkembangnya bahasa sesuai dengan kulturnya. Sementara, responden lainnya mengatakan bahwa bahasa akan berkembang seiring berjalannya waktu. Begitu pun dengan perkembangan internet yang didukung dengan perubahan jaman.

Prioritas pengembangan

Di masa datang, membangun kapasitas jaringan dan menyalurkan pengetahuan tentang teknologi untuk membantu mereka yang belum memakai jaringan adalah dua hal yang menjadi prioritas mereka. Hal ini dikemukakan oleh 78% responden tentang prioritas mereka dalam pengembangan dana dan waktu di masa depan dalam kaitannya dengan jaringan internet.

Cukupkah Jumlah Tim Marketing Saya?

1
[Reading Time Estimation: 5 minutes]

Dengan posisi Anda sebagai manajer, GM, direktur pemasaran, atau CMO, salah satu permintaan yang sering kita dapatkan dari anak buah adalah berhubungan dengan penambahan jumlah tenaga pemasaran atau penjualan. Kepala cabang beralasan bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi untuk menaikkan penjualan adalah karena kurangnya tenaga penjual. Bagian promosi menetapkan bahwa aktivitas promosi seperti below the line, tidak banyak dapat dilakukan karena jumlah tim yang tidak memadai. Jadi, kekurangan jumlah tenaga pemasaran dan penjualan seringkali menjadi alasan terbaik kalau angka-angka penjualan tidak menggembirakan.

Lantas, sebagai pimpinan, apa yang menjadi respons Anda? Well, yang paling sering dikatakan—saya duga—adalah, “…coba tim yang sudah ada, perlu dimaksimalkan. Mereka harus bekerja lebih produktif,” atau “…manajemen sudah memutuskan untuk tidak merekrut karyawan baru,” atau juga, “ehm…, coba dihitung berapa kebutuhan tenaga baru. Pokoknya, selama masih bisa meningkatkan penjualan, silakan saja untuk menambah tenaga baru.” Untuk respons yang ketiga ini, manajemen seringkali juga tidak memberikan petunjuk yang lebih jelas.

Lalu, apakah ada konsep atau petunjuk bagi manajemen untuk membuat keputusan mengenai hal ini? Tentu saja! Berbagai aspek kualitatif atau kuantitatif dapat kita gunakan untuk membantu membuat keputusan. Mempunyai jumlah tenaga pemasar dan penjualan yang terlalu sedikit, berarti perusahaan telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penjualan. Kehilangan kesempatan ini, bila kemudian diakumulasikan dalam jangka panjang, bisa membuat kerugian yang lebih besar. Perusahaan menjadi lebih sulit bertumbuh; perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk merebut 1 persen pangsa pasar di kemudian hari; atau perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi di tahun-tahun mendatang untuk menciptakan loyalitas dan ekuitas merek yang kuat. Perusahaan juga tidak mampu meluncurkan produk atau bisnis baru yang lebih baik dan lebih cepat. Maklum, semua tim yang bekerja, sudah memiliki beban yang besar untuk mengerjakan hal-hal yang rutin.

Kelebihan tenaga pemasar dan penjual tentunya menjadi beban biaya yang langsung mengurangi keuntungan perusahaan. Kelebihan tenaga kerja ini juga membuat produktivitas tim lain menjadi lebih rendah dan mengakibatkan budaya kerja yang tidak produktif. Jadi, dari dua kondisi ekstrim ini, perusahaan pastilah ada pada posisi yang tidak optimal.

Tes Kecukupan

Ada beberapa tes yang dapat digunakan perusahaan untuk melihat jumlah tenaga pemasaran dan penjualan yang optimal. Tes pertama yang paling gampang disebut dengan customer test. Mari kita bayangkan untuk semua perusahaan distributor consumer goods yang biasanya memiliki tim tenaga penjual yang relatif besar. Mereka melayani banyak outlet atau toko-toko ritel di seluruh Indonesia.

Kalau kita memiliki tenaga penjualan yang kurang, maka komentar banyak pelanggan kita adalah keluhan bahwa tenaga penjual atau salesman kita sulit diakses. Salesman dipersepsi memberikan perhatian yang kurang dan pelanggan cenderung jarang mendapatkan info dari salesman karena kesibukan mereka yang sangat tinggi. Di sisi lain, apabila perusahaan kita memiliki terlalu banyak tenaga penjualan, maka banyak pelanggan akan cenderung menghindar untuk bertemu. Pelanggan merasa bahwa mereka terlalu banyak berhubungan dengan tenaga penjual kita. Nah, dari kondisi ini, Anda bisa melakukan observasi, manakah yang paling sering dikemukakan oleh para pelanggan Anda.

