Saturday, September 13, 2025
Home Blog Page 2195

Wardhani Soedjono: Piala Terbaik adalah Kepuasan Pelanggan

1
[Reading Time Estimation: 4 minutes]
WARDHANI SOEDJONO-President Director-Country Manager-PT.VADS Indonesia
WARDHANI SOEDJONO-President Director-Country Manager-PT.VADS Indonesia

Ada tiga faktor yang mendukung kesuksesan contact center, yakni sistem, orang, dan teknologi. Tiga faktor tersebut hanyalah sarana untuk sebuah tujuan utama, yakni kepuasan pelanggan. Sebab itu, secanggih-canggihnya teknologi, semewah-mewahnya kantor contact center, dan sepintar-pintarnya orang di dalamnya, kalau tidak berujung pada kepuasan pelanggan, itu hanyalah angin lalu saja.

“Standar paling tepat yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah contact center adalah kepuasan pelanggan. Sebab itu, pemenangnya adalah contact center yang memuaskan pelanggan. Saya lebih senang bila pelanggan sendiri yang menilai. Itu piala paling istimewa!” tandas Wardhani Soedjono, yang sekarang menduduki jabatan Presiden Direktur PT Vads Indonesia. Sebuah perusahaan outsource contact center.

Berikut adalah nukilan wawancara Majalah MARKETING dengan petinggi perusahaan penyedia jasa contact center tersebut:

Bagaimana tren contact center sekarang ini?

Contact center sudah menjadi faktor penentu perusahaan. Trennya sekarang sedang berkembang. Yang menjadi tantangan bagi perusahaan, apakah dia mau melakukannya sendiri—sumber daya dan teknologinya sendiri—atau menyerahkan ke pihak lain.

Sekarang, banyak contact center yang mempunyai alat ukur yakni kepuasan pelanggan. Contact center jadi bagian utama customer relationship management (CRM). Contact center bukan sekadar pusat informasi. Tapi, pusat informasi yang memuaskan pelanggan.

Contact center sebagai kemutlakan?

Khususnya perusahaan yang besar. Dia memiliki unit-unit yang banyak. Harus ada satu bagian yang menangkap suara-suara pelanggan. Kalau tidak, perusahaan itu akan mempunyai risiko menerima pertanyaan dan jawaban yang tak standar. Contact center mempunyai standarisasinya sendiri.

Sering contact center dianggap sebagai unit sampingan. Bagaimana pendapat Anda?

Khususnya ke bujet. Perusahaan harus mengeluaran bujet khusus untuk unit ini. Bujet harus dalam sistem terpusat untuk sistem kontrol. Kalau dianggap sampingan, itu salah besar. Contact center adalah garda depan yang langsung berhadapan dengan pelanggan. Manusia contact center juga bukan warga perusahaan kelas dua. Inilah tempat pertama di mana pelanggan bisa mendapatkan customer experience. Unit inilah yang memberi servis purnajual.

Apa yang perlu diperhatikan oleh manajemen pada unit ini?

Ada anggapan karier di contact center terbatas. Tapi, saya membantah secara penuh. Berdasarkan pengalaman selama ini—baik di XL maupun IBM—saya justru melihat karier gemilang mereka. Banyak sekali dari mereka yang dulu staf saya atau CSR sekarang sudah jadi pemimpin di beberapa unit. Pemimpin yang sukses adalah mereka yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Jenjang karir di contact center sudah berkembang. Dari CSR, quality assurance, trainer, supervisor, manajer, dan sebagainya. Saya masih memperjuangkan penyebutan nama orang contact center. Mereka tidak pas kalau disebut agen. Lebih pas bila disebut customer service representative (CSR). Merekalah yang mewakili perusahaan. Mereka menjadi duta-duta perusahaan.

Contact center merupakan profesi yang tingkat risiko stresnya tinggi. Bagaimana perusahaan memperhatikan hal tersebut?

Soal tempat kerja, mereka berhak mendapat tempat kerja yang layak—sama dengan tempat bekerja unit lain. Bahkan, dalam tataran tertentu, butuh pengondisian secara khusus. Hal ini mendukung pekerjaan mereka agar dua tujuan tercapai, yakni akurasi dan courtesy—keramahtamahan. Kenyamanan bekerja berhak mereka dapatkan, seperti tempat duduk, waktu istirahat, ruang hiburan, kegiatan bersama di luar pekerjaan, kebutuhan gizi, pelatihan manajemen stres, dukungan motivasi, sampai penghargaan.  

Soal teknologi, apa yang mutlak ada di contact center?

Tentunya, sistem teleponnya. Seperti IVR, jawaban dengan mesin. Yang tak kalah penting adalah data base CRM-nya. Harus ada sistem yang merekam data-data pelanggan sekomplet mungkin. Ini akan membantu perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun loyalitas pelanggan. Selain peranti dasar, contact center juga punya knowledge system—sistem yang mendata informasi mengenai seluk-beluk produk.

Bagaimana dengan pemanfaatan konvergensi media?

Beberapa perusahaan sudah melakukan itu dengan berbasis internet, teknologi mobile, dan sebagainya. Contact center itu identik dengan teknologi maju. Semua ini mendukung CRM. Ada tiga bagian pokok dalam contact center, yakni sumber daya manusia, proses, dan teknologi. Semuanya harus padu.

Apakah ada penyesuaian khusus terkait dengan karakter masyarakat Indonesia?

Benar bila dikatakan beberapa contact center mengurangi percakapan dengan mesin mengingat karakter Indonesia yang tidak mau omong dengan mesin. Namun, sekarang ini, orang sudah semakin sibuk, tidak salah juga bila mereka ingin mendapatkan jawaban dengan mudah—meski melalui mesin sekalipun. Tentu, ini untuk hal-hal yang sifatnya informatif.

Bagaimana menempatkan contact center dalam komunikasi pemasaran terpadu?

Mestinya unit-unit—khususnya pemasaran—bergandengan tangan dengan contact center. Satu sama lain tak bisa dipisahkan. Contact center sangat membantu aktivitas pemasaran. Seperti memberikan informasi adanya produk maupun program pelanggan yang baru. Sekarang tidak perlu memandang contact center sebagai cost center, tapi juga sebagai profit center.

Bagaimana pola komunikasi yang ideal untuk melakukan aktivitas pemasaran di contact center ini?

Ada dua kiat berkomunikasi untuk urusan telemarketing tersebut. Pertama, CSR harus tahu waktu yang tepat. Mereka harus tahu persis kapan pelanggan dengan senang hati bisa ditelepon. Kedua, kata-kata pertama yang diucapkan menjadi sangat menentukan. Sebenarnya, waktu buat telemarketing sangat pendek sekali.

Apa yang masih perlu dikembangkan oleh contact center di Indonesia?

Saya melihat dari sisi manajemennya. Sebaiknya, contact center di Indonesia sudah mulai berkiblat pada standar yang berlaku internasional. Standarnya memang tinggi—termasuk standar dalam memuaskan pelanggan maupun standar kesalahan. Salah satu standarnya dikenal dengan COPC atau customer operations performance center. Dengan konsep ini, contact center bisa mendongkrak kualitas, servis, kepuasan pelanggan, dan keuntungan dengan menekan bujet.

Bagaimana pandangan Anda terhadap kompetisi antar-contact center yang digelar di Indonesia?

Tergantung dari nilai perusahaan. Sekarang, banyak pihak menyelenggarakan kompetisi macam itu. Saya tidak 100 persen setuju. Bagi saya, yang paling penting adalah kepuasan pelanggan. Kalau pelanggan puas, pelanggan akan cerita pada semua orang. Bukan menang kompetisi ini itu. Ukuran utamanya adalah kepuasan pelanggan. Tapi, mungkin, kompetisi ini diadakan salah satunya untuk memotivasi para pelaku contact center. Standar paling tepat yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah contact center adalah kepuasan pelanggan. Sebab itu, pemenangnya adalah contact center yang memuaskan pelanggan. Saya lebih senang bila pelanggan sendiri yang menilai. Itu piala paling istimewa! (Majalah MARKERING/Sigit Kurniawan)

Merek Asia Mulai Bertumbuh

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Asia memang pasar yang sangat besar. Dengan sekitar 4 miliar orang di dalamnya, kawasan ini memiliki pertumbuhan terpesat untuk konsumen. Merek-merek, baik lokal maupun global, pun akhirnya bersaing ketat.

Synovate melakukan survei di sembilan pasar di Asia yang disebut sebagai survei Top 1.000 Brands. Tujuannya untuk melihat merek-merek manakah yang menempati papan atas di setiap negara. Kesembilan negara tersebut adalah China, Hong Kong, Taiwan, Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura, India, dan Indonesia. Survei ini melibatkan responden dari usia 15-64 tahun dengan jumlah sampel per negara sebanyak 500 orang (kecuali untuk Cina dan India sebanyak 750 orang).

