Sempurnakan Roda, Jangan Menciptakan Ulang Roda

asnan furintoAda sebuah kiasan dalam bahasa Inggris untuk menggambarkan penciptaan hal baru yang terlihat inovatif tetapi sebenarnya adalah mubazir. Kiasan tersebut adalah “reinventing the wheel” atau menciptakan ulang roda. Mengapa mubazir? Tidak lain karena ada orang atau kelompok lain yang sudah pernah menciptakan hal tersebut.

Ketika pertama kali roda berbentuk lingkaran dibuat manusia, temuan tersebut dianggap sebagai sebuah inovasi disruptif, menggantikan roda berbentuk persegi empat atau segitiga yang sangat tidak efisien jika menjadi alas pergerakan. Jadi, kalau manusia di generasi berikutnya berupaya membuat pergerakan yang lebih mulus dengan cara menciptakan lagi sebuah roda lingkaran, maka temuan tersebut menjadi tidak terlalu bermanfaat.

Kiasan ini tepat dipakai untuk mengingatkan pemimpin negara yang terpilih untuk periode 2014–2019. Sejak amandemen UUD, MPR tidak lagi memberikan mandat kepada presiden untuk menjalankan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).

Karena ketiadaan GBHN yang pada esensinya merupakan sebuah roadmap pembangunan, maka praktis seorang presiden baru “bebas” membuat roadmap sendiri yang akan dijalankannya selama lima tahun ke depan. Karena kebebasan inilah maka bisa saja presiden yang baru merombak total semua rencana pembangunan yang sudah pernah dibuat oleh presiden di periode sebelumnya. Perombakan inilah yang rentan menjadi kegiatan “reinventing the wheel”.

Saat ini, Indonesia sudah memiliki rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), jangka panjang (RPJP), dan masterplan percepatan pembangunan ekonomi (MP3EI) dengan jangkauan sampai tahun 2025. Seperti dapat dilihat di infografis, tema strategis pembangunan pada kurun waktu 2015–2019 adalah memperkuat basis ekonomi dan investasi. Tema ini dijabarkan ke dalam empat prioritas kegiatan, yaitu infrastruktur jangka panjang, kemampuan inovasi untuk peningkatan daya saing, tata kelola ekonomi, dan industri bernilai tambah.

Bagaimana kondisi Indonesia di keempat hal ini? Di bidang infrastruktur, menurut laporan The Global Competitiveness Report 2013–2014, Indonesia menempati peringkat 61 dari 144 negara—masih di bawah Thailand (47) dan Malaysia (29). Panjang jalan raya di Indonesia tidak mampu bertumbuh mengimbangi aktivitas ekonomi, demikian juga dengan kapasitas bandara dan pelabuhan laut. Pengembangan energi alternatif seperti gas dan panas bumi pun masih terhambat masalah infrastruktur.

Fokus yang kedua adalah peningkatan kemampuan inovasi. Dalam pemeringkatan Global Innovation Index (GII) 2013 versi Cornell University, INSEAD, dan WIPO, Indonesia menempati posisi ke-13 untuk inovasi di Asia dan ke-85 secara global. Laporan GII juga menunjukkan bahwa 24 negara teratas di dunia mendapatkan keuntungan dari akses ke ICT. Sungguh sebuah ironi jika Indonesia termasuk sebagai negara dengan jumlah pengguna Facebook terbesar, dan Jakarta kerap menduduki peringkat pertama kota di dunia dengan jumlah tweet terbanyak per hari, tetapi kemampuan inovasinya masih sangat jauh dari peringkat 10 besar dunia.

rodaFokus ketiga adalah pada aspek tata kelola. Pemerintah harus punya sistem e-government untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Laporan UNPAN (United Nations Public Administration Network) tahun 2012 mendudukkan Indonesia di peringkat 109 dari 122 negara di dunia dalam kinerja e-government. Pemerintah yang baru harus serius membangun dan mengawasi tata kelola khususnya di daerah.

Fokus yang keempat adalah pengembangan industri bernilai tambah. Kebijakan hilirasi di sektor tambang harus dapat direplikasi di berbagai konteks industri lain agar penciptaan nilai tambah terjadi di dalam negeri dan dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Pemerintah yang baru sebaiknya berfokus untuk “menyempurnakan roda” yang sudah pernah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya. Waktu lima tahun yang relatif singkat jangan habis terbuang untuk berpayah-payah “menciptakan ulang roda” yang sebenarnya sudah ada.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here