Tes yang kedua berhubungan dengan motivasi. Biasanya, bila jumlah tenaga penjualan terlalu sedikit, pekerjaan menjadi sangat banyak dan mereka harus bekerja ekstra waktu. Maka, motivasi mereka akan turun. Mereka merasa bahwa tugas yang dibebankan kepada mereka sudah terlalu banyak. Demikian juga, bila jumlah tenaga penjualan terlalu banyak, motivasi pun menurun. Mereka mulai khawatir untuk memikirkan siapa yang akan dimutasi atau dikurangi. Situasi seperti ini pastilah membuat motivasi kerja akan menurun karena adanya ketidakpastian.

Kedua tes di atas relatif sangat kualitatif dan mudah diobservasi. Walaupun demikian, tentunya bukanlah tes yang memiliki validitas yang tinggi. Kedua tes tersebut sangat baik sebagai indikasi awal mengenai kecukupan tenaga pemasaran atau penjualan sebuah perusahaan.

Tes yang ketiga adalah benchmarking test. Dalam hal ini, kita perlu untuk mencari informasi mengenai jumlah tim yang dimiliki pesaing dan dibandingkan dengan besarnya revenue, atau banyaknya pelanggan yang dilayani. Kalau kita memiliki tenaga penjual sebanyak 100 dan pesaing kita punya 200 tenaga, tetapi penjualan kita hanya 30 persen dari pesaing, ini sudah menjadi indikasi yang kuat bahwa jumlah salesman kita terlalu banyak dibandingkan dengan pesaing. Dalam konteks benchmarking, salah satu pertanyaannya adalah, “Siapa yang menjadi pesaing, yang digunakan sebagai acuan?” Yang harus Anda ambil adalah pemegang pangsa pasar tertinggi. Kalau perusahaan Anda merupakan pemimpin pasar, maka yang dipilih adalah pesaing terdekatnya.

Tes keempat, salah satu yang terbaik adalah yang disebut activity test. Melakukan benchmarking adalah hal yang baik, tetapi bagaimana kalau semua pesaing kita juga tidak optimal? Ini tentunya juga sangat berbahaya untuk membuat keputusan. Maka saya menyarankan, tes keempat ini adalah tes yang wajib dilakukan untuk mendapatkan angka paling optimal dalam hal jumlah tenaga pemasaran dan penjualan kita. Dengan menggunakan tes ini, maka perusahaan harus mulai memikirkan keseluruhan aktivitas yang akan dikerjakan oleh tenaga pemasaran.

Misalkan saja, perusahaan memiliki 10 salesman. Mereka harus melayani sebanyak 1.000 outlet. Kemudian kita bertanya, apakah 10 salesman ini merupakan jumlah yang cukup. Untuk itu, langkah pertama adalah dengan melihat aktivitas apa saja yang harus dilakukan oleh tenaga penjual. Mereka harus menghabiskan waktu untuk masalah administrasi atau persiapan sebelum menemui pelanggan. Mereka juga harus menemui pelanggan dan setiap pelanggan memiliki frekuensi kunjungan yang berbeda-beda, tergantung besar kecilnya order. Salesman juga menghabiskan waktu di jalan. Bisa jadi, mereka juga terlibat dalam pengiriman barang dan aktivitas lain. Intinya, keseluruhan aktivitas ini kemudian diperhitungkan untuk melihat kebutuhan waktu.

Misalnya saja, setiap outlet ternyata membutuhkan waktu sebanyak dua jam per bulan. Ini termasuk keseluruhan aktivitas yang membuat target bisa tercapai. Maka untuk 1.000 outlet, dibutuhkan sebanyak 2.000 jam. Total waktu kerja per salesman per hari adalah tujuh jam efektif. Bila dikalikan 20 hari kerja per bulan, maka diperoleh total waktu adalah 140 jam per bulan. Jadi, idealnya jumlah salesman yang dibutuhkan adalah 2.000 jam/140 jam=14 atau 15 salesman. Kenyataannya, perusahaan hanya memiliki 10 salesman. Dengan melihat angka-angka ini, perusahaan perlu merekrut empat atau lima tenaga salesman baru.