Yang menyedihkan, berdasarkan hasil survei ini, kebanyakan merek yang bertengger di posisi teratas bukanlah merek-merek lokal, melainkan merek-merek global seperti Coca-Cola, Nokia, Pepsodent, dan lain-lain. Sekalipun demikian, sepertinya merek-merek Asia sendiri mulai banyak yang bergerak ke ranking atas. Jan Hofmeyr, Director of Innovation for Synovate’s Brand & Communications Practice, mengatakan bahwa rata-rata tujuh dari 20 merek top di kawasan ini adalah merek Asia. Lumayan, memang. Ada merek-merek seperti MasterKong, Mengniu, Aqua, Amul atau Singapore Airlines. Jika ditelusuri ke bawah lagi, maka terdapat juga merek-merek seperti Lenovo, Samsung atau Haier.

Di China, 10 dari 20 merek teratas di negeri tirai bambu ini adalah merek lokal. Di negara ini kebanggaan akan merek lokal terus bertumbuh. “Semakin banyak perusahaan di China yang cerdik dalam menjalankan strategi pemasaran,” kata Darryl Andrew, CEO Synovate di China. Menurutnya, tantangan untuk masuk ke China sekarang ini adalah persaingan yang demikian ketat dengan merek lokal. “Merek global mungkin tidak akan mampu mengakses 1,3 miliar orang di sana.”

Sementara itu, kebanggaan akan merek lokal di Malaysia didorong oleh upaya pemerintah dengan aturan “Made in Malaysia”. Mereka mengurangi jumlah iklan yang diproduksi luar negeri sampai 30%. Sekalipun demikian, tampaknya upaya ini masih memerlukan kerja keras karena konseumen di sana masih menyukai muka-muka internasional. Bahkan tiga merek teratas di negara ini dipegang oleh Nokia, Colgate, dan Sony. Indonesia masih agak bagus, bisa menempatkan merek lokal Aqua di urutan pertama.

Beda negara tentunya beda pula karakter konsumennya. Jika kebanyakan merek-merek yang menempati urutan teratas adalah merek produk, namun untuk Hong Kong dan Taiwan, merek yang menduduki posisi puncak adalah 7-Eleven, sebuah jaringan toko ritel. Seperti dikatakan oleh Jill Telford, CEO Synovate Hong Kong, konsumen di sana adalah orang yang hidup dalam irama yang cepat. Mereka semua sibuk dan memiliki jam kerja yang panjang. Tidak mengherankan jika mereka memilih kenyamanan dan kemudahan sebagai syarat membeli produk. Termasuk pula convenience store. “Banyak merek dari top 20 merek di Hongkong adalah produk yang mengunggulkan convenienve dan mobility,” katanya.

Akankah merek-merek Asia ini akan berjaya di negeri sendiri? Kita semua berharap. Namun merek-merek tersebut juga bakal berhadapan dengan Nokia yang menjadi rising star brand di Asia. Merek ini bahkan menempati urutan pertama di Singapura, Thailand, dan Malaysia. Berkembangnya dunia mobile telecommunication memang membawa implikasi semakin banyaknya merek handphone yang bertumbuh di Asia. Salah satunya yang berhasil mengambil keuntungan ini adalah Nokia. Kita tunggu saja kiprah merek Asia, bahkan Indonesia, di kawasan 4 miliar penduduk ini!

Masa Depan Perkembangan Internet

1
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Kemajuan teknologi informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan internet pada hakikatnya telah memunculkan dua hal yang kontras. Ibarat pedang bermata dua, di satu sisi, internet berperan signifikan bagi perkembangan masyarakat, baik secara ekonomis maupun sosiologis. Di sisi lain, internet juga telah memicu maraknya pornografi, pelanggaran hak cipta, dan berbagai transaksi ilegal berbasis internet lainnya.

Namun harus diakui, internet juga telah mendorong akselerasi perekonomian di berbagai belahan dunia. Ini dimungkinkan karena secara fungsional (lewat program e-government, e-procurement, e-commerce, dan berbagai aplikasinya), internet dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan perekonomian dan pemerintahan.

Internet memang merupakan kemajuan peradaban manusia yang fenomenal. Dengan internet, aktivitas manusia sekarang sudah tidak bisa dibatasi dengan ruang dan waktu. Segala bentuk informasi yang disampaikan lewat internet  dapat diakses di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Lebih dari itu, teknologi internet juga terbebas dari berbagai birokrasi atau pembatas.

Tak pelak lagi, dengan keunggulan seperti itu internet pun akhirnya menjelma menjadi media yang sangat efektif dalam menunjang pembentukan sebuah komunitas. Dengan kata lain, perkembangan internet lambat laun bukan lagi sekadar tren, melainkan telah berubah menjadi suatu kebutuhan.

Sebuah studi dari Pew Internet & American Life Project juga memperkirakan bahwa kemajuan teknologi informasi (internet) akan berdampak signifikan terhadap perubahan sosial, politik dan ekonomi di masa mendatang. Temuan ini merupakan hasil riset terhadap 742 responden melalui internet, yang melibatkan berbagai praktisi internet, pengamat, konsultan, lembaga pusat informasi serta jurnalis yang sudah terkenal. Di antara mereka ada Yahoo, France Telecom, International Telecommunication Union (ITU), Qualcomm, Harvard University, CNN, Adobe Systems, Forrester Research, dan Singapore Internet Research.

Pandangan mereka tentang dampak internet terhadap kehidupan sosial, politik dan ekonomi di tahun 2020 nanti memang beragam. Namun, umumnya mereka setuju bahwa teknologi itu akan berkembang. Pandangan mereka mengenai kemajuan teknologi ini merupakan jawaban dari tujuh skenario yang disusun Pew Internet & American Life Project tentang dampak perkembangan internet di masa mendatang.

Perkembangan jaringan global

Mayoritas responden setuju dengan skenario yang menyatakan bahwa jaringan global berbiaya rendah akan berkembang di tahun 2020 serta mudah didapat oleh sebagian besar masyarakat dunia. Mereka pun setuju bahwa penggelaran teknologi tersebut membuka peluang untuk keberhasilan banyak orang dalam berkompetisi secara global.

Namun minoritas responden mengatakan tidak yakin akan adanya iklim kebijakan yang mendukung berkembangnya internet. Menurut mereka, pusat kekuasaan bakal menjaga kepentingan-kepentingan mereka saat ini dengan menelurkan kebijakan yang mengendalikan informasi dan komunikasi.

Kendali manusia dengan teknologi

Kebanyakan responden mengatakan bahwa manusia akan tetap mengendalikan teknologi baik sekarang maupun di tahun 2020 nanti. Kendati demikian, ada kekhawatiran terhadap kemajuan teknologi yang pada akhirnya akan menciptakan mesin dan proses yang melebihi kendali manusia. Yang lainnya mengatakan, mereka khawatir bahwa kemajuan teknologi akan disalahgunakan.

Keterbukaan vs privasi

Ada harapan yang berkembang luas bahwa orang secara sadar atau tidak sadar ingin lebih terbuka tentang dirinya. Dengan cara itu mereka akan mendapatkan banyak manfaat walaupun secara privasi mereka akan banyak kehilangan. Dalam pandangan mengenai apakah dunia akan lebih baik dengan adanya keterbukaan dari individu atau lembaga, responden terbelah menjadi dua. Tercatat 46% dari mereka setuju adanya manfaat lebih banyak dengan melakukan transparansi, baik dari individu maupun lembaga. Sebaliknya, 49% dari mereka ini tidak setuju dengan pandangan tersebut.

Pihak-pihak yang kontra terhadap teknologi

Sebagian besar responden setuju bahwa masih ada orang yang belum terhubungkan dengan internet karena keterbatasan ekonomi; serta orang yang melakukan kontra terhadap kemajuan teknologi yang akan muncul di tahun 2020. Mereka ini akan membentuk komunitas sendiri yang terpisah dari masyarakat modern, dan mereka akan melakukan aksi sebagai protes terhadap teknologi.

Di lain pihak, banyak responden yang tidak setuju bahwa kekerasan lebih banyak muncul karena konflik agama, ekonomi atau politik.

Memaksakan atau “bergantung” pada dunia virtual

Banyak responden setuju bahwa negara yang masyarakatnya terhubungkan dengan internet akan menyediakan waktu lebih untuk membentuk dunia yang terhubungkan dengan jaringan. Hal ini akan menumbuhkan produktivitas dan menciptakan banyak manfaat. Namun, bagi beberapa pihak, hal itu akan menimbulkan ketergantungan. Ternyata, pandangan seperti itu cocok bagi sebagian responden. Akan tetapi, responden lainnya menilai pandangan itu kurang cocok.

Inggris menjadi bahasa online

Banyak responden mengatakan bahwa mereka menerima pandangan yang menyatakan kelak bahasa Inggris menjadi bahasa dunia untuk berkomunikasi secara online. Meski demikian, bahasa Inggris tidak akan menggantikan bahasa lain dalam aktivitas seharian.

