Sunday, October 5, 2025
Home Blog Page 2210

Brand Chemistry

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Brand rejuvenate yang seringkali diidentikkan dengan peremajaan sebuah merek, justru kerapkali membunuh merek itu sendiri. Alih-alih semakin memperkuat brand value pada konsumen, yang terjadi justru mencabut nilai-nilai dasar merek tersebut dari konsumen. Terutama konsumen loyal. Kekeliruannya, karena aspek brand chemistry tidak dilongok pada saat proses brand audit. Akibatnya, brand rejuvenate pun tidak memperhatikan brand chemistry sebagai aspek pengikat loyalitas konsumen.

Di Amerika sendiri, brand chemistry dikembangkan oleh pakar-pakar branding yang memiliki latar belakang psikologi. Sekadar menyebut beberapa nama, mereka adalah Arch G. Woodside dan Dan Schawbel. Woodside melihat bahwa kimiawi merek akan membuat orang bercerita (story telling) dari versinya, kepada orang terdekat mereka. Sementara Schawbel memanfaatkan brand chemistry untuk personal branding.

Kalau kita seringkali mempersonafikasi merek seperti halnya sesosok manusia yang berkepribadian, maka brand chemistry adalah kimiawi tubuh seseorang tersebut. Sekalipun tidak disadari, kimiawi tubuh seseorang telah mengikat orang-orang di sekitarnya menjadi lekat.

Ada sebuah kisah sederhana tentang kimiawi merek dari Jogja, kisah tentang warung Soto yang pemiliknya berniat melakukan rejuvenate merek. Harapannya, agar konsumen-konsumen kelas menengah atasnya menjadi nyaman saat makan soto di sana. Apalagi selebriti dan pejabat-pejabat Jakarta juga sering mampir kalau mereka sedang bepergian ke Jogja.

Maka, diadakanlah proses rejuvenasi. Tidak tanggung-tanggung. Untuk menyesuaikan dengan selera orang Jakarta, pemilik warung tersebut membeli sebuah bangunan strategis di pinggir jalan. Interior ruang didesain dengan mewah, seperti restoran-restoran di Jakarta. Tidak ketinggalan, desain merek pun diubah menjadi lebih modern. Biar mampu mengusir panas Jogja, resto pun dilengkapi pendingin ruangan. Saat peresmian, seluruh pelanggan kelas atas diundang.

Hasilnya? Yap, seperti perkiraan Anda, warung yang telah berubah menjadi resto justru menjadi tidak laku. Ada kimiawi merek yang hilang. Katakanlah desain warung seadanya dengan tempelan kalender di mana-mana, bau dapur tradisional yang menyusup hingga ke depan warung, dan suasana alami yang membuat keringat bercucuran. Beruntung pemilik warung segera sadar dan kebetulan bangunan warung lama belum sempat dibongkar, hingga kita sekarang bisa menikmati kembali warung soto tersebut.

Inside the Box Tendency

Mengadaptasi pemikiran Tony Bates, psikolog klinis yang banyak terlibat dalam psychology chemistry, seringkali kita lengah karena menganggap chemistry adalah persoalan struktural yang bisa dilihat melalui riset terstruktur. Akibatnya, state of mind yang terbongkar hanya terjadi pada tataran normatif saja. Padahal, brand chemistry harus digali dengan cara tidak terstruktur, di mana responden harus ditembak pada sisi lain, baik ikatan emosional maupun sejarah masa lalu terhadap merek tersebut.

Saat Coca-Cola menggelar riset tentang kemungkinan rasa baru yang lebih manis, secara signifikan dan ilmiah, riset menunjukkan bahwa konsumen Coca-Cola membutuhkan rasa baru. Manajemen Coca-Cola menganggap bahwa hal ini sesuai dengan hasil blind test yang menunjukkan bahwa Pepsi jauh lebih disukai ketimbang Coca-Cola—karena rasanya lebih manis.

Tapi begitu hasil riset tersebut diaplikasikan, reaksi konsumen malah berbalik. Ternyata bukannya mendukung, mereka malah memprotes karena Coca-Cola menghapus rasa asli Coca-Cola. Aspek-aspek emosi, keterlibatan sejarah (personal history involvement) dan persinggungan fisik yang menciptakan sensasi, muncul dalam bentuk protes-protes ke Coca-Cola. Itulah faktor brand chemistry yang tidak digali dalam riset konvensional.

Dalam brand audit, brand chemistry memang bukan semata faktor yang tidak terukur, tapi juga merupakan faktor yang tidak bisa diukur dengan cara terstruktur itu tadi. Tapi menjadi perlu, karena efeknya sangat kuat sebagai pengikat loyalitas merek.

Microsoft Chemistry

Saat Microsoft melakukan kampanye antipembajakan—kalau mereka jeli— sebetulnya Microsoft memiliki komunitas pendukung yang terikat dalam kohort angkatan 1980-an. Secara bawah sadar, mereka memiliki keterikatan yang kuat dengan Microsoft saat mendapatkan perangkat lunak “gratis” untuk program-program Windows. Tugas-tugas kuliah yang saat itu harus menggunakan Wordstar, menjadi jauh lebih mudah dengan Windows. Dan gratis pula.

Sayangnya, Microsoft lebih memilih pendekatan konvensional dan hukum dengan menggandeng kepolisian dan pengacara untuk melakukan shock therapy bagi pembajak-pembajak peranti lunak Windows. Hal yang sama juga dilakukan dalam konteks pemasaran dan penjualan.

Padahal, kalau saja Microsoft mau menambahkan unsur aktivasi komunitas dari kohort 1980-an, rasanya sentimen-sentimen anti-Windows tidak akan sebanyak sekarang. Sekalipun memang, jumlah itu sangat tidak signifikan dengan pengguna Windows. Semakin tidak signifikan lagi, toh sekarang program Windows juga bisa diinstal untuk pengguna Macintosh.

Hanya saja, sekalipun tidak signifikan, komunitas yang terikat dengan brand chemistry bisa kita analogikan seperti fenomena tali pusar—yang disimpan, dipelihara, untuk kemudian akan bisa menjadi obat yang mujarab untuk banyak penyakit.

Soalnya sayang juga, karena bagaimanapun, Microsoft telah menanam investasi emosional yang cukup besar. Mereka akan menjadi pasukan yang rela membela Microsoft tanpa harus dibayar.

Sesekali, bolehlah Microsoft belajar dari merek lokal Jogja yang lain, yaitu SGPC, alias Sego Pecel, atau nasi pecel khas Jogja. Sekalipun warung kecil dan sederhana, SGPC memiliki pasukan-pasukan elite yang tidak sedikit pula sudah menjadi CEO-CEO papan atas negeri ini. Mereka adalah mahasiswa yang dulu diberi “beasiswa” oleh SGPC. Beasiswa itu berupa kesempatan makan tanpa bayar—tentu saja berdasarkan kesepakatan “pura-pura tidak tahu”. Maksudnya, SGPC tahu bahwa mereka dulu sering tidak bayar kalau makan. Tapi, SGPC paham betul, dan tidak menegur. “Karena rezeki kan sudah ada yang ngatur,” begitu papar mereka.

Lantas, bagaimana sikap mereka sekarang dengan SGPC? Mereka tidak hanya menjadi brand endorser SGPC bagi lingkungannya. Tapi, mereka juga membayar seluruh hutangnya dulu. Menurut kabar, malah ada dari mereka yang akan membuatkan bangunan mewah untuk SGPC—untungnya ditolak oleh SGPC.

Dibandingkan dengan warung SGPC, tentu saja Microsoft memiliki “brand warrior” yang lebih banyak. Kenapa saya gunakan tanda petik, karena brand warrior tersebut sekarang tersebar tanpa memiliki tuan. Seperti Samurai, mereka adalah pendekar-pendekar yang tidak memiliki tuan. Rasanya merupakan sebuah keuntungan jika Microsoft mau merangkul mereka untuk sekadar membayar kembali “beasiswa” yang pernah mereka dapat dari Microsoft. (Majalah MARKETING)

Aura Merek

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Sebelum membaca panjang lebar artikel ini, coba luangkan mata sejenak untuk melirik ke kanan dan ke kiri Anda. Setelah itu, silakan menilai—tentu saja dalam hati: siapa teman kantor Anda yang paling cantik, menarik, dan tak membosankan untuk dicuri-curi pandang? Bagi yang cewek, silakan amati cowok-cowok di sekitar Anda dan perhatikan hal yang sama.

Jika sudah, Anda harus menjawab pertanyaan berikut ini: mengapa Anda menyatakan si A cantik sedangkan si B jelek? Kenapa si C Anda anggap ganteng dan si D tidak? Mungkin Anda bingung menjawabnya, selain kata-katanya sama dengan yang ditanyakan: cantik, menarik, ganteng, putih, tinggi, gagah, dan lain sebagainya. Padahal, yang Anda perhatikan itu bisa jadi auranya.

Aura, menurut kebanyakan ahli, adalah sebuah daya tarik yang terpancar dari diri seseorang. Aura ibarat daya hipnotis yang mampu menarik, memikat, memukau, dan menumbuhkan rasa kagum orang lain, dan menundukkan hati seseorang, tanpa disadari oleh mereka. Aura mirip energi yang bersinar terang dan menghiasi jiwa raga—namun, tak semua orang memiliki aura yang baik.

Lantas, apa hubungannya dengan merek? Begini, sebetulnya sosok orang tadi hanyalah perumpamaan yang bisa saja diganti dengan merek “I” atau “U”. Silakan kembali bertanya dalam hati: mengapa Anda memilih merek yang ini daripada yang itu? Jawabannya jelas sekali bukan? “Yang ini lebih menarik daripada yang lain.” Daya tarik sebuah merek itulah yang disebut aura merek. John F. Sherry (2005) bahkan mencatat bahwa sebuah merek harus memancarkan energi tertentu yang dapat mempengaruhi konsumen (physical and metaphysical presence).

Jadi, aura merek adalah daya tarik yang terpancar dari sebuah merek sehingga menarik, mengagumkan, dan lain sebagainya, yang membuat konsumen “terpesona” dan terhipnotis untuk membeli. Oleh karena itu, merek harus bisa menonjolkan aura sebaik mungkin agar target market terpikat dan terhipnotis. Roger D. Blackwell (2001) mengatakan bahwa banyak konsumen kadang-kadang tidak mengetahui apa yang membuat mereka membeli suatu merek. Banyak wanita Indonesia yang tidak bisa menjelaskan secara rasional mengapa mereka membeli tas Louis Vuitton puluhan juta rupiah dan rela antri untuk mendapatkannya. Itulah hebatnya aura merek kalau sudah bekerja.

Daya Hipnotis

Di dalam proses pembelian, siapa pun memahami—tidak harus pakar yang mengatakan—bahwa telah terjadi dua kemungkinan: “dihipnotis” atau “terhipnotis” oleh merek. Apabila aksi pembelian itu dikarenakan konsumen terhipnotis satu merek tertentu, besar kemungkinan akan terjadi hubungan yang lebih intim antara merek dengan konsumennya. Di sini konsumen sudah menunjukkan loyalitas mereka.