Activity test ini juga merupakan tes terbaik yang digunakan untuk perusahaan B to B, yaitu perusahaan yang pelanggannnya adalah juga perusahaan. Hanya saja, aktivitas penjualan untuk jenis perusahaan ini jauh lebih kompleks, karena selain lama dan panjangnya proses, pelanggan memiliki decision making unit yang minimal terdiri dari decision maker, influencer, dan user. Manajemen perlu untuk membuat selling pipe line mulai dari aktivitas untuk mencari prospek, hingga menjadi pelanggan yang memberikan order.

Kelebihan dari tes keempat ini, manajemen dipaksa untuk memikirkan rencana ke depan. Apakah mereka akan melakukan ekspansi? Apakah akan menambah pelanggan baru? Apakah ada aktivitas tenaga penjual yang perlu ditambah atau malah dikurangi? Apakah selain salesman, ada pihak-pihak lain yang diminta untuk melakukan penjualan? Dengan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, manajer atau direktur penjualan baru akan mampu untuk membuat activity test.

Tes terakhir adalah financial test. Ini merupakan salah satu bentuk evaluasi yang melibatkan bagian keuangan. Menambah tenaga kerja di bidang pemasaran atau penjualan adalah sebuah investasi. Karena merupakan investasi, penambahan tenaga kerja hanya diperbolehkan kalau memang mencapai ROI yang ditetapkan perusahaan. Jadi, bila merekrut salesman baru membutuhkan gaji Rp 2 juta dan biaya-biaya lain sebanyak Rp 3 juta, maka total biaya per penambahan salesman adalah Rp 5 juta. Dengan begitu, angka kontribusi profit tambahan yang harus diperoleh oleh salesman baru tersebut adalah Rp 5 juta per bulan. Bila jumlahnya lebih kecil dari angka ini, berarti perusahaan akan merugi dan lebih baik untuk tidak melakukan penambahan. Kalau perusahaan menetapkan ROI sebesar 20 persen, maka minimal kontribusi profit sebelum dikurangi biaya salesman dari penambahan salesman yang baru adalah Rp 6 juta per bulan. Jadi, minimal harus diperoleh penambahan Rp 1 juta untuk setiap penambahan satu salesman.

Inilah berbagai tes yang dapat dilakukan untuk membantu perusahaan memberikan jawaban atas optimalisasi jumlah tenaga kerja di pemasaran atau di bagian penjualan. Kita bisa melihat bahwa membuat perhitungan untuk tenaga penjualan atau salesman jauh lebih mudah dibandingkan dengan tenaga lain, seperti tenaga promosi yang tidak berhubungan langsung dengan penjualan. Untuk para manajer atau direktur yang membawahi tenaga pemasaran seperti promosi, tes ketiga dan keempat adalah pilihan yang terbaik.

Bagaimana dengan jumlah tenaga pemasaran di perusahaan Anda? Bagaimana jumlah salesman Anda? Apakah terlalu banyak, atau terlalu sedikit? Mari lakukan berbagai tes di atas. Ini juga untuk menghindari kebiasaan dari anak buah yang selalu mengatakan, “…jumlah tenaga penjualan kita kurang!” Sungguhkah? (Majalah MARKETING)

Melirik Potensi Pelayaran Lima Pelabuhan Utama di Indonesia

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memerlukan sektor pelabuhan untuk mendukung perekonomian nasional. Sampai saat ini, Indonesia memiliki 141 pelabuhan. Dua puluh satu unit pelabuhan merupakan pelabuhan internasional yang bisa melakukan pengangkutan barang dan penumpang langsung ke luar negeri.

Dewasa ini, 120 pelabuhan lainnya akan menjadi feeder bagi 21 pelabuhan internasional tersebut. Saat ini, perum Pelindo (Pelabuhan Indonesia) memegang kendali untuk mengatur setiap aktivitas di pelabuhan-pelabuhan seluruh Indonesia, yang terbagi menjadi empat berdasarkan wilayah cakupannya, yaitu:

Berdasarkan hasil analisa Spire Research & Consulting (www.spireresearch.com) diketahui bahwa total barang yang dimuat dalam satuan ton di lima pelabuhan utama di Indonesia (Belawan, Tanjung Priok, Tanjuk Perak, Balikpapan, dan Makasar) lebih besar daripada total barang yang dibongkar di pelabuhan. Hal ini menunjukkan bahwa arus barang yang dikirimkan di lima pelabuhan utama di Indonesia lebih tinggi daripada arus barang yang datang atau dibongkar. Tanjung Priok merupakan pelabuhan yang memiliki total barang dimuat paling tinggi (dalam satuan ton) selama tahun 2006?2009. Terjadi peningkatan total barang yang dimuat di Pelabuhan Tanjung Priok selama tahun 2006?2008; dan terjadi penurunan sekitar 10 persen di tahun 2009. Sedangkan Tanjung Perak dan Pelabuhan Balikpapan mengalami peningkatan yang cukup tinggi untuk total barang yang dibongkar.