Di sisi lain, sebagian besar responden menekankan bahwa keragaman bahasa adalah hal yang baik. Mereka juga melihat internet akan memberi kesempatan untuk berkembangnya bahasa sesuai dengan kulturnya. Sementara, responden lainnya mengatakan bahwa bahasa akan berkembang seiring berjalannya waktu. Begitu pun dengan perkembangan internet yang didukung dengan perubahan jaman.

Prioritas pengembangan

Di masa datang, membangun kapasitas jaringan dan menyalurkan pengetahuan tentang teknologi untuk membantu mereka yang belum memakai jaringan adalah dua hal yang menjadi prioritas mereka. Hal ini dikemukakan oleh 78% responden tentang prioritas mereka dalam pengembangan dana dan waktu di masa depan dalam kaitannya dengan jaringan internet.

Cukupkah Jumlah Tim Marketing Saya?

1
[Reading Time Estimation: 5 minutes]

Dengan posisi Anda sebagai manajer, GM, direktur pemasaran, atau CMO, salah satu permintaan yang sering kita dapatkan dari anak buah adalah berhubungan dengan penambahan jumlah tenaga pemasaran atau penjualan. Kepala cabang beralasan bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi untuk menaikkan penjualan adalah karena kurangnya tenaga penjual. Bagian promosi menetapkan bahwa aktivitas promosi seperti below the line, tidak banyak dapat dilakukan karena jumlah tim yang tidak memadai. Jadi, kekurangan jumlah tenaga pemasaran dan penjualan seringkali menjadi alasan terbaik kalau angka-angka penjualan tidak menggembirakan.

Lantas, sebagai pimpinan, apa yang menjadi respons Anda? Well, yang paling sering dikatakan—saya duga—adalah, “…coba tim yang sudah ada, perlu dimaksimalkan. Mereka harus bekerja lebih produktif,” atau “…manajemen sudah memutuskan untuk tidak merekrut karyawan baru,” atau juga, “ehm…, coba dihitung berapa kebutuhan tenaga baru. Pokoknya, selama masih bisa meningkatkan penjualan, silakan saja untuk menambah tenaga baru.” Untuk respons yang ketiga ini, manajemen seringkali juga tidak memberikan petunjuk yang lebih jelas.

Lalu, apakah ada konsep atau petunjuk bagi manajemen untuk membuat keputusan mengenai hal ini? Tentu saja! Berbagai aspek kualitatif atau kuantitatif dapat kita gunakan untuk membantu membuat keputusan. Mempunyai jumlah tenaga pemasar dan penjualan yang terlalu sedikit, berarti perusahaan telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penjualan. Kehilangan kesempatan ini, bila kemudian diakumulasikan dalam jangka panjang, bisa membuat kerugian yang lebih besar. Perusahaan menjadi lebih sulit bertumbuh; perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk merebut 1 persen pangsa pasar di kemudian hari; atau perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi di tahun-tahun mendatang untuk menciptakan loyalitas dan ekuitas merek yang kuat. Perusahaan juga tidak mampu meluncurkan produk atau bisnis baru yang lebih baik dan lebih cepat. Maklum, semua tim yang bekerja, sudah memiliki beban yang besar untuk mengerjakan hal-hal yang rutin.

Kelebihan tenaga pemasar dan penjual tentunya menjadi beban biaya yang langsung mengurangi keuntungan perusahaan. Kelebihan tenaga kerja ini juga membuat produktivitas tim lain menjadi lebih rendah dan mengakibatkan budaya kerja yang tidak produktif. Jadi, dari dua kondisi ekstrim ini, perusahaan pastilah ada pada posisi yang tidak optimal.

Tes Kecukupan

Ada beberapa tes yang dapat digunakan perusahaan untuk melihat jumlah tenaga pemasaran dan penjualan yang optimal. Tes pertama yang paling gampang disebut dengan customer test. Mari kita bayangkan untuk semua perusahaan distributor consumer goods yang biasanya memiliki tim tenaga penjual yang relatif besar. Mereka melayani banyak outlet atau toko-toko ritel di seluruh Indonesia.

Kalau kita memiliki tenaga penjualan yang kurang, maka komentar banyak pelanggan kita adalah keluhan bahwa tenaga penjual atau salesman kita sulit diakses. Salesman dipersepsi memberikan perhatian yang kurang dan pelanggan cenderung jarang mendapatkan info dari salesman karena kesibukan mereka yang sangat tinggi. Di sisi lain, apabila perusahaan kita memiliki terlalu banyak tenaga penjualan, maka banyak pelanggan akan cenderung menghindar untuk bertemu. Pelanggan merasa bahwa mereka terlalu banyak berhubungan dengan tenaga penjual kita. Nah, dari kondisi ini, Anda bisa melakukan observasi, manakah yang paling sering dikemukakan oleh para pelanggan Anda.

Tes yang kedua berhubungan dengan motivasi. Biasanya, bila jumlah tenaga penjualan terlalu sedikit, pekerjaan menjadi sangat banyak dan mereka harus bekerja ekstra waktu. Maka, motivasi mereka akan turun. Mereka merasa bahwa tugas yang dibebankan kepada mereka sudah terlalu banyak. Demikian juga, bila jumlah tenaga penjualan terlalu banyak, motivasi pun menurun. Mereka mulai khawatir untuk memikirkan siapa yang akan dimutasi atau dikurangi. Situasi seperti ini pastilah membuat motivasi kerja akan menurun karena adanya ketidakpastian.

Kedua tes di atas relatif sangat kualitatif dan mudah diobservasi. Walaupun demikian, tentunya bukanlah tes yang memiliki validitas yang tinggi. Kedua tes tersebut sangat baik sebagai indikasi awal mengenai kecukupan tenaga pemasaran atau penjualan sebuah perusahaan.

Tes yang ketiga adalah benchmarking test. Dalam hal ini, kita perlu untuk mencari informasi mengenai jumlah tim yang dimiliki pesaing dan dibandingkan dengan besarnya revenue, atau banyaknya pelanggan yang dilayani. Kalau kita memiliki tenaga penjual sebanyak 100 dan pesaing kita punya 200 tenaga, tetapi penjualan kita hanya 30 persen dari pesaing, ini sudah menjadi indikasi yang kuat bahwa jumlah salesman kita terlalu banyak dibandingkan dengan pesaing. Dalam konteks benchmarking, salah satu pertanyaannya adalah, “Siapa yang menjadi pesaing, yang digunakan sebagai acuan?” Yang harus Anda ambil adalah pemegang pangsa pasar tertinggi. Kalau perusahaan Anda merupakan pemimpin pasar, maka yang dipilih adalah pesaing terdekatnya.

Tes keempat, salah satu yang terbaik adalah yang disebut activity test. Melakukan benchmarking adalah hal yang baik, tetapi bagaimana kalau semua pesaing kita juga tidak optimal? Ini tentunya juga sangat berbahaya untuk membuat keputusan. Maka saya menyarankan, tes keempat ini adalah tes yang wajib dilakukan untuk mendapatkan angka paling optimal dalam hal jumlah tenaga pemasaran dan penjualan kita. Dengan menggunakan tes ini, maka perusahaan harus mulai memikirkan keseluruhan aktivitas yang akan dikerjakan oleh tenaga pemasaran.

Misalkan saja, perusahaan memiliki 10 salesman. Mereka harus melayani sebanyak 1.000 outlet. Kemudian kita bertanya, apakah 10 salesman ini merupakan jumlah yang cukup. Untuk itu, langkah pertama adalah dengan melihat aktivitas apa saja yang harus dilakukan oleh tenaga penjual. Mereka harus menghabiskan waktu untuk masalah administrasi atau persiapan sebelum menemui pelanggan. Mereka juga harus menemui pelanggan dan setiap pelanggan memiliki frekuensi kunjungan yang berbeda-beda, tergantung besar kecilnya order. Salesman juga menghabiskan waktu di jalan. Bisa jadi, mereka juga terlibat dalam pengiriman barang dan aktivitas lain. Intinya, keseluruhan aktivitas ini kemudian diperhitungkan untuk melihat kebutuhan waktu.

Misalnya saja, setiap outlet ternyata membutuhkan waktu sebanyak dua jam per bulan. Ini termasuk keseluruhan aktivitas yang membuat target bisa tercapai. Maka untuk 1.000 outlet, dibutuhkan sebanyak 2.000 jam. Total waktu kerja per salesman per hari adalah tujuh jam efektif. Bila dikalikan 20 hari kerja per bulan, maka diperoleh total waktu adalah 140 jam per bulan. Jadi, idealnya jumlah salesman yang dibutuhkan adalah 2.000 jam/140 jam=14 atau 15 salesman. Kenyataannya, perusahaan hanya memiliki 10 salesman. Dengan melihat angka-angka ini, perusahaan perlu merekrut empat atau lima tenaga salesman baru.