Tapi, jika pembelian tersebut didasarkan atas rasa terhipnotis secara tiba-tiba, berarti aura mereklah yang berperan. Simpelnya seperti ini: “Kenapa ya, sekonyong-konyong saya membeli merek ini, padahal tak punya rencana membelinya tadi. Habis saya pikir menarik juga sih untuk dibeli. Apa salahnya kalau mencoba,” tutur salah seorang konsumen.

Kalau ukurannya “tiba-tiba” dan konsumen melakukan pembelian karena terpesona akan aura merek tersebut, maka kadar loyalitas konsumen itu masih rendah. Bahkan, sama sekali belum layak digolongkan ke dalam loyalitas. Ini berbanding terbalik dengan proses pembelian konsumen yang memang dihipnotis oleh sebuah merek.

Pada dasarnya, aura sama dengan citra merek yang kemudian diejawantahkan ke dalam pikiran konsumen sebagai persepsi. Aura yang baik berarti bentuk dari citra merek yang baik dan sebaliknya. Di jantung aura itu terdapat kualitas produk berikut atribut merek seperti desain atau tampilan, tekstur, dan warna.

Mari kita mengambil contoh yang paling gampang, lihatlah Garuda Indonesia dan (almarhum) Adam Air. Barangkali kita sepakat mengatakan perbedaannya dengan jelas bahwa aura Garuda Indonesia lebih baik daripada Adam Air—yang sudah tutup beberapa tahun lalu. Penumpang merasa lebih nyaman naik Garuda ketimbang Adam Air atau merek-merek lainnya di Indonesia.

Di kancah otomotif, misalnya, Kijang Innova dari Toyota memiliki desain yang bagus, mesin tangguh, tidak repot untuk menempuh jarak jauh, cocok untuk keluarga, dan kelihatan mewah. Kalau ada apa-apa—semisal terjadi kerusakan—layanan purnajualnya mudah ditemui dan suku cadangnya juga mudah didapat. Begitulah aura yang terpancar dari merek tersebut sehingga amat disukai pasar di negeri ini.

Mesti Diciptakan

Setelah mengetahui pentingnya aura merek, para marketer memiliki tugas untuk membawa mereknya ke arah yang positif. Aura positif akan menjadi daya tarik bagi konsumen untuk memiliki merek tertentu. Contohnya sudah jelas, penumpang pesawat akan tetap memilih Garuda Indonesia meskipun tarifnya mahal daripada Adam Air yang sering kecelakaan.

Atau, seperti memilih pacar, Anda menimang-nimang mana yang paling cantik, seksi, pintar, dan lain sebagainya. Itu namanya aura positif. Kalau jelek, bau ketek, itu masuk kelompok aura negatif. Kalau sampai sebuah merek dipandang memiliki aura negatif, dipersepsikan jelek oleh pasar, tidak akan mungkin merek itu akan berkembang.

Maka, manajemen merek itu penting. Saat bayi dilahirkan, disuapi bubur, dimandikan, dan seterusnya, ia akan menjadi orang besar yang bisa bertahan mengikuti kehidupan ini di kemudian hari. Bayangkan jika bayi yang lahir itu dibiarkan begitu saja, tanpa dirawat kalau sakit, apalagi disekolahkan saat besar. Mungkin si bayi tak bisa bertahan sampai menginjak dewasa.

Merek pun demikian, harus dikelola dengan baik agar tetap menarik sehingga konsumen terhipnotis  untuk “meminangnya”. Jagalah pancaran aura positif, bila perlu terus tambah dan tumbuhkan lagi pancaran itu hingga mencapai puncak kemenangan. Kita menyadari bahwa aura merek yang paling positiflah yang akan diingat konsumen tanpa rasa terpaksa. Aura positif juga berfungsi sebagai pelindung merek yang kuat, yang sanggup menahan serangan-serangan musuh. Lihat saja Nokia, diserang kiri-kanan tetap bisa bertumbuh, karena auranya kuat. Di kuartal pertama 2010, penjualannya 107,8 juta unit—naik 16 persen dibanding tahun lalu. Bahkan di Cina, sumber hand phone murah, Nokia sanggup menjual 21,1 juta unit—naik 20 persen dibanding tahun lalu. Penjualan di Cina saat ini mencapai 19,57 persen dari penjualan global Nokia dengan penguasaan pasar mencapai 40 persen. Fantastis, aura Nokia sanggup menghipnotis konsumen Cina yang sangat kritis.

Jikalau aura yang dipandang konsumen itu bersifat negatif, maka tak ubahnya seseorang yang sudah dekat dengan “liang lahad” alias kematiannya. Kalau hidup dilihat tidak baik oleh orang lain, lalu untuk apa? Jadi, bangunlah aura merek Anda sepositif mungkin, dan silakan Anda menikmati hasilnya. Kalau merek sudah dicap negatif, Timor umpamanya (walau sebenarnya tak jelek-jelek amat), ya mati. Apabila sudah mati, sulit untuk hidup kembali. (Majalah MARKETING)

Teknologi dalam Call Center

[Reading Time Estimation: 6 minutes]

CallCenterTechnology_01webTeknologi membuat banyak hal berubah. Teknologi bahkan mampu mengubah gaya hidup manusia. Tak terkecuali dalam industri call center. Peranan teknologi juga turut membuat industri ini berubah dan berkembang. Perusahaan kini harus menyesuaikan misi dan kulturnya untuk bisa memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari teknologi.

Jika mengingat inovasi, kita sering kali mengacu pada teknologi, baik berupa sistem maupun aplikasi. Para manajer yang mengelola call center tentu sangat mengandalkan teknologi supaya mampu men-deliver customer experience dan kualitas pelayanan serta mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas.

Bahkan di zaman resesi pun, banyak sistem yang mampu mengembangkan call center di tahun 2010 ini, khususnya solusi-solusi yang bersifat analitis. Mereka menganalisis customer experience dan membuat solusi. Kebanyakan manajer menuntut solusi yang mudah diterapkan dan digunakan, serta aplikasi yang mampu berfungsi dan memberikan hasil dengan cepat. Ini adalah tugas dari para vendor tersebut.

Kini call center sudah menjadi contact center di mana hubungan yang diciptakan tidak hanya selalu berupa panggilan telepon, tetapi juga bisa lewat e-mail, chat, SMS, bahkan teleconference. Dunia servis juga sudah banyak berubah. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pasar sudah sangat sadar akan call center yang berfungsi sebagai penghasil revenue dan bukan hanya sekadar sarana untuk customer service saja.

Resesi ekonomi yang terjadi akan membuat tahun 2010 ini menjadi tahun yang sulit bagi banyak perusahaan. Sebagai akibatnya, perusahaan dalam segala ukuran akan mencoba untuk mendayagunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada supaya mereka bisa meningkatkan penjualan dari para pelanggan yang ada. Call center adalah sarana yang ideal untuk bisa mengenali adanya peluang dan menutup penjualan seiring berinteraksinya perusahaan dengan pelanggan. Tetapi, call center bisa lebih berperan aktif hanya jika mereka dilengkapi oleh manajemen yang bagus, serta didukung oleh sistem pemasaran dan teknologi yang mumpuni.

Dulu call center hanya digunakan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang pelanggan dan mengumpulkan semua order yang masuk. Tetapi, kini call center dituntut harus melakukan lebih, yaitu mengenali peluang dan mempertahankan pelanggan. Call center juga diharapkan bisa menjadi sarana untuk menciptakan dan mengelola tampungan segala transaksi yang ada, supaya perusahaan bisa mendapatkan pola dan tren dari pelanggan, tak peduli channel apa pun yang digunakan.

Dulunya call center dibangun dengan peralatan PABX yang dimiliki dan dikelola oleh operator. PABX berfungsi untuk mendistribusi dan membagikan panggilan secara otomatis, memberikan jawaban suara secara interaktif, routing, dan lain-lain. Teknologi seperti contohnya sistem panduan otomatis ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, baik untuk telepon masuk atau keluar. Panggilan masuk harus cepat ditujukan ke bagian yang sesuai untuk menangani keperluan si penelpon, meminimalisasi waktu menunggu dan antrian panjang yang sebenarnya sering kali tidak diperlukan.

Memasuki dunia virtual, call center juga tidak ketinggalan dengan diadopsinya teknologi call center virtual. Dengan bergabungnya perangkat lunak dan teknologi yang semakin canggih untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, muncullah call center virtual. Dalam model call center virtual ini, si operator call center tidak lagi memiliki, mengoperasikan atau mengelola segala peralatan, melainkan mereka cukup menyewa atau berlangganan bulanan atau tahunan pada sebuah provider yang memiliki semua sumber daya call center di pusat data mereka.

Lalu sebenarnya teknologi apa saja yang harus atau penting untuk dimiliki oleh sebuah call center? Tentu saja jawabannya tergantung pada banyak hal, yaitu apa tujuan call center, berapa besar ukurannya, channel apa saja yang digunakan (telepon, e-mail, chat, fax, dan lain-lain), serta lokasi dari call center tersebut. Sebuah call center bisa jadi kompleks dan secara teknis sangat canggih, atau hanya sederhana saja secara operasionalnya. Semuanya tergantung kebutuhan dari perusahaan.

Ada banyak teknologi, sistem, tools, dan aplikasi canggih yang bisa diadaptasi call center. Tantangannya adalah memilih teknologi yang tepat, mengimplementasikan dengan benar, lalu memaksimalkannya dari hari ke hari. Berikut adalah beberapa pilihan teknologi yang wajib dimiliki oleh call center saat ini:

Automatic Call Distributors dan/atau Dialers. Setiap call center memerlukan sebuah sistem untuk memproses panggilan dan interaksi lain seperti e-mail atau chat. Sebuah ACD (automatic call distributor) atau dialers adalah inti dari sistem call center. Semua aplikasi lain dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelengkap dan untuk mengembangkan performa dari ACD dan dialers.

Call center inbound menggunakan ACD untuk mengelola aliran panggilan masuk lalu mendistribusikannya ke bagian atau agen yang sesuai. Sementara call center outbound menggunakan dialer untuk melakukan dan menyelesaikan panggilan.

CRM Application/Call Center Servicing Application. Adalah teknologi kedua terpenting dalam call center. Para agen menggunakan servicing application untuk dapat merespons pelanggan menggali data, serta mencari hubungan dan value pelanggan bagi perusahaan. Kegunaan lain dari servicing application adalah untuk mendokumentasikan segala keluhan, isu, atau permintaan pelanggan, serta langkah-langkah yang dilakukan untuk menanganinya. Teknologi ini menciptakan suatu record akan semua interaksi yang terjadi, yang bisa diakses lagi ketika diperlukan saat ada pelanggan yang memerlukan bantuan.

Campaign Management System. Call center outbound memerlukan CMS (campaign management system) supaya pihak penelepon bisa tahu siapa yang hendak dihubungi. Teknologi CMS yang lebih canggih bahkan memungkinkan para agen bisa merekam respons dari setiap pelanggan.