Catatan keberangkatan penumpang dari lima pelabuhan utama di Indonesia lebih besar daripada total kedatangan penumpang dari pelayaran dalam negeri. Tanjung Perak dan Pelabuhan Makassar merupakan dua pelabuhan dengan tingkat aktivitas tertinggi untuk keberangkatan dan kedatangan penumpang dari pelayaran dalam negeri selama tahun 2006?2009. Berdasarkan data ini, Surabaya dan Makassar merupakan dua kota tujuan yang paling ramai dipadati pendatang. Di tahun 2009, terdapat penurunan jumlah penumpang baik untuk keberangkatan dan kedatangan di lima pelabuhan utama di Indonesia. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun dengan tingkat keberangkatan dan kedatangan tertinggi.

Prediksi untuk tahun 2010 dan masa mendatang, aktivitas barang dan penumpang di lima pelabuhan utama di Indonesia akan terus meningkat, mengingat pentingnya pelabuhan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Hal-hal yang mendukung peningkatan aktivitas pengiriman dan pembongkaran barang di pelabuhan adalah peningkatan perdagangan dalam dan luar negeri yang menyebabkan distribusi melalui laut semakin meningkat.

Selain itu, besarnya kegiatan expor-impor yang ditargetkan oleh pemerintah Indonesia juga mempengaruhi tingkat pengiriman barang dan pembongkaran barang di pelabuhan. Total keberangkatan dan kedatangan penumpang akan dipengaruhi oleh tingginya mobilitas masyarakat Indonesia dalam mencari nafkah—misalnya program TKI atau TKW, serta banyaknya perpindahan penduduk ke kota-kota besar di Indonesia.

Saat ini, PT Pelabuhan Indonesia II memacu produktivitas pelabuhan yang mereka kelola untuk memenuhi target pendapatan sebesar Rp 3,4 triliun pada tahun 2010. PT Pelindo II menargetkan pendapatan tahun ini akan tercapai, bahkan berpotensi melebihi target dikarenakan tingkat produktivitas pelabuhan yang dikelola oleh BUMN itu sudah meningkat. Hampir semua pelabuhan di bawah Pelindo II hingga triwulan I tahun ini mampu menaikkan target pendapatannya.

Sebagai contoh, Pelabuhan Bengkulu. Dari target pendapatan pada tiga bulan pertama tahun 2010 sebesar Rp 2,7 miliar, realisasinya mencapai Rp 10 miliar. Bahkan, Pelindo II menyiapkan investasi Rp 3,7 triliun di antaranya untuk pengadaan alat pemindahan peti kemas di pelabuhan dengan kapasitas dua kontainer sekaligus dan pengadaan kapal. Pelindo II  menginvestasikan modal yang cukup besar untuk memacu produktivitas pelabuhan di lingkungan Pelindo II. Dengan menambahkan investasi Rp 3,7 triliun, diharapkan produktivitas pelabuhan naik hingga dua kali lipat. Apalagi didukung oleh kebijakan pemerintah yang menetapkan pengoperasian pelabuhan selama 24 jam setiap hari.

Sebelumnya, pelabuhan di Indonesia hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB, sehingga produktivitasnya rendah. Namun sekarang ini, semua pelabuhan di bawah Pelindo II akan disiapkan untuk beroperasi 24 jam setiap harinya. Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mendesak pemerintah lebih serius membenahi infrastruktur kepelabuhanan—terutama di kawasan timur Indonesia (KTI)—karena tingkat produktivitasnya sangat rendah. Bahkan, sebagian besar pelabuhan di KTI memiliki produktivitas yang rendah, sehingga biaya angkut ke kawasan itu diperkirakan membengkak signifikan. Pemerintah semakin memaksimalkan potensi sektor pelayaran dalam negeri di berbagai pelabuhan besar di Indonesia, terutama dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan daerah.