Activity test ini juga merupakan tes terbaik yang digunakan untuk perusahaan B to B, yaitu perusahaan yang pelanggannnya adalah juga perusahaan. Hanya saja, aktivitas penjualan untuk jenis perusahaan ini jauh lebih kompleks, karena selain lama dan panjangnya proses, pelanggan memiliki decision making unit yang minimal terdiri dari decision maker, influencer, dan user. Manajemen perlu untuk membuat selling pipe line mulai dari aktivitas untuk mencari prospek, hingga menjadi pelanggan yang memberikan order.

Kelebihan dari tes keempat ini, manajemen dipaksa untuk memikirkan rencana ke depan. Apakah mereka akan melakukan ekspansi? Apakah akan menambah pelanggan baru? Apakah ada aktivitas tenaga penjual yang perlu ditambah atau malah dikurangi? Apakah selain salesman, ada pihak-pihak lain yang diminta untuk melakukan penjualan? Dengan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, manajer atau direktur penjualan baru akan mampu untuk membuat activity test.

Tes terakhir adalah financial test. Ini merupakan salah satu bentuk evaluasi yang melibatkan bagian keuangan. Menambah tenaga kerja di bidang pemasaran atau penjualan adalah sebuah investasi. Karena merupakan investasi, penambahan tenaga kerja hanya diperbolehkan kalau memang mencapai ROI yang ditetapkan perusahaan. Jadi, bila merekrut salesman baru membutuhkan gaji Rp 2 juta dan biaya-biaya lain sebanyak Rp 3 juta, maka total biaya per penambahan salesman adalah Rp 5 juta. Dengan begitu, angka kontribusi profit tambahan yang harus diperoleh oleh salesman baru tersebut adalah Rp 5 juta per bulan. Bila jumlahnya lebih kecil dari angka ini, berarti perusahaan akan merugi dan lebih baik untuk tidak melakukan penambahan. Kalau perusahaan menetapkan ROI sebesar 20 persen, maka minimal kontribusi profit sebelum dikurangi biaya salesman dari penambahan salesman yang baru adalah Rp 6 juta per bulan. Jadi, minimal harus diperoleh penambahan Rp 1 juta untuk setiap penambahan satu salesman.

Inilah berbagai tes yang dapat dilakukan untuk membantu perusahaan memberikan jawaban atas optimalisasi jumlah tenaga kerja di pemasaran atau di bagian penjualan. Kita bisa melihat bahwa membuat perhitungan untuk tenaga penjualan atau salesman jauh lebih mudah dibandingkan dengan tenaga lain, seperti tenaga promosi yang tidak berhubungan langsung dengan penjualan. Untuk para manajer atau direktur yang membawahi tenaga pemasaran seperti promosi, tes ketiga dan keempat adalah pilihan yang terbaik.

Bagaimana dengan jumlah tenaga pemasaran di perusahaan Anda? Bagaimana jumlah salesman Anda? Apakah terlalu banyak, atau terlalu sedikit? Mari lakukan berbagai tes di atas. Ini juga untuk menghindari kebiasaan dari anak buah yang selalu mengatakan, “…jumlah tenaga penjualan kita kurang!” Sungguhkah? (Majalah MARKETING)

Melirik Potensi Pelayaran Lima Pelabuhan Utama di Indonesia

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memerlukan sektor pelabuhan untuk mendukung perekonomian nasional. Sampai saat ini, Indonesia memiliki 141 pelabuhan. Dua puluh satu unit pelabuhan merupakan pelabuhan internasional yang bisa melakukan pengangkutan barang dan penumpang langsung ke luar negeri.

Dewasa ini, 120 pelabuhan lainnya akan menjadi feeder bagi 21 pelabuhan internasional tersebut. Saat ini, perum Pelindo (Pelabuhan Indonesia) memegang kendali untuk mengatur setiap aktivitas di pelabuhan-pelabuhan seluruh Indonesia, yang terbagi menjadi empat berdasarkan wilayah cakupannya, yaitu:

Berdasarkan hasil analisa Spire Research & Consulting (www.spireresearch.com) diketahui bahwa total barang yang dimuat dalam satuan ton di lima pelabuhan utama di Indonesia (Belawan, Tanjung Priok, Tanjuk Perak, Balikpapan, dan Makasar) lebih besar daripada total barang yang dibongkar di pelabuhan. Hal ini menunjukkan bahwa arus barang yang dikirimkan di lima pelabuhan utama di Indonesia lebih tinggi daripada arus barang yang datang atau dibongkar. Tanjung Priok merupakan pelabuhan yang memiliki total barang dimuat paling tinggi (dalam satuan ton) selama tahun 2006?2009. Terjadi peningkatan total barang yang dimuat di Pelabuhan Tanjung Priok selama tahun 2006?2008; dan terjadi penurunan sekitar 10 persen di tahun 2009. Sedangkan Tanjung Perak dan Pelabuhan Balikpapan mengalami peningkatan yang cukup tinggi untuk total barang yang dibongkar.

Catatan keberangkatan penumpang dari lima pelabuhan utama di Indonesia lebih besar daripada total kedatangan penumpang dari pelayaran dalam negeri. Tanjung Perak dan Pelabuhan Makassar merupakan dua pelabuhan dengan tingkat aktivitas tertinggi untuk keberangkatan dan kedatangan penumpang dari pelayaran dalam negeri selama tahun 2006?2009. Berdasarkan data ini, Surabaya dan Makassar merupakan dua kota tujuan yang paling ramai dipadati pendatang. Di tahun 2009, terdapat penurunan jumlah penumpang baik untuk keberangkatan dan kedatangan di lima pelabuhan utama di Indonesia. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun dengan tingkat keberangkatan dan kedatangan tertinggi.

Prediksi untuk tahun 2010 dan masa mendatang, aktivitas barang dan penumpang di lima pelabuhan utama di Indonesia akan terus meningkat, mengingat pentingnya pelabuhan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Hal-hal yang mendukung peningkatan aktivitas pengiriman dan pembongkaran barang di pelabuhan adalah peningkatan perdagangan dalam dan luar negeri yang menyebabkan distribusi melalui laut semakin meningkat.

Selain itu, besarnya kegiatan expor-impor yang ditargetkan oleh pemerintah Indonesia juga mempengaruhi tingkat pengiriman barang dan pembongkaran barang di pelabuhan. Total keberangkatan dan kedatangan penumpang akan dipengaruhi oleh tingginya mobilitas masyarakat Indonesia dalam mencari nafkah—misalnya program TKI atau TKW, serta banyaknya perpindahan penduduk ke kota-kota besar di Indonesia.

Saat ini, PT Pelabuhan Indonesia II memacu produktivitas pelabuhan yang mereka kelola untuk memenuhi target pendapatan sebesar Rp 3,4 triliun pada tahun 2010. PT Pelindo II menargetkan pendapatan tahun ini akan tercapai, bahkan berpotensi melebihi target dikarenakan tingkat produktivitas pelabuhan yang dikelola oleh BUMN itu sudah meningkat. Hampir semua pelabuhan di bawah Pelindo II hingga triwulan I tahun ini mampu menaikkan target pendapatannya.

Sebagai contoh, Pelabuhan Bengkulu. Dari target pendapatan pada tiga bulan pertama tahun 2010 sebesar Rp 2,7 miliar, realisasinya mencapai Rp 10 miliar. Bahkan, Pelindo II menyiapkan investasi Rp 3,7 triliun di antaranya untuk pengadaan alat pemindahan peti kemas di pelabuhan dengan kapasitas dua kontainer sekaligus dan pengadaan kapal. Pelindo II  menginvestasikan modal yang cukup besar untuk memacu produktivitas pelabuhan di lingkungan Pelindo II. Dengan menambahkan investasi Rp 3,7 triliun, diharapkan produktivitas pelabuhan naik hingga dua kali lipat. Apalagi didukung oleh kebijakan pemerintah yang menetapkan pengoperasian pelabuhan selama 24 jam setiap hari.

Sebelumnya, pelabuhan di Indonesia hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB, sehingga produktivitasnya rendah. Namun sekarang ini, semua pelabuhan di bawah Pelindo II akan disiapkan untuk beroperasi 24 jam setiap harinya. Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mendesak pemerintah lebih serius membenahi infrastruktur kepelabuhanan—terutama di kawasan timur Indonesia (KTI)—karena tingkat produktivitasnya sangat rendah. Bahkan, sebagian besar pelabuhan di KTI memiliki produktivitas yang rendah, sehingga biaya angkut ke kawasan itu diperkirakan membengkak signifikan. Pemerintah semakin memaksimalkan potensi sektor pelayaran dalam negeri di berbagai pelabuhan besar di Indonesia, terutama dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Brand Chemistry

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Brand rejuvenate yang seringkali diidentikkan dengan peremajaan sebuah merek, justru kerapkali membunuh merek itu sendiri. Alih-alih semakin memperkuat brand value pada konsumen, yang terjadi justru mencabut nilai-nilai dasar merek tersebut dari konsumen. Terutama konsumen loyal. Kekeliruannya, karena aspek brand chemistry tidak dilongok pada saat proses brand audit. Akibatnya, brand rejuvenate pun tidak memperhatikan brand chemistry sebagai aspek pengikat loyalitas konsumen.