Call Recording Systems. Semua call center untuk tujuan penjualan dan customer service (inbound maupun outbound) memerlukan sistem recording untuk mencatat semua interaksi yang ada, supaya mereka bisa mempelajari ulang jika ada pertanyaan, masalah atau keluhan terhadap interaksi yang terjadi. Beberapa perusahaan hanya mempunyai catatan mengenai panggilan, tetapi beberapa mempunyai catatan lengkap baik panggilan serta skema yang digunakan untuk melayani pelanggan. Beberapa sistem pencatat yang canggih mampu mencatat semua jenis interaksi—tidak hanya panggilan.

Interactive Voice Response Systems/Speech Recognition Systems. Ini adalah alat self-service untuk mengotomatiskan penanganan panggilan masuk pelanggan. Sistem IVR (interactive voice response) yang lebih maju sudah menggunakan teknologi speech recognition supaya pelanggan bisa langsung “berbicara” dengan IVR tanpa perlu menekan tombol telepon mereka dan dioper-oper ke bagian demi bagian. Sistem IVR dan speech recognition bisa membantu perusahaan menekan biaya dan sering kali mampu menangani 40–85 persen dari semua panggilan masuk secara otomatis.

Banyak industri yang sudah menerapkannya, seperti banking retail, kartu kredit, broker, asuransi, kesehatan, dan lain-lain. Beberapa perusahaan mengklaim bahwa IVR dan speech recognition mampu meningkatkan kualitas pelayanan karena sistem yang beroperasi secara otomatis ini mampu bekerja walaupun sedang tidak ada agen yang bertugas. Bahkan, kini semakin banyak call center outbound, khususnya mereka yang beroperasi untuk tujuan penjualan, yang mengadopsi sistem IVR ini untuk meningkatkan produktivitas.

Workforce Management Software. Teknologi ini digunakan untuk meramalkan jumlah panggilan atau jenis interaksi lain seperti e-mail dan chat. WFM (workforce management software) bisa membantu manajer call center dalam mengatur berapa jumlah agen yang optimal supaya bisa memenuhi kebutuhan perusahaan, dengan turut memperhitungkan waktu istirahat agen, training agen, rencana liburan, cuti, serta sakit. Perangkat lunak WFM bisa digunakan untuk menentukan jumlah agen yang harus dipekerjakan secara otomatis agar bisa menangani semua pelanggan yang ada.

Teknologi WFM ini cukup penting fungsinya bagi call center inbound yang mempunyai 100 atau lebih agen, atau call center yang lebih kecil tapi lebih kompleks, yang mengoperasikan dan/atau menangani banyak macam interaksi. Beberapa tahun terakhir, call center outbound juga sudah mulai menggunakan WFM.

Quality Management Applications. Teknologi ini digunakan untuk mengukur seberapa baik kinerja para agen call center dalam mematuhi segala kebijakan dan prosedur internal. Aplikasi semacam ini cukup penting untuk call center inbound karena mampu memberikan informasi bagaimana performa call center kepada pihak manajemen. Aplikasi QM (quality management) sudah mulai digunakan dan pada akhirnya akan menjadi cukup dibutuhkan juga untuk call center ourbound.

Computer Telephony Integration (CTI). Teknologi ini menghubungkan ACD ke aplikasi CMS. Pada tingkat yang paling dasar, teknologi ini menampilkan account pelanggan ke desktop agen ketika panggilan dilakukan. Ini bisa menghemat waktu si agen karena tidak perlu lagi mencari-cari informasi tentang pelanggan, serta menghilangkan kejengkelan dari pihak pelanggan karena tidak perlu lagi berulang-ulang menyebutkan identitas atau nomor account-nya. CTI adalah teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas di banyak call center.

Teknologi berikut, walaupun bukan benar-benar merupakan teknologi call center, tetapi tetap perlu untuk disebutkan karena bisa berfungsi untuk memindahkan segala interaksi yang terjadi di call center. Teknologi tersebut adalah Time Division Multiplexing (TDM) dan Internet Protocol (IP).

TDM adalah cara tradisional untuk memindahkan panggilan, dan IP akhir-akhir ini sudah menggantikan TDM sebagai mekanisme utama untuk memindahkan panggilan atau interaksi dalam call center. Teknologi IP mempunyai dua keuntungan. IP tidak peduli dengan apa yang ia pindahkan (apakah itu panggilan, e-mail, chat, atau fax) dan bisa diaplikasikan dengan biaya yang lebih hemat. IP lebih baik karena menggunakan jaringan data telekomunikasi standar daripada jaringan suara kuno yang didesain untuk komunikasi dengan sinyal analog.

Sistem dan teknologi yang disebutkan di atas dianggap penting dan ditemukan di kebanyakan call center. Tetapi, ada banyak solusi call center yang lain. Beberapa sudah tua dan beberapa masih relatif baru. Teknologi tersebut juga mampu menambah value bagi perusahaan dan pelanggannya.

Walaupun tidak dianggap terlalu penting, tetapi teknologi ini sering kali mampu meningkatkan return on investment (ROI). Sebut saja teknologi untuk menyurvei pelanggan, mengelola respons e-mail, speech analytics, mengelola web, serta knowledge management tools.

Call center adalah suatu operasi yang kompleks. Walaupun teknologi itu penting, tetapi agenlah yang tetap memegang peranan untuk menciptakan image perusahaan dan kesan dalam benak pelanggan. Merekalah kunci untuk me-retain dan memperkuat hubungan dengan pelanggan. Teknologi, hanya menjadi alat mereka! (Majalah MARKETING/Ivan Mulyadi)

Hendri Suhenda: Call Center Profesional Berbujet 5 Juta?

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Hendri Suhendra-Director PT. Jaring Synergi Mandiri
Hendri Suhendra-Director PT. Jaring Synergi Mandiri

Sekarang ini teknologi semakin murah. Oleh karenanya, perusahaan kecil menengah pun tidak perlu takut harus berinvestasi besar dalam membangun contact center.

Berbicara soal call center pada hakikatnya kita berbicara soal pelayanan. Call center merupakan “cermin” dari semakin tingginya kesadaran publik atas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Atau, bisa juga sebaliknya. Semakin tinggi demand masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, maka semakin tinggilah demand akan keberadaan call center.

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, posisi call center pun semakin penting sebagai ujung tombak perusahaan dalam melayani kebutuhan konsumen. Bahkan, potensi bisnisnya pun sangat luar biasa. Yang menarik, saat ini dengan pesatnya perkembangan teknologi, dimungkinkan menciptakan call center yang ideal dengan budget yang relatif terjangkau.

Jaring Synergi Mandiri (JSM) adalah salah satu perusahaan yang melayani kebutuhan call center yang “sesuai dompet” ini.  Menurut Hendri Suhenda dari JSM, saat ini pergerakan masyarakat pada umumnya menuntut pelayanan yang berkualitas. Itu terjadi di segala sektor kehidupan. Kalau dulu hanya di sektor swasta masyarakat bisa mendapatkan pelayanan berkualitas—karena sudah memberi sejumlah uang. Namun, kini di pemerintah daerah pun masyarakat menuntut pelayan serupa—karena merasa sudah membayar pajak. Jadi, kini pelayanan seperti halnya call center itu sudah berlaku untuk semua sector—juga setiap institusi.

Artinya, menurut Hendri, peranan call center saat ini semakin penting. Karena call center itu adalah cara individu, kelompok, atau institusi untuk melayani publik secara lebih transparan dan lebih cepat. Maklum saja, call center itu berfungsi memberikan bermacam-macam layanan. Bisa menjadi pusat informasi, pusat komplain, dan lain sebagainya. Sebenarnya potensi bisnis call center saat ini sangat luar biasa. Karena masyarakat sekarang ini semakin peduli akan pelayanan, pelakunya pun dituntut untuk lebih peduli. Jadi, seharusnya call center sudah menjadi standar pelayanan di setiap perusahaan.

“Kami di JSM, tidak lagi melihat dan menawarkan bisnis call center ini ke perusahaan-perusahaan besar saja. Itu bukan lagi zamannya. Dulu call center identik dengan perusahaan besar, di mana dalam membangun call center dibutuhkan investasi yang tidak sedikit. Namun kini, seiring pesatnya perkembangan teknologi dengan software development dan open source-nya, dapat diciptakan call center yang profesional dengan budget yang relatif terjangkau,” ungkap Hendri.

Saat ini, dengan Rp 20–30 juta, perusahaan sudah dapat membangun call center yang profesional. Bahkan, di PT JSM sudah ada layanan call center dengan harga “hanya” Rp 5 juta.

Sekalipun berbiaya murah, Hendri juga tetap mengingatkan bahwa teknologi ke depan jangan dilupakan oleh perusahaan. Pertama adalah perubahan call center menjadi contact center. Artinya, bukan lagi satu media, tapi multimedia. Pelanggan bisa menghubungi via telepon, SMS, e-mail, dan fax. Bahkan kalau lebih canggih lagi nanti, orang bisa melakukan kontak lewat Facebook, semua bisa melalui ponsel.

Yang kedua, call center menjadi sebuah ticket management system, di mana call center juga berfungsi sebagai ujung tombak perusahaan dalam merespons balik permasalahan yang dihadapi konsumen. Tentunya dengan back up teknologi yang canggih. Jadi, dengan adanya teknologi, organisasi diberi kemudahan untuk mampu me-manage call dan me-manage solusi.

Bisnis contact center murah ini diakui Hendri berpeluang besar. Paling tidak hal ini terlihat dari harga perangkat lunak yang semakin murah. Kalau dulu bisa bernilai ratusan juta, sekarang mulai dari Rp 5 juta sudah bisa didapatkan online report dan online ticketing. Jumlah agen satu orang sudah bisa menjalankan fungsi call center secara profesional.

JSM bahkan kini sudah mengarah pada pelayanan yang multimedia. “Semua klien kami sekarang sudah menggunakan multimedia. Semisal saja Honda. Di Honda pelayanannya bersifat total assistance. Solusi yang ditawarkan PT JSM ke klien semuanya sudah multimedia. Multimedia call center, multimedia ticketing,” kata Hendri.

Tentunya dalam membangun contact center, JSM bukan hanya meng-install teknologi. Sebelum memilih teknologi yang efisien, perusahaan perlu mengevaluasi terlebih dahulu business process yang ada.

“Setiap kali perusahaan memesan pembuatan layanan call center kepada kami, biasanya kami menanyakan terlebih dahulu business process yang ada di organisasinya. Bagaimana SOP-nya dalam me-manage komplain? Seperti apa kasus-kasus yang biasa muncul? Klasifikasinya seperti apa? Jadi, ketika suatu organisasi mengatakan ingin membuat layanan call center yang profesional, mereka juga akan menata organisasinya serapi mungkin. Karena, itu sebuah tuntutan,” imbuh Hendri.

