Call Center Blue Bird: Call Center Bagian dari Ikon Perusahaan

Contract Centre Blue Bird
Contract Centre Blue Bird

Untuk perusahaan taksi, tidak ada yang sanggup menggoyang dominasi Blue Bird dalam hal call center. Mereka memang selalu membangun teknologi dan strategi yang tidak mudah diikuti  oleh para pesaingnya.

Call center Blue Bird Group sudah ada berbarengan dengan beroperasinya perusahaan ini—tahun 1972. Oleh karena itulah bagi perusahaan taksi Blue Bird Group, call center merupakan salah satu front liner business unit mereka. Dalam unit call center sendiri, banyak aspek yang terlibat, meliputi sumber daya manusia, sistem, dan juga teknologi.

Di Blue Bird Group, call center termasuk dalam empat ikon layanan yang diterapkan perusahaan, yaitu “ANDAL”; aman, nyaman, mudah, dan personalize. Call center ini masuk dalam salah satu ikon pelayanan mudah; mudah didapat, mudah dihubungi, dan mudah dalam hal pembayaran. Tugas call center cukup banyak. Pertama, unit layanan ini berfungsi sebagai pusat informasi tentang semua produk perusahaan taksi Blue Bird Group. Lalu, unit ini juga berfungsi sebagai penerima order. Order di sini terbagi menjadi order taksi meter untuk Blue Bird dan Silver Bird, kemudian untuk penyewaan mobil Golden Bird, serta untuk pemesanan bus Big Bird. Selain itu, call center juga menerima keluhan pelanggan—berfungsi sebagai customer care—dan juga menerima pemesanan melalui SMS atau notifikasi order melalui SMS.

“Jadi, customer itu kita daftarkan nomornya dan kemudian data taksinya akan terkirim. Hal itu dilakukan secara otomatis oleh sistem. Customer tidak bayar untuk itu. Jadi, begitu taksi terkirim langsung ternotifikasi, karena customer biasanya mengecek lagi nomor taksinya,” imbuh Sigit P. Djokosoetono, Direktur Blue Bird Group.

Dikatakan Sigit, call center memang cukup penting dan menjadi ujung tombak perusahaan dalam memberi dukungan terhadap pelayanan secara keseluruhan. Call center menjadi garda depan buat hubungan dengan pelanggan. “Secara keseluruhan, Blue Bird Group tidak bisa berjalan tanpa adanya call center. Karena itu, call center sudah merupakan satu layanan terpadu yang terkait dengan sistem dan teknologi,” kata Sigit.

Di Blue Bird ada penggunaan teknologi GPS (global positioning system) yang  berfungsi untuk memetakan posisi tamu dan posisi taksi. Namun, bukan hanya GPS yang digunakan Blue Bird Group dalam sistem pendistribusian order. Ada lagi sistem yang dinamakan MDT (mobile data terminal) yang  tugasnya adalah mencarikan taksi yang memang posisinya terdekat dari lokasi pelanggan. “Nah, teknologi ini yang tidak dimiliki perusahaan taksi lain,” kata Sigit lebih lanjut.

Secara detail Sigit menjelaskan, karena call center di Blue Bird Group menggunakan sistem GPS, maka mereka akan mengetahui di mana posisi mobil terdekat, atau ke mana mobil itu pergi. Call center juga akan tahu apakah posisinya sedang bersama pelanggan, atau apakah posisinya sedang sendiri; sedang diam, atau sedang berjalan. Bahkan, bila pengemudi mengalami kesulitan, pengemudi bisa menghubungi call center, baik secara manual via radio, atau dengan tombol rahasia yang memang hanya pengemudi sendiri yang tahu. “Jadi, mereka sudah di-training, kalau mengalami kesulitan, misalnya perampokan, mereka tinggal menekan tombol itu. Kita akan tahu di monitor, dengan munculnya kode ‘merah’. Si operator call center wajib membuka hidden-mic, sehingga kita bisa mendengar semua percakapan dalam kabin. Langkah selanjutnya, kita akan coba broadcast ke semua armada terdekat untuk membantu pengemudi yang kesulitan itu,” Sigit memaparkan.