Di Amerika sendiri, brand chemistry dikembangkan oleh pakar-pakar branding yang memiliki latar belakang psikologi. Sekadar menyebut beberapa nama, mereka adalah Arch G. Woodside dan Dan Schawbel. Woodside melihat bahwa kimiawi merek akan membuat orang bercerita (story telling) dari versinya, kepada orang terdekat mereka. Sementara Schawbel memanfaatkan brand chemistry untuk personal branding.

Kalau kita seringkali mempersonafikasi merek seperti halnya sesosok manusia yang berkepribadian, maka brand chemistry adalah kimiawi tubuh seseorang tersebut. Sekalipun tidak disadari, kimiawi tubuh seseorang telah mengikat orang-orang di sekitarnya menjadi lekat.

Ada sebuah kisah sederhana tentang kimiawi merek dari Jogja, kisah tentang warung Soto yang pemiliknya berniat melakukan rejuvenate merek. Harapannya, agar konsumen-konsumen kelas menengah atasnya menjadi nyaman saat makan soto di sana. Apalagi selebriti dan pejabat-pejabat Jakarta juga sering mampir kalau mereka sedang bepergian ke Jogja.

Maka, diadakanlah proses rejuvenasi. Tidak tanggung-tanggung. Untuk menyesuaikan dengan selera orang Jakarta, pemilik warung tersebut membeli sebuah bangunan strategis di pinggir jalan. Interior ruang didesain dengan mewah, seperti restoran-restoran di Jakarta. Tidak ketinggalan, desain merek pun diubah menjadi lebih modern. Biar mampu mengusir panas Jogja, resto pun dilengkapi pendingin ruangan. Saat peresmian, seluruh pelanggan kelas atas diundang.

Hasilnya? Yap, seperti perkiraan Anda, warung yang telah berubah menjadi resto justru menjadi tidak laku. Ada kimiawi merek yang hilang. Katakanlah desain warung seadanya dengan tempelan kalender di mana-mana, bau dapur tradisional yang menyusup hingga ke depan warung, dan suasana alami yang membuat keringat bercucuran. Beruntung pemilik warung segera sadar dan kebetulan bangunan warung lama belum sempat dibongkar, hingga kita sekarang bisa menikmati kembali warung soto tersebut.

Inside the Box Tendency

Mengadaptasi pemikiran Tony Bates, psikolog klinis yang banyak terlibat dalam psychology chemistry, seringkali kita lengah karena menganggap chemistry adalah persoalan struktural yang bisa dilihat melalui riset terstruktur. Akibatnya, state of mind yang terbongkar hanya terjadi pada tataran normatif saja. Padahal, brand chemistry harus digali dengan cara tidak terstruktur, di mana responden harus ditembak pada sisi lain, baik ikatan emosional maupun sejarah masa lalu terhadap merek tersebut.

Saat Coca-Cola menggelar riset tentang kemungkinan rasa baru yang lebih manis, secara signifikan dan ilmiah, riset menunjukkan bahwa konsumen Coca-Cola membutuhkan rasa baru. Manajemen Coca-Cola menganggap bahwa hal ini sesuai dengan hasil blind test yang menunjukkan bahwa Pepsi jauh lebih disukai ketimbang Coca-Cola—karena rasanya lebih manis.

Tapi begitu hasil riset tersebut diaplikasikan, reaksi konsumen malah berbalik. Ternyata bukannya mendukung, mereka malah memprotes karena Coca-Cola menghapus rasa asli Coca-Cola. Aspek-aspek emosi, keterlibatan sejarah (personal history involvement) dan persinggungan fisik yang menciptakan sensasi, muncul dalam bentuk protes-protes ke Coca-Cola. Itulah faktor brand chemistry yang tidak digali dalam riset konvensional.

Dalam brand audit, brand chemistry memang bukan semata faktor yang tidak terukur, tapi juga merupakan faktor yang tidak bisa diukur dengan cara terstruktur itu tadi. Tapi menjadi perlu, karena efeknya sangat kuat sebagai pengikat loyalitas merek.

Microsoft Chemistry

Saat Microsoft melakukan kampanye antipembajakan—kalau mereka jeli— sebetulnya Microsoft memiliki komunitas pendukung yang terikat dalam kohort angkatan 1980-an. Secara bawah sadar, mereka memiliki keterikatan yang kuat dengan Microsoft saat mendapatkan perangkat lunak “gratis” untuk program-program Windows. Tugas-tugas kuliah yang saat itu harus menggunakan Wordstar, menjadi jauh lebih mudah dengan Windows. Dan gratis pula.

Sayangnya, Microsoft lebih memilih pendekatan konvensional dan hukum dengan menggandeng kepolisian dan pengacara untuk melakukan shock therapy bagi pembajak-pembajak peranti lunak Windows. Hal yang sama juga dilakukan dalam konteks pemasaran dan penjualan.

Padahal, kalau saja Microsoft mau menambahkan unsur aktivasi komunitas dari kohort 1980-an, rasanya sentimen-sentimen anti-Windows tidak akan sebanyak sekarang. Sekalipun memang, jumlah itu sangat tidak signifikan dengan pengguna Windows. Semakin tidak signifikan lagi, toh sekarang program Windows juga bisa diinstal untuk pengguna Macintosh.

Hanya saja, sekalipun tidak signifikan, komunitas yang terikat dengan brand chemistry bisa kita analogikan seperti fenomena tali pusar—yang disimpan, dipelihara, untuk kemudian akan bisa menjadi obat yang mujarab untuk banyak penyakit.

Soalnya sayang juga, karena bagaimanapun, Microsoft telah menanam investasi emosional yang cukup besar. Mereka akan menjadi pasukan yang rela membela Microsoft tanpa harus dibayar.

Sesekali, bolehlah Microsoft belajar dari merek lokal Jogja yang lain, yaitu SGPC, alias Sego Pecel, atau nasi pecel khas Jogja. Sekalipun warung kecil dan sederhana, SGPC memiliki pasukan-pasukan elite yang tidak sedikit pula sudah menjadi CEO-CEO papan atas negeri ini. Mereka adalah mahasiswa yang dulu diberi “beasiswa” oleh SGPC. Beasiswa itu berupa kesempatan makan tanpa bayar—tentu saja berdasarkan kesepakatan “pura-pura tidak tahu”. Maksudnya, SGPC tahu bahwa mereka dulu sering tidak bayar kalau makan. Tapi, SGPC paham betul, dan tidak menegur. “Karena rezeki kan sudah ada yang ngatur,” begitu papar mereka.

Lantas, bagaimana sikap mereka sekarang dengan SGPC? Mereka tidak hanya menjadi brand endorser SGPC bagi lingkungannya. Tapi, mereka juga membayar seluruh hutangnya dulu. Menurut kabar, malah ada dari mereka yang akan membuatkan bangunan mewah untuk SGPC—untungnya ditolak oleh SGPC.

Dibandingkan dengan warung SGPC, tentu saja Microsoft memiliki “brand warrior” yang lebih banyak. Kenapa saya gunakan tanda petik, karena brand warrior tersebut sekarang tersebar tanpa memiliki tuan. Seperti Samurai, mereka adalah pendekar-pendekar yang tidak memiliki tuan. Rasanya merupakan sebuah keuntungan jika Microsoft mau merangkul mereka untuk sekadar membayar kembali “beasiswa” yang pernah mereka dapat dari Microsoft. (Majalah MARKETING)

Aura Merek

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Sebelum membaca panjang lebar artikel ini, coba luangkan mata sejenak untuk melirik ke kanan dan ke kiri Anda. Setelah itu, silakan menilai—tentu saja dalam hati: siapa teman kantor Anda yang paling cantik, menarik, dan tak membosankan untuk dicuri-curi pandang? Bagi yang cewek, silakan amati cowok-cowok di sekitar Anda dan perhatikan hal yang sama.

Jika sudah, Anda harus menjawab pertanyaan berikut ini: mengapa Anda menyatakan si A cantik sedangkan si B jelek? Kenapa si C Anda anggap ganteng dan si D tidak? Mungkin Anda bingung menjawabnya, selain kata-katanya sama dengan yang ditanyakan: cantik, menarik, ganteng, putih, tinggi, gagah, dan lain sebagainya. Padahal, yang Anda perhatikan itu bisa jadi auranya.

Aura, menurut kebanyakan ahli, adalah sebuah daya tarik yang terpancar dari diri seseorang. Aura ibarat daya hipnotis yang mampu menarik, memikat, memukau, dan menumbuhkan rasa kagum orang lain, dan menundukkan hati seseorang, tanpa disadari oleh mereka. Aura mirip energi yang bersinar terang dan menghiasi jiwa raga—namun, tak semua orang memiliki aura yang baik.