Hendri menambahkan, agar contact center bisa sukses, teknologi canggih bukanlah ukuran utama. Faktor pertama adalah komitmen organisasi yang berdedikasi untuk melayani. Yang kedua, komitmen melayani ini juga diwujudkan dengan adanya struktur organisasi, SOP yang siap untuk menangani komplain apa pun, ataupun order yang ada dari call center tersebut. Setelah itu, baru kemudian berbicara tentang teknologi untuk membantu para agen dalam melayani. “Jadi, sebenarnya teknologi bukanlah hal yang utama,”sambung Hendri, menutup percakapan. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)

A Great Call Center Comes from The Heart

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Yuliana 01web
Yuliana Agung, MBA

“When the head and heart are working in cooperation… thought, word, and action are in harmony. This shows itself as integrity and authenticity, and where there is authenticity there is authentic power” (G. Ross Lawford, 2002).  Ini adalah sebuah ungkapan yang sangat-sangat benar. Melakukan suatu pekerjaan tidak hanya diperlukan kepala, tetapi juga diperlukan hati. Kita bisa mendapatkan orang-orang pandai, tetapi belum tentu kita bisa mendapatkan hatinya. Namun, ungkapan ini jangan dibalik, bukan berarti orang-orang tidak pandai dapat dibeli hatinya.  Maksud ungkapan ini, jika sudah mendapatkan orang-orang yang pandai, selanjutnya dapatkan hatinya.  You can buy “head, thought and word” bahkan  you can buy “action”, but you can’t buy heart.”

Kunci sukses membangun tim bukan terletak pada instruksi, percontohan, standar pekerjaan, pecut, dan hadiah, tetapi terletak pada seberapa mampunya seorang leader mendapatkan hati anak buahnya. Namun ada yang perlu dicatat, sebelum mendapatkan hati orang lain, seorang pemimpin harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa hatinya juga telah melekat dalam suatu konteks pekerjaan. Selebihnya adalah ketidakpuasan, demotivasi, dan keengganan berkarya yang bahkan bukannya tidak mungkin juga berujung pada sesuatu yang destruktif.

Kekecewaan profesi entah apa pun sebabnya, sering muncul sebagai biang keladi tingginya “turn over.” Oleh karenanya, kenyamanan bekerja lahir batin  merupakan sarana pertama untuk membetahkan hati dan mengaryakan diri mencapai tujuan perusahaan. Kenyamanan adalah kata kuncinya. Kenyamanan ini bukanlah artian fisik, tetapi lebih kepada artian batin.

Mengelola call center tidak hanya diperlukan strategi, tetapi juga diperlukan kesatuan hati seluruh tim. Call center mau tidak mau menjadi tempat bekerja yang sarat tuntutan kemampuan leadership, termasuk di dalamnya bagaimana memberikan empowerment, kenyamanan batin, rasa memiliki tinggi, dibalut dengan kedisiplinan luar biasa. Tekanan datang dari pelanggan secara langsung.  Apalagi, saat ini sudah terjadi tren baru di mana call center berubah fungsi menjadi “crisis center.”

Contoh jelas kasus pembobolan ATM yang baru lalu. Bagaimana jadinya jika perbankan yang kebobolan tidak dipersenjatai dengan call center yang efektif.  Di sinilah persoalannya. Bagi perusahaan yang reaktif, mereka akan ketinggalan.  Tetapi bagi perusahaan yang proaktif membangun call center, keberadaannya menjadi sangat strategis, terutama dalam membangun, mengelola, dan mendapatkan kembali citra perusahaan yang terancam.

Carre-CCSL tidak pernah berhenti bersama Majalah MARKETING terus-menerus memantau kinerja call center sepanjang semester dua setiap tahun, guna memacu semangat perusahaan untuk menjadi makin customer centric, makin memberikan solusi buat pelanggan. Call center tidak dapat dipungkiri lagi adalah saluran yang sangat efektif dan efisien.

Mari kita mendalami Call Center Best Practice di Asia, saya sebut OCBC Banking yang bermarkas di Singapura. Benar-benar menakjubkan, dikelola dengan sangat humanis jauh dari kesan robotik. Suara, intonasi, ketelatenan mengarahkan pengguna dengan instruksi-instruksi sederhana, jelas, disampaikan dengan paste—atau kecepatan yang pas, tidak lambat juga tidak terlalu cepat. Bukan hanya “pitch voice” saja yang membuat call center ini enak untuk digunakan, tetapi juga menu-menu instruksi yang senantiasa berempati pada berbagai kemampuan pelanggan.

Di OCBC, pelanggan dibimbing untuk dijadikan kontributor di dalam proses service delivery. Jika call center-nya saja sudah bisa seperti ini, bagaimana dengan pengelolaan face to face-nya?  Ini yang tergambar dalam benak setelah kenyamanan menggunakan call center ini makin membuat pelanggan ketagihan menggunakannya. Ada keramahan dan keinginan menuntaskan permasalahan pelanggan, juga diperoleh dari CSO yang menjawab panggilan pelanggan.

Call Center 2010: Saatnya Call Center Jadi Bagian Strategi Komunikasi

0
[Reading Time Estimation: 5 minutes]

cover inside 1webPenggunaan call center sebagai media untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan CRM (customer relationship management) kini dirasa kian penting. Layanan call center tak  hanya sebatas memberikan kemudahan bagi pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan. Namun, layanan ini sudah bisa digunakan sebagai pendongkrak revenue. Dengan kata lain, call center yang semula merupakan cost center kini diarahkan menjadi profit center. Bahkan, beberapa perusahaan yang fokus pada pemberian jasa yang sempurna bagi pelanggannya telah mentransformasi call center mereka menjadi contact center.

Dalam perkembangannya, call center sudah menjadi bagian dari strategi komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication—IMC). Berkembangnya teknologi telah memunculkan banyak media baru dalam berkomunikasi. Terlebih lagi, setelah adanya media elektronik—khususnya internet—yang telah memberikan peluang baru bagi layanan call center untuk mengefektifkan pembinaan hubungan dengan konsumen. Tren perkembangan teknologi ini membuat makin maraknya bisnis berpindah dari mass-marketing ke micro-marketing. Call center pun menjadi salah satu ujung tombak bagi terwujudnya komunikasi pemasaran terpadu.

Ada banyak hal yang melatari  kebutuhan suatu call center untuk mempunyai strategi yang efektif dan efisien, serta menjadi satu kesatuan dalam strategi perusahaan. Di antaranya:

–     Adanya persaingan bisnis yang ditandai dengan tuntutan konsumen terhadap layanan yang semakin tinggi, sehingga diperlukan pengembangan  proses pelayanan yang dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen. Ini harus merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi call center, serta proses pengembangan berkelanjutan.

–     Dalam era multimedia dan teknologi informasi yang berkembang pesat sekarang ini, aktivitas call center harus dapat diselaraskan dengan perkembangan tersebut. Termasuk didukung oleh alokasi, keahlian, dan tanggung jawab sumber daya manusia.

Tren seperti ini juga telah diingatkan oleh Hendri Suhenda, Direktur PT Jaringan Synergi Mandiri.  Menurutnya, perusahaan tidak boleh melupakan kemajuan teknologi ini. Artinya, saat ini bukan lagi satu media, tapi multimedia. Pelanggan bisa menghubungi via telepon, sms, e-mail, dan fax. Bahkan, kalau dimungkinkan bisa menggunakan jejaring sosial, seperti Facebook atau semua by mobile phone.

Secara umum, perkembangan call center didukung oleh ketersediaan jaringan telekomunikasi secara luas, di mana pada tahun 2009 lalu penggunaannya telah mencapai sekitar 130 juta—terdiri dari fixed-line dan nirkabel (CDMA maupun GSM). Pengguna internet mencapai lebih dari 30 juta, serta 13 jutaan pengguna jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Perkembangan ini tentunya membuka peluang bagi perusahaan untuk memanfaatkan jaringan tersebut bagi penyediaan interaksi yang luas, murah, dan cepat, dengan pelayanan dan transaksi bisnis tersentralisasi.

Ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan dalam membangun call center, yaitu sistem, orang, dan teknologi. Keefektifan sistem yang diaplikasikan harus dibuat sederhana dan mencakup keragaman kebutuhan serta keinginan pelanggan. Sistem dan prosedur yang berbelit-belit akan melemahkan konsep call center yang menawarkan kepraktisan dan kecepatan.

Orang call center merupakan para customer service representative (CSR) yang melayani dan berkomunikasi langsung dengan pelanggan. Kemampuan interpersonal dan intrapersonal para CSR sangat menentukan. Berkomunikasi melalui telepon memerlukan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan komunikasi tatap muka. Sebab itu, perusahaan dituntut menempatkan para CSR yang terampil dalam melayani pelanggan.

Teknologi adalah komitmen perusahaan terhadap call center. Teknologi dan besarnya investasi yang dilakukan sangat bergantung kepada visi perusahaan dalam membangun call centernya. Apakah call center hanya digunakan sebagai sarana pendukung atau sebagai delivery channel dan image center?

Ketiga hal itu pula yang dijadikan patokan dalam pengukuran Call Center Service Excellence Index (CCSEI) yang setiap tahun dilakukan CCSL (Carre-Center for Customer Satisfaction and Loyalty) bekerja sama dengan Majalah MARKETING. Tahun ini merupakan tahun keenam di mana kedua lembaga tersebut menggelar CCSEI. Penilaian terhadap performa call center ini didasarkan pada tiga kontak layanan, yaitu akses yang berkaitan dengan teknologi, sistem, dan prosedur yang berkaitan dengan konsistensi standar layanan, serta sumber daya manusia yang berkaitan dengan soft skill maupun hard skill.

Metodologi yang dilakukan dalam riset tahun ini pada dasarnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Riset dilakukan selama enam bulan dengan cara mystery calling. Hanya saja yang tahun lalu setiap call center dihubungi empat kali dalam sebulan, tahun menjadi lima kali sebulan, sehingga selama enam bulan setiap call center dihubungi sebanyak 30 kali. Dari sisi penetapan batas minimum indeks untuk melihat kinerja call center terbaik, angka indeks yang diraih call center haruslah di atas rata-rata indeks industri, serta harus meraih indeks di atas 70.000.

Hasil riset tahun ini menunjukkan rata-rata indeks di industri perbankan masih paling tinggi dengan pencapaian 81.155. Angka ini meningkat dibanding tahun lalu yang meraih indeks 80.691. Berikutnya adalah kartu kredit dengan pencapaian indeks sebesar 81.042, diikuti oleh telekomunikasi yang meraih rata-rata indeks 80.120, asuransi mobil dengan rata-rata 78.264, dan elektronik sebesar 78.124. Sementara, indeks rata-rata industri mobile phone merupakan yang terendah, yakni sebesar 70.315.

Secara keseluruhan, hampir semua industri mengalami kenaikan indeks. Hanya mobile phone yang tahun ini indeksnya justru menurun cukup tajam—dari  78.318 pada tahun 2009 menjadi hanya 70.315 pada tahun 2010. Penurunan ini bisa saja dimungkinkan karena melonjaknya pengguna hand phone yang belum diantisipasi secara maksimal oleh perusahaan, khususnya dalam hal SDM dan standar layanan. Ini terlihat dari indeks SDM dan prosedur yang turun cukup tajam.