Ke depannya, sambung Sigit, dari sisi pengembangan call center di Blue Bird Group secara umum, masih ada beberapa indikator yang dapat ditingkatkan, baik dari sisi level servisnya maupun dari kualitas SDM, serta dari sisi pembagian personelnya. “Jadi secara umum, penambahan sistem GPS dalam delivery call center Blue Bird Group akan kita lakukan. Intinya, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada pelanggan. Karena kita tahu, call center di sini berhubungan dengan cara mengirim kendaraan ke tamu dengan cepat dan nyaman,” kata Sigit.

Dalam hal investasi, menurut Sigit, biasanya setiap lima tahun sekali kita melakukan pergantian komputer atau up-grading komputer. “Tapi, selebihnya lebih banyak investasi ke operating call,” ujarnya lagi.

Dalam konteks teknologi, diakui Sigit, Blue Bird Group juga memperhatikan inovasi-inovasi teknologi terbaru. Namun, menurutnya, inovasi itu haruslah memberi kenyamanan kepada pelanggan. Diceritakannya, pada saat awal masuknya teknologi Colour ID, Blue Bird Group termasuk perusahaan taksi pertama yang menggunakannya, termasuk juga penggunaan sistem IVR (interactive voice response). “Kita tidak selalu berada di teknologi yang paling depan. Namun, kita berada di teknologi yang paling memberikan kenyamanan buat pelanggan,” kata Sigit tegas.

Adapun masalah yang paling sering muncul yang dialami konsumen adalah taksi belum terkirim atau terlambat terkirim karena kurangnya ketersediaan kendaraan. Namun demikian, Sigit memastikan 90 persen taksi terkirim dalam waktu kurang dari tiga menit. “Itu service level yang kami berikan di sini. Itu merupakan angka statistik yang kita deliver sekarang. Memang tidak 100 persen terkirim dalam waktu cepat ke lokasi pemesanan, karena jarak yang cukup jauh ke lokasi atau kondisi jalan yang macet. Namun, kita selalu berusaha membuat customer nyaman,” kata Sigit lagi.

Dalam hal komplain, Sigit mengutarakan bahwa di Blue Bird Group ada CRC (customer response center) yang bertugas untuk menerima keluhan dari pelanggan, yang kemudian dilakukan follow-up balik terhadap mereka. CRC ini juga berfungsi ke dalam, dengan memproses intern persoalan ini. Misalnya, taksi terlambat karena pengemudinya tidak tahu jalan.

Menyangkut SDM, di call center terdapat total 120 orang yang menangani area Jabodetabek. Mereka terbagi dalam tiga shift dan melayani sekitar 22 ribu panggilan per hari. “Masih kecil dibanding kelas seluler. Tapi, kalau bicara industri transportasi, itu angka yang cukup tinggi,” kata Sigit. Ditambahkannya pula bahwa setiap karyawan baru di call center minimal adalah lulusan D3. Mereka akan dites suara dan bahasa Inggris, serta psikotes terhadap emosi.

Untuk meminimalisasi tingkat turn over, pemberian bonus acapkali dilakukan bagi setiap karyawan call center yang memiliki performa baik. Selain itu, ada juga jenjang karier bagi mereka yang berprestasi bagus, misalnya menjadi supervisor atau menjadi karyawan tetap. Bahkan di perusahaan Blue Bird Group ini, untuk perubahan suasana kerja, bisa saja orang-orang call center dipindah ke bagian lain, semisal bagian manajemen, atau keuangan, sesuai latar belakang keterampilan atau pendidikan mereka. “Makanya, kita selalu melakukan monitoring. Istilahnya di sini ada buku raport karyawan,” papar Sigit lagi.

Adapun yang menjadi tantangan ke depan bagi call center Blue Bird Group adalah sisi delivery-nya. Maklum saja, di Jakarta, faktor kemacetan dirasa cukup menyulitkan. “Tantangan terberatnya adalah bisa mengirimkan taksi sesuai dengan waktu yang paling cepat yang diharapkan oleh konsumen,” ucap Sigit dengan tegas. (Harry Tanoso/Majalah MARKETING)


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.