Lantas, apa hubungannya dengan merek? Begini, sebetulnya sosok orang tadi hanyalah perumpamaan yang bisa saja diganti dengan merek “I” atau “U”. Silakan kembali bertanya dalam hati: mengapa Anda memilih merek yang ini daripada yang itu? Jawabannya jelas sekali bukan? “Yang ini lebih menarik daripada yang lain.” Daya tarik sebuah merek itulah yang disebut aura merek. John F. Sherry (2005) bahkan mencatat bahwa sebuah merek harus memancarkan energi tertentu yang dapat mempengaruhi konsumen (physical and metaphysical presence).

Jadi, aura merek adalah daya tarik yang terpancar dari sebuah merek sehingga menarik, mengagumkan, dan lain sebagainya, yang membuat konsumen “terpesona” dan terhipnotis untuk membeli. Oleh karena itu, merek harus bisa menonjolkan aura sebaik mungkin agar target market terpikat dan terhipnotis. Roger D. Blackwell (2001) mengatakan bahwa banyak konsumen kadang-kadang tidak mengetahui apa yang membuat mereka membeli suatu merek. Banyak wanita Indonesia yang tidak bisa menjelaskan secara rasional mengapa mereka membeli tas Louis Vuitton puluhan juta rupiah dan rela antri untuk mendapatkannya. Itulah hebatnya aura merek kalau sudah bekerja.

Daya Hipnotis

Di dalam proses pembelian, siapa pun memahami—tidak harus pakar yang mengatakan—bahwa telah terjadi dua kemungkinan: “dihipnotis” atau “terhipnotis” oleh merek. Apabila aksi pembelian itu dikarenakan konsumen terhipnotis satu merek tertentu, besar kemungkinan akan terjadi hubungan yang lebih intim antara merek dengan konsumennya. Di sini konsumen sudah menunjukkan loyalitas mereka.

Tapi, jika pembelian tersebut didasarkan atas rasa terhipnotis secara tiba-tiba, berarti aura mereklah yang berperan. Simpelnya seperti ini: “Kenapa ya, sekonyong-konyong saya membeli merek ini, padahal tak punya rencana membelinya tadi. Habis saya pikir menarik juga sih untuk dibeli. Apa salahnya kalau mencoba,” tutur salah seorang konsumen.

Kalau ukurannya “tiba-tiba” dan konsumen melakukan pembelian karena terpesona akan aura merek tersebut, maka kadar loyalitas konsumen itu masih rendah. Bahkan, sama sekali belum layak digolongkan ke dalam loyalitas. Ini berbanding terbalik dengan proses pembelian konsumen yang memang dihipnotis oleh sebuah merek.

Pada dasarnya, aura sama dengan citra merek yang kemudian diejawantahkan ke dalam pikiran konsumen sebagai persepsi. Aura yang baik berarti bentuk dari citra merek yang baik dan sebaliknya. Di jantung aura itu terdapat kualitas produk berikut atribut merek seperti desain atau tampilan, tekstur, dan warna.

Mari kita mengambil contoh yang paling gampang, lihatlah Garuda Indonesia dan (almarhum) Adam Air. Barangkali kita sepakat mengatakan perbedaannya dengan jelas bahwa aura Garuda Indonesia lebih baik daripada Adam Air—yang sudah tutup beberapa tahun lalu. Penumpang merasa lebih nyaman naik Garuda ketimbang Adam Air atau merek-merek lainnya di Indonesia.

Di kancah otomotif, misalnya, Kijang Innova dari Toyota memiliki desain yang bagus, mesin tangguh, tidak repot untuk menempuh jarak jauh, cocok untuk keluarga, dan kelihatan mewah. Kalau ada apa-apa—semisal terjadi kerusakan—layanan purnajualnya mudah ditemui dan suku cadangnya juga mudah didapat. Begitulah aura yang terpancar dari merek tersebut sehingga amat disukai pasar di negeri ini.

Mesti Diciptakan

Setelah mengetahui pentingnya aura merek, para marketer memiliki tugas untuk membawa mereknya ke arah yang positif. Aura positif akan menjadi daya tarik bagi konsumen untuk memiliki merek tertentu. Contohnya sudah jelas, penumpang pesawat akan tetap memilih Garuda Indonesia meskipun tarifnya mahal daripada Adam Air yang sering kecelakaan.

Atau, seperti memilih pacar, Anda menimang-nimang mana yang paling cantik, seksi, pintar, dan lain sebagainya. Itu namanya aura positif. Kalau jelek, bau ketek, itu masuk kelompok aura negatif. Kalau sampai sebuah merek dipandang memiliki aura negatif, dipersepsikan jelek oleh pasar, tidak akan mungkin merek itu akan berkembang.

Maka, manajemen merek itu penting. Saat bayi dilahirkan, disuapi bubur, dimandikan, dan seterusnya, ia akan menjadi orang besar yang bisa bertahan mengikuti kehidupan ini di kemudian hari. Bayangkan jika bayi yang lahir itu dibiarkan begitu saja, tanpa dirawat kalau sakit, apalagi disekolahkan saat besar. Mungkin si bayi tak bisa bertahan sampai menginjak dewasa.

Merek pun demikian, harus dikelola dengan baik agar tetap menarik sehingga konsumen terhipnotis  untuk “meminangnya”. Jagalah pancaran aura positif, bila perlu terus tambah dan tumbuhkan lagi pancaran itu hingga mencapai puncak kemenangan. Kita menyadari bahwa aura merek yang paling positiflah yang akan diingat konsumen tanpa rasa terpaksa. Aura positif juga berfungsi sebagai pelindung merek yang kuat, yang sanggup menahan serangan-serangan musuh. Lihat saja Nokia, diserang kiri-kanan tetap bisa bertumbuh, karena auranya kuat. Di kuartal pertama 2010, penjualannya 107,8 juta unit—naik 16 persen dibanding tahun lalu. Bahkan di Cina, sumber hand phone murah, Nokia sanggup menjual 21,1 juta unit—naik 20 persen dibanding tahun lalu. Penjualan di Cina saat ini mencapai 19,57 persen dari penjualan global Nokia dengan penguasaan pasar mencapai 40 persen. Fantastis, aura Nokia sanggup menghipnotis konsumen Cina yang sangat kritis.

Jikalau aura yang dipandang konsumen itu bersifat negatif, maka tak ubahnya seseorang yang sudah dekat dengan “liang lahad” alias kematiannya. Kalau hidup dilihat tidak baik oleh orang lain, lalu untuk apa? Jadi, bangunlah aura merek Anda sepositif mungkin, dan silakan Anda menikmati hasilnya. Kalau merek sudah dicap negatif, Timor umpamanya (walau sebenarnya tak jelek-jelek amat), ya mati. Apabila sudah mati, sulit untuk hidup kembali. (Majalah MARKETING)

Teknologi dalam Call Center

[Reading Time Estimation: 6 minutes]

CallCenterTechnology_01webTeknologi membuat banyak hal berubah. Teknologi bahkan mampu mengubah gaya hidup manusia. Tak terkecuali dalam industri call center. Peranan teknologi juga turut membuat industri ini berubah dan berkembang. Perusahaan kini harus menyesuaikan misi dan kulturnya untuk bisa memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari teknologi.

Jika mengingat inovasi, kita sering kali mengacu pada teknologi, baik berupa sistem maupun aplikasi. Para manajer yang mengelola call center tentu sangat mengandalkan teknologi supaya mampu men-deliver customer experience dan kualitas pelayanan serta mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas.

Bahkan di zaman resesi pun, banyak sistem yang mampu mengembangkan call center di tahun 2010 ini, khususnya solusi-solusi yang bersifat analitis. Mereka menganalisis customer experience dan membuat solusi. Kebanyakan manajer menuntut solusi yang mudah diterapkan dan digunakan, serta aplikasi yang mampu berfungsi dan memberikan hasil dengan cepat. Ini adalah tugas dari para vendor tersebut.

Kini call center sudah menjadi contact center di mana hubungan yang diciptakan tidak hanya selalu berupa panggilan telepon, tetapi juga bisa lewat e-mail, chat, SMS, bahkan teleconference. Dunia servis juga sudah banyak berubah. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pasar sudah sangat sadar akan call center yang berfungsi sebagai penghasil revenue dan bukan hanya sekadar sarana untuk customer service saja.

Resesi ekonomi yang terjadi akan membuat tahun 2010 ini menjadi tahun yang sulit bagi banyak perusahaan. Sebagai akibatnya, perusahaan dalam segala ukuran akan mencoba untuk mendayagunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada supaya mereka bisa meningkatkan penjualan dari para pelanggan yang ada. Call center adalah sarana yang ideal untuk bisa mengenali adanya peluang dan menutup penjualan seiring berinteraksinya perusahaan dengan pelanggan. Tetapi, call center bisa lebih berperan aktif hanya jika mereka dilengkapi oleh manajemen yang bagus, serta didukung oleh sistem pemasaran dan teknologi yang mumpuni.