Mengalami Transformasi Fungsi

Di industri perbankan maupun kartu kredit, PermataTel masih menunjukkan kejawaraanya sebagai call center terbaik. Keberhasilan PermataTel dalam mempertahankan prestasinya memang tidak terlepas dari kepiawaian PermataBank dalam mengelola ketiga hal utama, yaitu SDM, sistem, dan teknologi. Ketiga hal ini terintegrasi dalam menciptakan kualitas layanan PermataTel.

Seiring dengan perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat, kini arah layanan PermataTel juga sudah mengalami transformasi dari servis ke sales. Dari semula yang hanya memberikan layanan bersifat service oriented, kini PermataTel juga merupakan saluran penjualan yang efektif. Dalam perkembangannya, PermataTel akan menjadi salah satu perangkat yang mendukung kegiatan marketing. Peranannya sebagai bagian dari strategi pemasaran terpadu semakin terlihat sesuai dengan perubahan fungsi PermataTel.

Sebagai peraih predikat excellence untuk layanan call center, PT Indosat Mega Media (IM2) juga melihat Contact Center IM2 tidak dikembangkan hanya sebatas dalam layanan pelanggan saja, tapi bisa dijadikan sebagai bagian dari strategi komunikasi pemasaran terpadu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Indy Retnani, Customer Service Manager PT Indosat Mega Media, Contact Center IM2 memiliki media komunikasi yang sangat lengkap. Yakni, sms, call, e-mail, chat, situs web interaktif, dan jejaring sosial Facebook. “Bahkan, bisa dibilang IM2 Contact Center merupakan media utama dalam IMC,” tambah Indy.

Mulainya dirintis sebagai bagian dari strategi IMC juga telah dilakukan pada layanan contact center AstraWorld. Meski masih terbatas, layanan ini setidaknya  bisa memberikan bantuan dalam sales campaign. AstraWorld sedikit demi sedikit juga sudah mulai mengarah menjadi profit center. Selain menerima call atau inbound, mereka juga melakukan outbound atau telepon keluar. Arahnya sudah menuju sales, survei, dan memberikan ucapan selamat pada pelanggan AstraWorld. Namun, layanan ini tidak melakukan penjualan. Hanya mendukung aktivitas sales.

Kendati belum mengarah pada profit center, sekarang ini pengembangan Call Center 123 PLN tidak saja sebagai jembatan komunikasi yang menerima segala macam keluhan. Akan tetapi, layanan ini juga mulai menambah fungsinya, seperti menerima dan menyelesaikan pengajuan penambahan daya. Maksimal penambahan daya yang bisa dilayani Call Center 123 PLN hingga 4.400 VA.

Sejalan dengan perkembangan internet, tahun 2010 ini, PLN DisJaya dan Tangerang berupaya menambah media baru di Call Center 123. Rencananya, sebuah situs web interaktif bisa diluncurkan tahun ini untuk menambah saluran komunikasi baru guna meningkatkan pelayanan.

Perkembangan call center memang tidak terlepas dari dinamika masyarakat yang semakin tinggi tuntutannya. Masyarakat yang semakin mobile menuntut pelayanan yang tidak berbelit-belit dan dapat terlayani di mana pun mereka berada. Itulah sebabnya, call center dibutuhkan sebagai sarana untuk menjembatani hubungan perusahaan dengan pelanggan yang memiliki mobilitas tinggi.

Berkembangnya teknologi memang harus diikuti. Namun, kecanggihan teknologi yang dimiliki bukan ukuran utama keberhasilan sebuah call center. Menurut Hendri, faktor pertama adalah komitmen organisasi yang berdedikasi untuk melayani. Yang kedua, komitmen melayani ini juga diwujudkan dengan adanya struktur organisasi, standar operasional (SOP) yang siap untuk mengelola apa pun, seperti komplain maupun order yang ada dari call center tersebut.  Selanjutnya baru berbicara tentang teknologi untuk membantu para agen dalam melayani.

Wardhani Soejono, Presiden Direktur PT Vads Indonesia, juga menegaskan  ada tiga bagian pokok dalam contact center, yakni sumber daya manusia, proses, dan teknologi. Dan semuanya itu harus padu. (MAjalah MARKETING/Anang Ghozali)

Ruth Amelia: Susahnya Bahasa Jawa

1
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Ruth Amelia
Ruth Amelia

Belajar bahasa memang gampang-gampang susah. Butuh ketekunan dan komitmen tersendiri. Termasuk belajar bahasa Jawa. Mengingat bahasa daerah ini berbeda dari bahasa daerah lain lantaran mempunyai beberapa tingkatan. Inilah yang diamini Ruth Amelia—PR Manager PT Air Mancur. Perempuan berdarah Batak ini mau tak mau kudu belajar bahasa Jawa mengingat dia harus berkomunikasi dengan para bakul jamu—khususnya ibu-ibu bakul jamu gendong yang sebagian besar berasal dari Jawa.

“Sebagai PR, saya harus mampu berkomunikasi dengan para pelanggan. Sebagian pelanggan Air Mancur masih berbahasa daerah. Belajar bahasa ini jadi salah satu tugas pendukung saya,” katanya.

Ruth mempunyai pengalaman tak terlupakan terkait dengan bahasa ini. Pada tahun 2004, Ruth didaulat untuk menyiapkan gathering para bakul jamu gendong sebagai bentuk edukasi Air Mancur. “Saat itu, saya mencoba berbahasa Jawa. Tapi, banyak orang tertawa karena ada kata-kata yang salah. Ditambah aksen Batak saya masih kuat sehingga ucapannya terdengar lucu. Pengalaman ini membuat saya belajar bahasa Jawa lebih rajin lagi. Sekarang, sudah 90 persen saya menguasainya,” kata perempuan kelahiran 24 September 1972 ini.

Ruth Amelia bergabung dengan perusahaan jamu Air Mancur pada tahun 2003. Menjadi “juru bicara” para bakul jamu pun sudah ia lakoni sejak lama. Sebelum bergabung dengan Air Mancur, ia sudah dipercaya sebagai PR asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu (GPJ). “Saya sudah cukup khatam dengan jamu. Minum jamu pun sudah saya gemari sejak SMP. Bergaul dengan para bakul jamu seperti sekarang ini membuat saya tambah cinta dengan jamu,” kata pehobi jalan-jalan ini.

Belakangan ini, Ruth sibuk menggenjot komunikasi ke pasar anak muda. Ruth bermimpi jamu Air Mancur populer di kalangan orang muda mengingat ada anggapan jamu itu rasanya pahit dan terkesan kuno. (Majalah MARKETING/Sigit Kurniawan)

Indayati Oetomo: Wanita Harus Berani Belajar

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Indayati Oetomo
Indayati Oetomo

Menjadi wanita karir tidaklah mudah. Untuk itu, seorang wanita harus bisa mandiri, berdaya juang tinggi dan tidak mudah menyerah. Inilah yang dialami oleh Indayati Oetomo, International Director John Robert Powers. Selama menjalani  karirnya, Indayati selalu berusaha mendapatkan yang terbaik dan tak mudah putus asa. “Saya berasal  dari keluarga sederhana, sehingga saya sejak kecil tertantang untuk hidup mandiri dan tak mudah menyerah,” tutur Indayati.

Wanita kelahiran Surabaya ini mengawali karirnya di bidang marketing. Setelah lulus, Indayati langsung berkecimpung sebagai marketer buku-buku ensiklopedi. Lalu berlanjut di perusahaan distributor makanan dan minuman. Indayati yakin, sebagai marketer andal, seseorang harus punya rasa percaya diri yang tinggi. “Marketer tak boleh malu dan harus tahan banting.  Saya sangat senang bergaul dan membangun networking. Percaya diri dan bergaul adalah dua faktor utama keberhasilan seorang marketer,”  ujar Indayati.

Melalui kesederhanaannya, wanita yang pernah mendapatkan Asean Development Citra Award 2004-2005 ini, selalu belajar untuk bekerja keras, tak pernah menyerah, dan menjadi yang terbaik. Hal-hal tersebut sudah menjadi habitus Indayati sejak ia kecil. Bahkan, sampai saat ini, menjadi yang terbaik selalu dia cerminkan dalam John Robert Powers, sehingga harus beda dari konsultan yang lain. “Saya menyukai hal yang berbeda akan lebih eye catching dibandingkan apabila saya sama dengan yang lain,” tutur Indayati.

Indayati juga memberikan pesan kepada kaum wanita di Indonesia supaya tak terlalu senang dimanjakan karena perempuan tidak identik dengan kemudahan. Menurutnya, wanita  harus bisa memberikan kontribusi bagi keluarga, lingkungan, dan masyarakat. “Wanita harus bisa menjadi kontributor ide bagi anak, suaminya, dan lingkungannya. Oleh karena itu, kaum wanita harus berani untuk belajar,” pungkasnya. (Majalah MARKETING/Leonardus Meta Noven)

Iwan Notowidigdo: Mem-branding UOB Buana

1
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
IWAN NOTOWIDIGDO
IWAN NOTOWIDIGDO

Saat ini, gaya hidup masyarakat modern semakin mengarah pada kepraktisan. Sebab itu, kenyamanan menjadi suatu hal yang sangat penting. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran. Setiap tahun, perkembangannya begitu cepat sehingga terkadang menjadi tantangan sendiri bagi para pemainnya.  Salah satunya, Iwan Notowidigdo, Kepala Divisi Unsecured Business PT Bank UOB Buana.

“Saya mulai bergabung dengan UOB Buana sejak tahun 2007.  Alasan saya tertarik dengan UOB Buana karena waktu itu baru masuk ke Indonesia. Di mana UOB Buana mengakuisisi Bank Buana,” ungkap Iwan. Ketika disinggung kondisi bisnis Bank Buana sebelum dirinya masuk, Iwan enggan menceritakan. Namun, diperkirakan Iwan, saat itu Bank Buana tengah mengatur manajemen Bank Buana.

Diakuinya, tantangan yang pernah dilewatinya adalah mengganti nama Bank Buana menjadi UOB Buana. Di mana, ia dan timnya melakukan edukasi dan sosialisasi dengan menggunakan produk kartu kredit. “Dalam setahun nama UOB Buana sudah bisa diterima konsumen dan mendapat respons positif. Selanjutnya, tantangan yang saya hadapi adalah membesarkan market dari UOB Buana itu sendiri. Tidak hanya ke arah pertumbuhan yang sehat. Namun juga bisa memberikan kontribusi sebesar 15 persen,” ungkap pria kelahiran 10 Oktober 1965 ini.

Kini, pria yang sudah 20 tahun malang-melintang di bidang perbankan ini tengah mensukseskan peluncuran kartu kredit UOB ONE Card. “Industri kartu kredit di Indonesia sangat kompetitif. Sehingga, untuk membedakannya, UOB Buana meluncurkan kartu multifungsi yang didesain untuk memenuhi beragam kebutuhan dan gaya hidup dinamis dari para penggunanya,” ujar pehobi olahraga fitness ini. (Majalah MARKETING/Fisamawati)

Derrick Surya: Strategi Mesti Realistis

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
deric surya
deric surya

Marketing adalah sebuah art, sebuah karya seni yang menggabungkan logika dengan emosi. Dalam hal strategi marketing, mestinya kita berada pada posisi yang pas. Artinya, kita tidak over promise dan juga tidak under promise.

