Perilaku Belanja Konsumen Berubah

Kondisi perekonomian Indonesia belakangan semakin membaik. Hal ini ditandai dengan tingkat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia yang sudah menyentuh level USD 3.000 per tahun. Angka itu tentu saja sangat berarti bagi bangsa Indonesia, dengan angka itu Indonesia naik peringkat menjadi negara berpenghasilan menengah atau middle income country. Selain itu, pencapaian PDB per kapita sebesar USD 3.000 ini juga diharapkan akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti halnya yang dialami oleh Cina dan Korea saat mencapai angka itu. Begitu pun dengan sektor industri, diperkirakan akan terjadi permintaan yang kuat di sektor seperti otomotif, kesehatan, asuransi, perjalanan, barang, dan lainnya. Bahkan, industri FMCG tercatat mengalami pertumbuhan dua kali lipat dari laju ekonomi Indonesia tahun 2010.

Seiring naiknya PDB per kapita, pola belanja konsumen Indonesia untuk produk FMCG mengalami perubahan. Ini terlihat dari kecenderungan melakukan penyesuaian kebiasaan mereka dalam berbelanja. “Konsumen lebih rela mengeluarkan uang mereka. Mereka lebih berani untuk membeli kategori yang mereka tidak pernah pertimbangkan sebelumnya. Konsumen yang sudah membeli produk tersebut akan menggunakan produk lebih sering atau mencari versi premium produk tersebut,” kata Venu Madhav, Executive Director of Client Leadership Nielsen, dalam presentasinya yang bertajuk “On Change in Consumers Behavior Towards FMCG Products”.

Perubahan perilaku belanja ini tidak saja dialami oleh konsumen kelas atas, namun juga dialami oleh konsumen kelas menengah ke bawah. Berikut ini temuan dari riset yang dilakukan Nielsen terhadap perilaku belanja konsumen.

Konsumen Kelas Atas

Nielsen Home Panel melaporkan bahwa pengeluaran rumah tangga untuk kategori kesehatan dan gaya hidup telah meningkat sejak tahun 2009. Sekarang ini mengonsumsi produk yang reguler tidak cukup lagi untuk konsumen kelas atas. Mereka akan mencari produk yang memberikan manfaat lebih dan nilai tambah.

“Dalam era baru ini, konsumen kelas atas menjadi lebih value-conscious. Mereka memilih produk yang menjawab kebutuhan gaya hidup dan kesehatan mereka. Sejalan dengan waktu, juga menjadi perhatian untuk kelas atas, produk yang menyediakan kenyamanan bagi konsumen pun akan tumbuh,” kata Venu.

Nielsen telah mengamati tiga kategori produk (Hair Conditioner, Susu Cair, dan Pasta Gigi) yang mengalami pertumbuhan untuk menjawab kebutuhan kelas atas: gaya hidup, kesehatan, dan kenyamanan.

  1. Dengan menawarkan kenyamanan melalui produk leave-on, nilai penjualan Hair Conditioner tumbuh 68% pada tahun 2010. Produk leave-on menawarkan kepraktisan, meskipun harganya lebih dari dua kali kondisioner rambut biasa. Varian ini mengalami pertumbuhan tiga kali lipat di tahun 2010.
  2. Nilai penjualan Susu Cair juga mengalami pertumbuhan 18% dengan mengaitkan manfaat kesehatan seperti low/non lemak, kalsium, prebiotik, kids nutrition.
  3. Walaupun Pasta Gigi sudah dibeli oleh semua rumah tangga di Indonesia, nilai penjualan untuk kategori ini masih mencatat pertumbuhan dua digit sebesar + 10%, hal ini terutama didorong oleh segmen obat yang tumbuh 17% pada tahun 2010. Varian baru ini menawarkan manfaat gigi kuat, sensitif, kalsium, antibakteri, alami dan herbal.

Konsumen Kelas Menengah ke Bawah

Sementara konsumen kelas atas mencari manfaat lebih, konsumen kelas menengah ke bawah mulai membeli produk yang tadinya mereka anggap sebagai produk premium. Nielsen telah mengamati tiga kategori produk (Keju, Ikan dan Daging Beku, Popok Bayi) yang mengalami peningkatan jumlah pembelian rumah tangga.

  1. Dengan membuat produk tersedia dalam kemasan kecil yang memberikan akses ke konsumen menengah ke bawah, kategori Keju mengalami pertumbuhan 13% pada nilai penjualan di tahun 2010. Nilai penjualan tahunan ukuran kemasan lebih kecil mencapai dua kali lipat dan tumbuh 118% pada tahun 2010.
  2. Ikan/Daging Beku, pengeluaran rumah tangga untuk kategori ini telah mengalami peningkatan 23% pada tahun 2010 untuk konsumen kelas menengah dan 32% untuk konsumen kelas bawah. Kelompok konsumen ini menemukan kenyamanan untuk menyiapkan makanan mereka dengan membeli 4–5 kali setahun kategori Nugget dan Sosis.
  3. Popok satuan juga mengalami pertumbuhan 93% dalam penjualan pada tahun 2010, varian telah diberikan akses ke tengah-rendah konsumen dalam hal keterjangkauan dan kenyamanan.

“Pertumbuhan pada kategori ini juga didorong oleh kegiatan pemasaran lain yang dilakukan oleh produsen, seperti mendorong ketersediaan barang di lebih banyak outlet, dan mengeluarkan lebih banyak uang dalam kegiatan periklanan untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong pembelian untuk kategori ini,” ungkap Venu.

Nielsen Retail Audit menunjukkan bahwa Keju dan Popok Bayi telah melakukan peningkatan untuk ketersediaan produk mereka dengan meningkatkan jumlah outlet sebesar 17% untuk Keju dan 9% untuk Bayi Popok. Nielsen pun mencatat bahwa pengeluaran iklan dalam semua enam kategori dibahas juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan iklan total di tahun 2010: Hair Conditioner (22%), Susu Cair (52%), Pasta Gigi (35%), Keju (32%), Makanan Beku (39%), Popok (70%).

“Untuk berkembang di era baru ini, produsen harus beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen dengan memahami kesenjangan kebutuhan pada konsumen kelas atas, khususnya pada kenyamanan, kesehatan dan gaya hidup, serta mendorong inovasi; memahami perilaku pembelian konsumen kelas menengah ke bawah dan memastikan ketersediaan ukuran produk yang lebih kecil dengan harga yang tepat; memiliki portofolio produk yang tepat untuk motivasi membeli konsumen yang berbeda dan menyediakan dukungan yang tepat,” jelas Venu. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here