Dulu call center hanya digunakan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang pelanggan dan mengumpulkan semua order yang masuk. Tetapi, kini call center dituntut harus melakukan lebih, yaitu mengenali peluang dan mempertahankan pelanggan. Call center juga diharapkan bisa menjadi sarana untuk menciptakan dan mengelola tampungan segala transaksi yang ada, supaya perusahaan bisa mendapatkan pola dan tren dari pelanggan, tak peduli channel apa pun yang digunakan.

Dulunya call center dibangun dengan peralatan PABX yang dimiliki dan dikelola oleh operator. PABX berfungsi untuk mendistribusi dan membagikan panggilan secara otomatis, memberikan jawaban suara secara interaktif, routing, dan lain-lain. Teknologi seperti contohnya sistem panduan otomatis ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, baik untuk telepon masuk atau keluar. Panggilan masuk harus cepat ditujukan ke bagian yang sesuai untuk menangani keperluan si penelpon, meminimalisasi waktu menunggu dan antrian panjang yang sebenarnya sering kali tidak diperlukan.

Memasuki dunia virtual, call center juga tidak ketinggalan dengan diadopsinya teknologi call center virtual. Dengan bergabungnya perangkat lunak dan teknologi yang semakin canggih untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, muncullah call center virtual. Dalam model call center virtual ini, si operator call center tidak lagi memiliki, mengoperasikan atau mengelola segala peralatan, melainkan mereka cukup menyewa atau berlangganan bulanan atau tahunan pada sebuah provider yang memiliki semua sumber daya call center di pusat data mereka.

Lalu sebenarnya teknologi apa saja yang harus atau penting untuk dimiliki oleh sebuah call center? Tentu saja jawabannya tergantung pada banyak hal, yaitu apa tujuan call center, berapa besar ukurannya, channel apa saja yang digunakan (telepon, e-mail, chat, fax, dan lain-lain), serta lokasi dari call center tersebut. Sebuah call center bisa jadi kompleks dan secara teknis sangat canggih, atau hanya sederhana saja secara operasionalnya. Semuanya tergantung kebutuhan dari perusahaan.

Ada banyak teknologi, sistem, tools, dan aplikasi canggih yang bisa diadaptasi call center. Tantangannya adalah memilih teknologi yang tepat, mengimplementasikan dengan benar, lalu memaksimalkannya dari hari ke hari. Berikut adalah beberapa pilihan teknologi yang wajib dimiliki oleh call center saat ini:

Automatic Call Distributors dan/atau Dialers. Setiap call center memerlukan sebuah sistem untuk memproses panggilan dan interaksi lain seperti e-mail atau chat. Sebuah ACD (automatic call distributor) atau dialers adalah inti dari sistem call center. Semua aplikasi lain dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelengkap dan untuk mengembangkan performa dari ACD dan dialers.

Call center inbound menggunakan ACD untuk mengelola aliran panggilan masuk lalu mendistribusikannya ke bagian atau agen yang sesuai. Sementara call center outbound menggunakan dialer untuk melakukan dan menyelesaikan panggilan.

CRM Application/Call Center Servicing Application. Adalah teknologi kedua terpenting dalam call center. Para agen menggunakan servicing application untuk dapat merespons pelanggan menggali data, serta mencari hubungan dan value pelanggan bagi perusahaan. Kegunaan lain dari servicing application adalah untuk mendokumentasikan segala keluhan, isu, atau permintaan pelanggan, serta langkah-langkah yang dilakukan untuk menanganinya. Teknologi ini menciptakan suatu record akan semua interaksi yang terjadi, yang bisa diakses lagi ketika diperlukan saat ada pelanggan yang memerlukan bantuan.

Campaign Management System. Call center outbound memerlukan CMS (campaign management system) supaya pihak penelepon bisa tahu siapa yang hendak dihubungi. Teknologi CMS yang lebih canggih bahkan memungkinkan para agen bisa merekam respons dari setiap pelanggan.

Call Recording Systems. Semua call center untuk tujuan penjualan dan customer service (inbound maupun outbound) memerlukan sistem recording untuk mencatat semua interaksi yang ada, supaya mereka bisa mempelajari ulang jika ada pertanyaan, masalah atau keluhan terhadap interaksi yang terjadi. Beberapa perusahaan hanya mempunyai catatan mengenai panggilan, tetapi beberapa mempunyai catatan lengkap baik panggilan serta skema yang digunakan untuk melayani pelanggan. Beberapa sistem pencatat yang canggih mampu mencatat semua jenis interaksi—tidak hanya panggilan.

Interactive Voice Response Systems/Speech Recognition Systems. Ini adalah alat self-service untuk mengotomatiskan penanganan panggilan masuk pelanggan. Sistem IVR (interactive voice response) yang lebih maju sudah menggunakan teknologi speech recognition supaya pelanggan bisa langsung “berbicara” dengan IVR tanpa perlu menekan tombol telepon mereka dan dioper-oper ke bagian demi bagian. Sistem IVR dan speech recognition bisa membantu perusahaan menekan biaya dan sering kali mampu menangani 40–85 persen dari semua panggilan masuk secara otomatis.

Banyak industri yang sudah menerapkannya, seperti banking retail, kartu kredit, broker, asuransi, kesehatan, dan lain-lain. Beberapa perusahaan mengklaim bahwa IVR dan speech recognition mampu meningkatkan kualitas pelayanan karena sistem yang beroperasi secara otomatis ini mampu bekerja walaupun sedang tidak ada agen yang bertugas. Bahkan, kini semakin banyak call center outbound, khususnya mereka yang beroperasi untuk tujuan penjualan, yang mengadopsi sistem IVR ini untuk meningkatkan produktivitas.

Workforce Management Software. Teknologi ini digunakan untuk meramalkan jumlah panggilan atau jenis interaksi lain seperti e-mail dan chat. WFM (workforce management software) bisa membantu manajer call center dalam mengatur berapa jumlah agen yang optimal supaya bisa memenuhi kebutuhan perusahaan, dengan turut memperhitungkan waktu istirahat agen, training agen, rencana liburan, cuti, serta sakit. Perangkat lunak WFM bisa digunakan untuk menentukan jumlah agen yang harus dipekerjakan secara otomatis agar bisa menangani semua pelanggan yang ada.

Teknologi WFM ini cukup penting fungsinya bagi call center inbound yang mempunyai 100 atau lebih agen, atau call center yang lebih kecil tapi lebih kompleks, yang mengoperasikan dan/atau menangani banyak macam interaksi. Beberapa tahun terakhir, call center outbound juga sudah mulai menggunakan WFM.

Quality Management Applications. Teknologi ini digunakan untuk mengukur seberapa baik kinerja para agen call center dalam mematuhi segala kebijakan dan prosedur internal. Aplikasi semacam ini cukup penting untuk call center inbound karena mampu memberikan informasi bagaimana performa call center kepada pihak manajemen. Aplikasi QM (quality management) sudah mulai digunakan dan pada akhirnya akan menjadi cukup dibutuhkan juga untuk call center ourbound.

Computer Telephony Integration (CTI). Teknologi ini menghubungkan ACD ke aplikasi CMS. Pada tingkat yang paling dasar, teknologi ini menampilkan account pelanggan ke desktop agen ketika panggilan dilakukan. Ini bisa menghemat waktu si agen karena tidak perlu lagi mencari-cari informasi tentang pelanggan, serta menghilangkan kejengkelan dari pihak pelanggan karena tidak perlu lagi berulang-ulang menyebutkan identitas atau nomor account-nya. CTI adalah teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas di banyak call center.

Teknologi berikut, walaupun bukan benar-benar merupakan teknologi call center, tetapi tetap perlu untuk disebutkan karena bisa berfungsi untuk memindahkan segala interaksi yang terjadi di call center. Teknologi tersebut adalah Time Division Multiplexing (TDM) dan Internet Protocol (IP).

TDM adalah cara tradisional untuk memindahkan panggilan, dan IP akhir-akhir ini sudah menggantikan TDM sebagai mekanisme utama untuk memindahkan panggilan atau interaksi dalam call center. Teknologi IP mempunyai dua keuntungan. IP tidak peduli dengan apa yang ia pindahkan (apakah itu panggilan, e-mail, chat, atau fax) dan bisa diaplikasikan dengan biaya yang lebih hemat. IP lebih baik karena menggunakan jaringan data telekomunikasi standar daripada jaringan suara kuno yang didesain untuk komunikasi dengan sinyal analog.

Sistem dan teknologi yang disebutkan di atas dianggap penting dan ditemukan di kebanyakan call center. Tetapi, ada banyak solusi call center yang lain. Beberapa sudah tua dan beberapa masih relatif baru. Teknologi tersebut juga mampu menambah value bagi perusahaan dan pelanggannya.