Demikian diungkapkan Derrick Surya, Marketing Manager PT Topindo Atlas Asia, distributor utama oli terkenal asal Amerika Serikat bermerek TOP 1. Menurut lajang jebolan FE UI ini, posisi pas yang dimaksud adalah bahwa strategi marketing yang dijalankan itu mesti realistis.

“Persepsi orang kan beda-beda. Ada yang bilang produknya bagus, ada yang bilang tidak. Memang tidak bisa memuaskan semua pihak, tapi sebagian besar persepsi itu harus kita bentuk,” Derrick menjelaskan.

Di usia yang terbilang masih cukup muda, sederet prestasi sebagai seorang marketer telah ia raih. Terakhir, produk yang ditanganinya (oli TOP 1) meraih penghargaan TOP Brand Award 2010 dalam kategori pelumas. Belum lagi beberapa proyek yang sedang digarapnya terbilang cukup fenomenal bagi pemuda kelahiran Desember 1979 ini.

Pehobi travelling dan juga otomotif ini kemudian mengungkapkan, sebuah produk harus dilihat dari segi kualitasnya. Dituturkan, di TOP 1 dikenal istilah honest marketing, kejujuran dalam menjaga “3Q”, yaitu quality, quality, dan quality.

Lebih lanjut Derrick mengungkapkan, Indonesia termasuk negara yang penduduknya memiliki nilai-nilai budaya dan religius cukup tinggi. Maka dari itu, strategi marketingnya juga mesti make sense, dalam arti marketer harus bisa menjelaskan yang sifatnya psikografis ataupun etnografis kepada masyarakat.

Nah itu juga, kenapa saya bilang di-combine dengan art. Kadang-kadang yang terlalu logis pun kalau tidak di-combine dengan art, itu bisa tidak masuk di masyarakat atau konsumen,” tandas Derrick. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)


Tetap Bersaing di Negeri Seberang

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

madurasawebEkspansi Madurasa di pasar global semakin besar. Kesuksesan di negeri sendiri membuat merek besutan PT Air Mancur ini optimistis menggarap pasar global.

Pasar madu dalam kemasan memang manis seperti madu. Hal ini dialami oleh Madurasa—merek madu kemasan keluaran PT Air Mancur. Selain berjaya di pasar domestik, Madurasa pun mampu bersaing di pasar global. Bendera Madurasa sudah mulai berkibar di kancah global sejak lima tahun terakhir bersama produk lain keluaran perusahaan jamu yang berdiri sejak tahun 1963 ini. Madurasa sudah merangsek ke pasar ekspor, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Taiwan, Saudi Arabia, Dubai, Hong Kong, dan Nigeria.

“Ekspor Madurasa dilakukan bersamaan dengan produk-produk Air Mancur lainnya, khususnya jamu. Kami tetap menggunakan merek Madurasa di pasar negara-negara tujuan. Salah satu yang membuat kami optimistis di pasar ekspor lantaran kesuksesan kami di pasar domestik dalam menggarap pasar madu dalam kemasan,” cetus Ign. Novianto, Creative & Product Manager PT Air Mancur.

Bagi Novianto, memasarkan produk ke luar negeri bukanlah perkara mudah. Para pemilik merek kudu mempersiapkan berbagai infrastruktur secara optimal. Apalagi regulasi di setiap negara tujuan berbeda. Yang pasti survei pasar menjadi langkah yang tak boleh dilewatkan begitu saja. “Riset pasar negara tujuan sangat penting. Bila ada tawaran pemasaran di sana, kami tidak langsung menerima. Kami melakukan cek pasar dulu melalui tim kami. Prospek tidaknya pasar menjadi kriteria utama kami dalam memilih negara tujuan,” katanya.

Penyesuaian dengan kondisi pasar setempat pun dilakukan. Baik dari sisi kemasan maupun pola komunikasinya. Di pasar Malaysia, misalnya, komunikasi kemasan Madurasa dilakukan dengan bahasa setempat meskipun masih satu rumpun. Madurasa pun harus didaftarkan pada sebuah lembaga semacam Badan POM di Negeri Jiran itu. Sementara, untuk pasar Arab dan lainnya, Madurasa tetap memakai komunikasi kemasan yang sama dengan pasar domestik.

“Untuk pasar Arab maupun Nigeria kami tidak punya komunikasi khusus. Mengingat ada agen yang langsung memasarkan produk di negara tersebut. Termasuk para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sana. Secara tidak langsung mereka turut mempromosikan produk kami di sana,” imbuh Novianto.

Secara umum tidak ada penyesuaian tajam. Asalkan sudah memenuhi syarat registrasi, jaminan kualitas, maupun stabilitas, produk layak dipasarkan di negara lain. Kemasannya pun didominasi kemasan sachet seperti di pasar domestik. Termasuk varian rasanya juga sama, seperti jeruk, stroberi, maupun anggur.

Pasar terbesar Madurasa saat ini masih dipegang oleh Malaysia. Di sana, menurut Novianto, Madurasa termasuk merek yang memimpin pasar. Untuk mengelola pasar yang sedemikian besar, Air Mancur tidak segan-segan membuka kantor perwakilan di sana. Namun, tidak di semua negara, Air Mancur mendirikan kantor perwakilannya. Hal ini mengingat kondisi pasar dan keterbatasan biaya. “Saking besar pasar Malaysia, tantangan konkret yang kami hadapi di sana adalah pemalsuan. Tapi, kami cukup gesit menyikapi ini. Kami yakin kandungan Madurasa susah dipalsukan. Pasar pun akan menilai sendiri mana yang asli dan mana yang palsu,” kata Novianto.

Edukasi pasar dilakukan dengan melihat kondisi pasar negara bersangkutan. Edukasi, menurut Novianto, berjalan seiring dengan proses pendistribusian. Distribusi dilakukan oleh agen Air Mancur Internasional—seperti di Malaysia— maupun agen-agen dan distributor lokal yang bermitra dengan Air Mancur. Dengan bantuan tangan para distributor ini, Madurasa mampu dipasarkan dalam jangkauan luas—dari ritel modern sampai pasar tradisional, maupun dari pusat kota sampai pelosok.

Di Malaysia, Madurasa bermain di arena above the line dengan memasang iklan-iklan di media cetak. Di negara lain, Madurasa aktif berpartisipasi dalam program pameran dan eksebisi meskipun tidak berkomunikasi dengan konsumen langsung.

Di Arab Saudi, edukasi madu jauh lebih gampang dilakukan mengingat madu sudah digemari masyarakatnya sejak lama. Di sana, sudah dikenal madu kurma. Mengingat pasar madu sudah berkembang di sana, Madurasa tetap tidak gentar menggarapnya. “Strategi kemasan praktis dalam bentuk sachet cukup efektif. Ini yang membedakannya. Kemasan ini pun membuat produk hiegienis dan khasiatnya tetap bisa dipertahankan. Kami berterima kasih pada para tenaga kerja Indonesia di sana karena turut mengedukasi pasar,” imbuh Novianto.

Strategi harga yang diterapkan juga disesuaikan dengan kondisi pasar di tiap negara. Hal ini juga membuka persaingan dengan merek-merek lain. Novianto melihat pemain-pemain lain menjadi salah satu entry barrier dalam memasarkan Madurasa. “Kompetitor tak kalah sengit berebut pasar. Tapi, kami yakin kesuksesan di pasar Indonesia membuat kami percaya diri. Produk kami pun akan diakui oleh pasar luar negeri sebagai produk berkualitas dan berkhasiat selain kemasan praktisnya,” tandasnya.

Pasar ekspor ini memberi kontribusi sekitar 10 persen. Tentu saja, kontribusi terbesar datang dari Malaysia. Pertumbuhannya pun tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan di pasar domestik, yakni 10–15 persen per tahun. Asal tahu saja, pasar madu kemasan dalam negeri sendiri masih terbentang lebar. Madurasa pun terus melebarkan pasarnya dengan meluaskan jangkauan distribusi yang saat ini 70 persen ada di Jawa-Bali. Produksinya pada tahun lalu mencapai ¾ juta lusin per tahun.

Pada tahun ini, Air Mancur terus menggejot pertumbuhan di masing-masing negara. Termasuk membuka pasar baru. Salah satunya yang sedang digarap adalah Jepang. Jepang, menurut Novianto, merupakan negara yang paling susah ditembus mengingat regulasinya yang sangat ketat. “Pasar Jepang kami nilai sangat potensial. Saat ini, kami sedang dalam proses menyelesaikan syarat-syarat administrasi sesuai regulasi yang berlaku,” kata Novianto. (Majalah MARKETING/Sigit Kurniawan)

Bukan hanya Keahlian dan Bakat

1
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

shutterstock_20948038webJoko adalah seorang profesional yang mempunyai bakat dan keahlian hebat dalam bidangnya. Kebetulan saat itu perusahaan tempat Joko bekerja baru mendapat proyek yang sangat memerlukan keahliannya. Tambahan lagi, proyek tersebut mempunyai deadline yang sangat ketat. Joko sedang menunggu-nunggu kapan ia dipanggil Bos untuk segera mengerjakan proyek tersebut. Tetapi, apa yang terjadi? Bos ternyata memanggil seorang tenaga freelance dari luar dan segera menyetujui kontrak dengan orang tersebut. Mengapa demikian?

Banyak orang percaya bahwa untuk maju dan sukses dalam karier, kita harus memiliki keahlian dan kemampuan terbaik. Tetapi, banyak orang yang pintar dan ahli ternyata tidak sukses dalam kariernya. Mengapa demikian? Pertanyaan yang sama dengan alinea pertama di atas. Jawabannya sangat sederhana. Karena kemampuan saja tidaklah cukup tanpa disertai dengan “kepercayaan dan kehandalan”.

Di zaman yang penuh dengan ketidakpastian, semua orang mencari seseorang yang memenuhi dua kriteria berikut: dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Jika perusahaan atau seorang individu memerlukan tenaga untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, kebanyakan dari mereka akan bertanya:

“Siapa yang bisa dipercaya?”

“Siapa yang bisa diandalkan?”

Orang sepintar dan sehebat apapun biasanya tidak akan terpakai jika tidak bisa memenuhi dua pertanyaan tersebut dengan jawaban “iya”. Tips-tips berikut di bawah ini, bila diterapkan, akan mampu membuat diri Anda dengan cepat mendapat kepercayaan dari orang lain. Lalu mereka akan dengan senang hati mengatakan, “Jangan kuatir, dia orangnya bisa diandalkan.”

Tepat Waktu

Dalam setiap bisnis, waktu adalah faktor yang paling krusial. Lima menit saja bisa berarti banyak—karena banyak orang benci menunggu, walaupun cuma lima menit. Tepat waktu adalah salah satu sifat dan kebiasaan seseorang yang bisa menghasilkan kepercayaan instan dari orang lain. Orang yang memakai arloji tetapi selalu terlambat adalah orang yang tidak mampu membeli baterai untuk arlojinya. Jika Anda mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, maka Anda sudah memenuhi syarat pertama untuk bisa dipercaya dan dapat diandalkan.

Sesuaikan Perbuatan dengan Perkataan

Kualitas dari seseorang adalah hanya dari apa yang ia perbuat dan apa yang ia katakan. Jika perbuatan tidak sesuai dengan perkataan, maka kepercayaan dan keandalan hanyalah omong kosong. Orang yang terlalu banyak bicara dan janji kebanyakan adalah orang yang tidak bisa menepati janjinya. Sebaliknya, orang yang berbuat dan memberi lebih banyak daripada omongan dan janjinya adalah orang yang bisa dipercaya dan bisa diandalkan.

Jangan Mudah Dialihkan

Dengan adanya begitu banyak gangguan pada zaman sekarang, sangat sulit untuk bisa mengerjakan dan menyelesaikan segala sesuatu. Pernahkah Anda melirik ke arah sekretaris yang lewat ketika Bos sedang berbicara serius? Atau, Anda tiba-tiba sibuk menulis status di Facebook ketika sedang menerima telepon penting dari klien? Hal-hal tersebut mungkin lebih mudah diatasi. Tetapi, bagaimana jika gangguan datang dari sesama rekan kerja yang suaranya seperti kaleng rombeng, atau suka memutar musik keras-keras di saat suasana kerja?

Orang yang bisa dipercaya dan bisa diandalkan tidak akan mudah terganggu dan tidak mudah dialihkan perhatiannya. Orang yang senang bercanda sekalipun, harus mampu membedakan mana situasi bercanda dan mana situasi serius. Orang yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan adalah mereka yang fokus dan bisa mengatur prioritas pada hal yang ia kerjakan.

Jangan Banyak Alasan

“Maaf, anjing saya memakan telepon genggam saya, sehingga saya tidak bisa menelepon klien Anda.” Begitu banyak orang yang sangat ahli dalam membuat alasan. Dalam beberapa situasi dan kondisi, alasan yang Anda berikan mungkin masih bisa diterima. Tetapi, bila sudah terlalu sering dan berlebihan, orang lain akan menganggap Anda hanya mengada-ada.

Setiap alasan yang diberikan pun tetap harus ada follow-up-nya. “Maaf, anjing saya memakan telepon genggam saya. Tapi, saya sudah membeli yang baru dan akan menelepon klien Anda sekarang juga.” Jika terpaksa harus memberi alasan, maka Anda harus berusaha sebaik mungkin untuk memberikan kompensasinya. “Maaf, saya harus pergi keluar kota besok pagi, tetapi saya bisa datang dan menyelesaikannya malam ini juga.”

Orang yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan selalu berusaha meminimalkan alasan, dan bukan melebih-lebihkannya.

Bertanggung Jawab

Orang yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan adalah orang yang bertanggung jawab. Seberat atau seringan apa pun tugas yang diberikan, Anda mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Jika berat tugas yang diberikan, jangan buat terlalu banyak alasan. Sebaliknya, jika tugas yang diberikan ringan, jangan anggap enteng.

Jika seseorang menyerahkan pekerjaan, itu berarti Anda telah diberikan kepercayaan untuk menyelesaikannya. Sebelum menerima suatu tugas, sudah seharusnya Anda menimbangnya terlebih dahulu. Apakah bisa diselesaikan? Apakah bisa diselesaikan tepat waktu? Jika merasa tidak mampu menyelesaikannya, lebih baik katakan secepatnya dan cari cara bagaimana atau siapa yang bisa menyelesaikannya.

Jika suatu tugas sudah diberikan kepada Anda, janganlah mengoper tanggung jawab, sekalipun tugas tersebut didelegasikan ke orang lain. Boleh jadi, tugas Anda tersebut dikerjakan oleh orang lain. Tetapi jika ada yang tidak beres, Andalah yang tetap harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Pekerjaan bisa dialihkan, tetapi tidak demikian dengan tanggung jawab.

Dapatkan Sebanyak Mungkin Referensi

Tak ada yang lebih meyakinkan daripada referensi yang berasal dari seseorang yang mempunyai reputasi baik tentang betapa hebat dan andalnya Anda. Jika ada seorang yang reputasinya baik berbicara tentang Anda yang bisa dipercaya dan bisa diandalkan, orang lain pun akan langsung mempunyai anggapan yang sama.

Sebaliknya, jika Anda menganggap diri sendiri sebagai orang yang terpercaya dan bisa diandalkan, coba sebutkan beberapa nama yang mempunyai anggapan serupa. Jika tidak ada, anggapan tersebut hanyalah omong kosong.

Selesaikan Semua yang Sudah Dimulai

Orang yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan adalah orang yang menyelesaikan semua hal yang sudah ia mulai. Seseorang bisa saja memulai banyak hal dan mengerjakan banyak pekerjaan. Tetapi, apakah semuanya bisa ia selesaikan? Lebih baik mengambil dan menyelesaikan satu pekerjaan daripada mengerjakan 10 pekerjaan, tapi tidak ada yang selesai. Finish what you start.

“Orang yang bisa dipercaya adalah orang yang bisa diandalkan. Sebaliknya juga demikian.” (Majalah MARKETING/Ivan Mulyadi)

Memiliki Hotel Sebagai Investasi

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Aston Bogor Hotel & Resort
Aston Bogor Hotel & Resort

Banyak cara dilakukan orang untuk berinvestasi. Namun, lewat proyek Aston Bogor Hotel & Resort persembahan dari PT Graha Andrasentra Propertindo – Bogor Nirwana Residence (BNR), konsumen memiliki pilihan terbaik untuk berinvestasi.

Sebagai sebuah wilayah hinterland, Bogor dalam sejarahnya merupakan destinasi wisata favorit bagi warga sekitarnya. Sejak zaman kolonial dulu, berwisata ke kota Bogor, sejatinya bukanlah merupakan aktivitas baru bagi sebagian besar warga yang tinggal di wilayah Jabodetabek.

Namun seiring perkembangan zaman, Bogor tak lagi hanya merupakan tujuan wisata keluarga dan kerabat. Kini, Kota Hujan ini mulai terkenal sebagai tempat meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE). Hal itu yang membuat hotel-hotel berbintang di Bogor, khususnya yang berfasilitas MICE, mempunyai tingkat hunian cukup tinggi. Maklum, jumlahnya tak banyak. Namun, permintaan dari masyarakat cukup tinggi. Potensi pasar yang gemuk inilah yang mendorong PT Bakrieland membangun sebuah fasilitas akomodasi wisata sejenis di dalam Bogor Nirwana Residence (BNR), berupa Aston Bogor Hotel & Resort.

Jo Eddy Raspati, Chief Marketing Officer Bogor Nirwana Residence (BNR), mengungkapkan konsep yang ditawarkan Aston Bogor Hotel & Resort kepada konsumen adalah Hotel Resort. Pengembang menghadirkan hotel dengan kawasan terintegrasi mulai dari area komersial, mal, serta The Jungle Water Park Adventure.

“Nantinya juga didukung padang golf dan tentunya view yang sangat indah dengan udara yang sejuk. Lokasinya juga tidak jauh dari kota Bogor,” ujar Jo Eddy berpromosi.

Berlokasi di Jalan Dreded-Pahlawan, Aston Bogor Hotel & Resort bukan sekadar hotel biasa. Aston Bogor adalah sebuah “condotel”, alias apartemen strata title dengan fasilitas dan pengelolaan layaknya sebuah hotel. Berdiri di atas lahan 3,8 hektar, hotel ini memiliki empat masa bangunan dengan ketinggian lima dan enam lantai. Peletakannya dibuat sedemikian rupa sehingga setiap unit memiliki view beragam, mulai dari puncak Gunung Salak, Gunung Pangrango, persawahan, dan sungai.

Yang menarik, berbeda dengan produk properti pada umumnya, Aston Bogor Hotel & Resort bisa dimiliki oleh konsumen. Beberapa ketentuan yang diatur lewat kesepakatan antara pengembang dengan konsumen harus dipenuhi sebagai persyaratan kepemilikannya.

Jo Eddy menjelaskan, kesepakatan yang dimaksud adalah kerja sama antara konsumen dan pengembang dengan sistem profit sharing. Pengembang memberikan dua tahun pertama guarantee yield sebesar 8–10 persen (tergantung cara pembayaran) yang dipotong dari uang muka pembayaran/pembelian unit condotel.

Agak rumit memang. Namun, ditekankan Jo Eddy, pihaknya selalu mengomunikasikan perihal kerja sama ini sedari awal kepada calon konsumen. Konsumen diberi informasi mengenai keuntungan yang didapat bila dibandingkan dengan berinvestasi melalui deposito. Disampaikan pula perhitungan detail mengenai tingkat hunian tiga tahun ke depan—yang tentunya berinvestasi di tempat ini akan sangat menjanjikan.

“Belum lagi, hotel ini juga dioperasikan oleh Aston International yang kredibilitas dan eksistensinya sudah sangat teruji,” katanya menegaskan.

Perihal harga, ditawarkan mulai dari Rp 550 juta—belum termasuk pajak-pajak, biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) yang menurut aturan pemerintah besarnya 5 persen (pembeli dan penjual dikenakan biaya ini), biaya balik nama, serta PPN barang mewah.

Total unit yang ditawarkan di Tower C adalah 124 kamar, terdiri dari 84 kamar condotel dan 40 kamar hotel. Ditekankan Jo Eddy, tidak ada unit yang disewakan, semuanya dijual putus kepada konsumen.

Untuk mendukung kegiatan promosi, perusahaan juga rutin melakukan penyebaran informasi melalui flyer, memasang iklan di majalah-majalah, koran-koran, dan billboard. Selain itu, BNR juga rutin berpromosi di pameran-pameran, iklan-iklan, dan promosi langsung di Mal The Jungle.

Mengenai target atau segmen yang dibidik, Atang Wiharna, Sales Manager Bogor Nirwana Residence, mengungkapkan bahwa segmen menengah ke atas dan konsumen yang sudah mengerti tentang investasi dalam membeli condotel adalah sasaran utama yang dibidik.

“Dan kami selalu memberikan informasi bahwa unit condotel tersebut dapat dijual kembali kepada pengembang,” katanya.

Lebih lanjut, Atang mengungkapkan bahwa latar belakang yang mendasari kerja sama antara jaringan Hotel Aston dengan BNR dalam membuat konsep Aston Bogor Hotel & Resort, adalah kondisi  Bogor sebagai destinasi wisata dan menjadi pilihan para turis lokal atau mancanegara. Hal ini membuat BNR ingin menghadirkan sebuah hotel dengan kualitas internasional di kota Bogor.

“Dan untuk saat ini, di Bogor baru Novotel yang menjadi pilihan. Tentu dengan hadirnya Aston Bogor, paling tidak kami dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat,” ungkap Atang.

Dijelaskan Atang, kerja sama seperti ini juga sudah dilaksanakan di luar Bogor, seperti di Jakarta, di Bali, di Pekan Baru, dan beberapa kota lainnya.

Aston International merupakan grup perusahaan yang berasal dari Hawaii, Amerika Serikat. Jaringan hotel ini memasuki pasar Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Saat ini Aston telah memiliki portofolio sebanyak 40 hotel, 15 di antaranya telah beroperasi, dan 25 hotel dalam tahap pembangunan hingga 2010 ini.

Penjualan proyek Aston Bogor sampai saat ini sudah mencapai 80 persen. Rencananya hotel ini akan beroperasi di medio Juli–September 2010. “Diharapkan pada saat serah terima di bulan Juli nanti sudah sold out, termasuk yang berharga 1,3 miliar dengan dua kamar tidur,” harap Atang. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)


Indomaret: Dipilih FIFA Karena Banyak Pengalamannya

0
[Reading Time Estimation: 5 minutes]

Indomaret merchandise South Africa Championship
Indomaret merchandise South Africa Championship

Sejak berdiri di tahun 1988, Indomaret telah berkembang menjadi salah satu jaringan ritel terbesar di Indonesia. Sampai dengan Februari tahun 2010 ini saja, jumlah tokonya sudah mencapai 4.042 buah dengan total waralaba mencapai 44 persen. Wajar saja bila FIFA memilih Indomaret untuk memasarkan merchandise Piala Dunia 2010 nanti.

Secara konsep, Indomaret didirikan berdasarkan hasil riset yang mempelajari karakteristik kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Studi banding pun dilakukan, baik di dalam negeri maupun di negara-negara maju yang ahli serta memiliki pengalaman dalam hal bisnis ritel modern. Menurut Laurensius Tirta Widjaja, Marketing Director PT Indomarco Prismatama, sejak awal Indomaret berdiri hingga sekarang, telah terjadi perubahan pola belanja pada masyarakat. Masyarakat menjadi lebih kritis dalam berbelanja. Mereka cenderung menyukai berbelanja di pasar modern dengan berbagai alasan—karena barangnya lengkap, kualitas barang lebih terjamin, harga yang kompetitif dan bersaing, serta suasana belanja yang nyaman.

Dalam visi dan misi perusahaan diharapkan Indomaret menjadi aset nasional dalam bentuk jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Diungkapkan Laurensius, Indomaret merupakan jaringan, dimana toko satu dengan yang lain memiliki konsep dan sistem yang sama dan terintegrasi. “Kalau bisa, di seluruh Indonesia Indomaret itu ada,” kata Laurensius Tirta Widjaja seraya mengungkapkan visi lain Indomaret, yaitu menjadi pemain dunia.

Perkembangan bisnis ritel Indomaret memang cukup pesat. Dari awal didirikan yang masih berjumlah kurang dari 100 toko, hingga kemudian berkembang menjadi sekitar 400 toko di tahun 1996. Baru kemudian ketika pemerintah mengeluarkan regulasi mengenai sistem waralaba di tahun 1997, bisnis ritel Indomaret semakin berkembang lagi—meluas hingga ke Bandung dan Surabaya. Terakhir, di tahun 2010 ini, Indomaret sudah meluas ke Medan, Lampung, Jember, dan Bali. “Sampai Februari 2010 ini jumlah toko kami sudah mencapai 4.042 dengan total waralaba 44 persen,” kata Laurensius lagi.

Indomaret sendiri berusaha memosisikan diri sebagai toko yang mudah dijangkau dan hemat. Lihat saja, hampir di setiap lingkungan kompleks perumahan terdapat toko Indomaret. Kondisi ini otomatis menyebabkan terjadinya penghematan biaya bagi konsumen. Selain itu, produk yang tersedia cukup banyak, hingga mencapai 4.000–4.500 item. Mulai dari kebutuhan yang paling dasar, semua sudah terakomodasi berikut sarana pembayarannya.

Hal inilah yang menyebabkan FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia) memandang Indomaret layak dipercaya mendapat lisensi untuk memasarkan produk-produk merchandise Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan nanti.

“Awalnya seakan-akan terjadi pitching. Salah satunya, mereka melihat Indomaret sudah eksis cukup lama—lebih kurang 22 tahun—di Indonesia. Yang kedua, sebagai perusahaan lokal, Indomaret memiliki jaringan yang luas dan banyak pengalaman dalam mengelola pasar ritel lokal. Kerja sama ini berjalan selama 10 bulan, mulai Januari sampai Oktober 2010,” ungkap Laurensius.

Berbicara soal target market merchandise ini, Indomaret pada awalnya membidik pasar menengah bawah. Tapi seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan produk merchandise ini tidak menyasar konsumen strata sosial tertentu lagi. “Dari level bawah sampai yang paling kaya sekalipun, mereka menyukai merchandise ini. Karena, sepak bola sudah menjadi kegemaran warga dunia dari semua level masyarakat,” kata Laurensius. Ia menambahkan bahwa demam bola di masyarakat kelas bawah adalah yang paling “gila”.

Dalam hal strategi pemasaran, banyak hal telah dilakukan Indomaret untuk kegiatan ini. Mulai dari melakukan press release peluncuran program, hingga melakukan kampanye above the line dan below the line.

Dijelaskan, dalam konteks kampanye ATL, nyaris semua media, mulai dari media cetak dan elektronik—baik itu koran, TVC, dan radio—mulai intens melakukan kampanye sejak Januari hingga sekarang. Di BTL-nya, Indomaret sendiri punya selebaran per dua minggu yang dicetak sekitar 2,5–3 juta eksemplar dan dibagikan gratis secara door to door kepada pelanggan.

Selanjutnya, sebagai  official license tool yang memiliki hak untuk memasarkan produk merchandise Piala Dunia 2010, Indomaret juga melakukan kegiatan di toko-toko dengan memasang pernak-pernik merchandise—baik berupa POP (point of pieces) maupun POS (point of sales), memasang spanduk, poster, dan berbagai sarana lain, seperti gondola berikut valet-nya. Selain itu, Indomaret juga melakukan promosi kepada konsumen. Setiap berbelanja Rp 35 ribu, konsumen akan mendapat satu undian dengan hadiah berupa nonton langsung Piala Dunia di Afrika Selatan, mendapat replika trofi Piala Dunia 2010, dua mobil sedan Hyundai, 1.000 bola, dan juga Indomaret Card. Setiap pembeli yang membayar dengan Indomaret Card akan mendapat diskon 10–20 persen untuk semua barang merchandise FIFA.

Tidak hanya itu, Indomaret juga akan melakukan program “tidak langsung”. Salah satunya, mengadakan lomba futsal nasional yang rencananya akan dilakukan antara April sampai Juni mendatang. Selain itu, mereka juga akan melakukan lomba gambar nasional dengan tema World Cup 2010. Yang paling menarik dan paling ditunggu-tunggu tentunya adalah rencana Indomaret melakukan “No-Bar”—nonton bareng.

Untuk saat ini, program yang sudah berjalan adalah mobile paint. Ada lima mobil yang dilukis FIFA, berkeliling ke kampus-kampus dan sekolah-sekolah untuk memberikan publikasi Indomaret sebagai officer license tools penjualan merchandise Piala Dunia 2010. “Di Jabodetabek, kegiatan ini sudah berlangsung sebulan, dan kami akan melakukannya dua atau tiga bulan lagi. Plus, kita melakukan itu biar tampil menarik, agar orang datang ke toko kami, termasuk nonton bareng tadi. Orang yang berhak nonton itu apabila menunjukkan struk belanja Indomaret,” papar Laurensius.

Jenis produk merchandise yang tersedia meliputi, botol air, mug, koin bank, kartu, bola asli dan warna-warni, bola kep—bola yang digantung, juga maskot-maskot Piala Dunia 2010 yang terdiri dari lima varian. Ada juga kaos anak maupun dewasa, mainan anak-anak, aksesori berupa pin, trofi seharga Rp 1,9–2 juta, buku kecil maupun sedang, serta casing BB, Nokia, maupun Nexian berlogo Piala Dunia 2010. Ada juga semacam miniatur kesebelasan dengan nama Lobitun dan wasitnya adalah maskot Indomaret Si Domar. Total ada 300 item dan 132 value dengan harga paling murah Rp 9000-an sampai Rp 2 juta. “Dan semua produk adalah asli karena ada hologramnya,” kata Laurensius seraya mengatakan bahwa yang paling besar penjualannya hingga saat ini adalah produk botol air, yaitu sekitar 66 persen, koin bank sekitar 50 persen, bola kep sekitar 27 persen, dan mug sekitar 12 persen.

Ditambahkan, soal ketentuan harga dari produk merchandise tersebut, pihak FIFA-lah yang menentukan dengan berkoordinasi bersama Indomaret. “Harga merchandise di Indonesia termasuk yang termurah dibanding di negara-negara lain,” ujar Laurensius seraya menjelaskan bahwa semua produk merchandise tersebut diproduksi dari luar pabrik Indonesia yang semuanya ditunjuk oleh FIFA.

Peluang ini bukan berarti tidak ada hambatan dalam memasarkan merchandise Piala Dunia 2010. Sebagaimana yang dikemukakan Laurensius, bahwa pada awalnya pengiriman produk berjalan tidak sekaligus. “Padahal, kita maunya serempak agar orang exciting begitu melihat barangnya lengkap, banyak pilihan, otomatis semua terpajang, dan kelihatan penuh warna. Itu yang tidak bisa terjadi dalam waktu satu atau dua bulan. Tapi, kini semua merchandise sudah lengkap,” katanya lagi.

Apa yang dilakukan saat ini merupakan salah satu bentuk inovasi yang akan terus dilakukan Indomaret. Inovasi telah mereka lakukan, dari semula yang hanya menjual kebutuhan dasar konsumen hingga kini menyediakan hampir semua kebutuhan konsumen yang lain, seperti mainan anak-anak, aksesori, dan pulsa isi ulang telepon dalam bentuk voucer maupun elektrik. Bahkan, Indomaret pun melakukan kerja sama dengan bank agar pelanggan bisa melakukan pembayaran dengan kartu debit dan kartu kredit.

Terakhir, Indomart juga membuatkan sarana kartu prabayar berupa Indomaret Card—sementara nilainya yang disetujui BI adalah sebesar Rp 1 juta. Kartu ini memiliki multifungsi, di antaranya sebagai alat pembayaran ketika berbelanja di Indomaret, melunasi tagihan listrik, telpon, ataupun TV kabel, membeli bahan bakar di SPBU, membayar cicilan motor, dan membayar ongkos parkir. Bahkan menurut Laurensius, nantinya Indomaret juga akan bekerja sama dengan Western Union agar para TKI dapat mentransfer uangnya dari luar negeri dengan fasilitas IMT (international money transfer) dan DMT (domestic money transfer), dan keluarga TKI bisa mengambil uangnya melalui Indomaret. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)