Walaupun tidak dianggap terlalu penting, tetapi teknologi ini sering kali mampu meningkatkan return on investment (ROI). Sebut saja teknologi untuk menyurvei pelanggan, mengelola respons e-mail, speech analytics, mengelola web, serta knowledge management tools.

Call center adalah suatu operasi yang kompleks. Walaupun teknologi itu penting, tetapi agenlah yang tetap memegang peranan untuk menciptakan image perusahaan dan kesan dalam benak pelanggan. Merekalah kunci untuk me-retain dan memperkuat hubungan dengan pelanggan. Teknologi, hanya menjadi alat mereka! (Majalah MARKETING/Ivan Mulyadi)

Hendri Suhenda: Call Center Profesional Berbujet 5 Juta?

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Hendri Suhendra-Director PT. Jaring Synergi Mandiri
Hendri Suhendra-Director PT. Jaring Synergi Mandiri

Sekarang ini teknologi semakin murah. Oleh karenanya, perusahaan kecil menengah pun tidak perlu takut harus berinvestasi besar dalam membangun contact center.

Berbicara soal call center pada hakikatnya kita berbicara soal pelayanan. Call center merupakan “cermin” dari semakin tingginya kesadaran publik atas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Atau, bisa juga sebaliknya. Semakin tinggi demand masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, maka semakin tinggilah demand akan keberadaan call center.

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, posisi call center pun semakin penting sebagai ujung tombak perusahaan dalam melayani kebutuhan konsumen. Bahkan, potensi bisnisnya pun sangat luar biasa. Yang menarik, saat ini dengan pesatnya perkembangan teknologi, dimungkinkan menciptakan call center yang ideal dengan budget yang relatif terjangkau.

Jaring Synergi Mandiri (JSM) adalah salah satu perusahaan yang melayani kebutuhan call center yang “sesuai dompet” ini.  Menurut Hendri Suhenda dari JSM, saat ini pergerakan masyarakat pada umumnya menuntut pelayanan yang berkualitas. Itu terjadi di segala sektor kehidupan. Kalau dulu hanya di sektor swasta masyarakat bisa mendapatkan pelayanan berkualitas—karena sudah memberi sejumlah uang. Namun, kini di pemerintah daerah pun masyarakat menuntut pelayan serupa—karena merasa sudah membayar pajak. Jadi, kini pelayanan seperti halnya call center itu sudah berlaku untuk semua sector—juga setiap institusi.

Artinya, menurut Hendri, peranan call center saat ini semakin penting. Karena call center itu adalah cara individu, kelompok, atau institusi untuk melayani publik secara lebih transparan dan lebih cepat. Maklum saja, call center itu berfungsi memberikan bermacam-macam layanan. Bisa menjadi pusat informasi, pusat komplain, dan lain sebagainya. Sebenarnya potensi bisnis call center saat ini sangat luar biasa. Karena masyarakat sekarang ini semakin peduli akan pelayanan, pelakunya pun dituntut untuk lebih peduli. Jadi, seharusnya call center sudah menjadi standar pelayanan di setiap perusahaan.

“Kami di JSM, tidak lagi melihat dan menawarkan bisnis call center ini ke perusahaan-perusahaan besar saja. Itu bukan lagi zamannya. Dulu call center identik dengan perusahaan besar, di mana dalam membangun call center dibutuhkan investasi yang tidak sedikit. Namun kini, seiring pesatnya perkembangan teknologi dengan software development dan open source-nya, dapat diciptakan call center yang profesional dengan budget yang relatif terjangkau,” ungkap Hendri.

Saat ini, dengan Rp 20–30 juta, perusahaan sudah dapat membangun call center yang profesional. Bahkan, di PT JSM sudah ada layanan call center dengan harga “hanya” Rp 5 juta.

Sekalipun berbiaya murah, Hendri juga tetap mengingatkan bahwa teknologi ke depan jangan dilupakan oleh perusahaan. Pertama adalah perubahan call center menjadi contact center. Artinya, bukan lagi satu media, tapi multimedia. Pelanggan bisa menghubungi via telepon, SMS, e-mail, dan fax. Bahkan kalau lebih canggih lagi nanti, orang bisa melakukan kontak lewat Facebook, semua bisa melalui ponsel.

Yang kedua, call center menjadi sebuah ticket management system, di mana call center juga berfungsi sebagai ujung tombak perusahaan dalam merespons balik permasalahan yang dihadapi konsumen. Tentunya dengan back up teknologi yang canggih. Jadi, dengan adanya teknologi, organisasi diberi kemudahan untuk mampu me-manage call dan me-manage solusi.

Bisnis contact center murah ini diakui Hendri berpeluang besar. Paling tidak hal ini terlihat dari harga perangkat lunak yang semakin murah. Kalau dulu bisa bernilai ratusan juta, sekarang mulai dari Rp 5 juta sudah bisa didapatkan online report dan online ticketing. Jumlah agen satu orang sudah bisa menjalankan fungsi call center secara profesional.

JSM bahkan kini sudah mengarah pada pelayanan yang multimedia. “Semua klien kami sekarang sudah menggunakan multimedia. Semisal saja Honda. Di Honda pelayanannya bersifat total assistance. Solusi yang ditawarkan PT JSM ke klien semuanya sudah multimedia. Multimedia call center, multimedia ticketing,” kata Hendri.

Tentunya dalam membangun contact center, JSM bukan hanya meng-install teknologi. Sebelum memilih teknologi yang efisien, perusahaan perlu mengevaluasi terlebih dahulu business process yang ada.

“Setiap kali perusahaan memesan pembuatan layanan call center kepada kami, biasanya kami menanyakan terlebih dahulu business process yang ada di organisasinya. Bagaimana SOP-nya dalam me-manage komplain? Seperti apa kasus-kasus yang biasa muncul? Klasifikasinya seperti apa? Jadi, ketika suatu organisasi mengatakan ingin membuat layanan call center yang profesional, mereka juga akan menata organisasinya serapi mungkin. Karena, itu sebuah tuntutan,” imbuh Hendri.

Hendri menambahkan, agar contact center bisa sukses, teknologi canggih bukanlah ukuran utama. Faktor pertama adalah komitmen organisasi yang berdedikasi untuk melayani. Yang kedua, komitmen melayani ini juga diwujudkan dengan adanya struktur organisasi, SOP yang siap untuk menangani komplain apa pun, ataupun order yang ada dari call center tersebut. Setelah itu, baru kemudian berbicara tentang teknologi untuk membantu para agen dalam melayani. “Jadi, sebenarnya teknologi bukanlah hal yang utama,”sambung Hendri, menutup percakapan. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)

A Great Call Center Comes from The Heart

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Yuliana 01web
Yuliana Agung, MBA

“When the head and heart are working in cooperation… thought, word, and action are in harmony. This shows itself as integrity and authenticity, and where there is authenticity there is authentic power” (G. Ross Lawford, 2002).  Ini adalah sebuah ungkapan yang sangat-sangat benar. Melakukan suatu pekerjaan tidak hanya diperlukan kepala, tetapi juga diperlukan hati. Kita bisa mendapatkan orang-orang pandai, tetapi belum tentu kita bisa mendapatkan hatinya. Namun, ungkapan ini jangan dibalik, bukan berarti orang-orang tidak pandai dapat dibeli hatinya.  Maksud ungkapan ini, jika sudah mendapatkan orang-orang yang pandai, selanjutnya dapatkan hatinya.  You can buy “head, thought and word” bahkan  you can buy “action”, but you can’t buy heart.”

Kunci sukses membangun tim bukan terletak pada instruksi, percontohan, standar pekerjaan, pecut, dan hadiah, tetapi terletak pada seberapa mampunya seorang leader mendapatkan hati anak buahnya. Namun ada yang perlu dicatat, sebelum mendapatkan hati orang lain, seorang pemimpin harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa hatinya juga telah melekat dalam suatu konteks pekerjaan. Selebihnya adalah ketidakpuasan, demotivasi, dan keengganan berkarya yang bahkan bukannya tidak mungkin juga berujung pada sesuatu yang destruktif.

Kekecewaan profesi entah apa pun sebabnya, sering muncul sebagai biang keladi tingginya “turn over.” Oleh karenanya, kenyamanan bekerja lahir batin  merupakan sarana pertama untuk membetahkan hati dan mengaryakan diri mencapai tujuan perusahaan. Kenyamanan adalah kata kuncinya. Kenyamanan ini bukanlah artian fisik, tetapi lebih kepada artian batin.

Mengelola call center tidak hanya diperlukan strategi, tetapi juga diperlukan kesatuan hati seluruh tim. Call center mau tidak mau menjadi tempat bekerja yang sarat tuntutan kemampuan leadership, termasuk di dalamnya bagaimana memberikan empowerment, kenyamanan batin, rasa memiliki tinggi, dibalut dengan kedisiplinan luar biasa. Tekanan datang dari pelanggan secara langsung.  Apalagi, saat ini sudah terjadi tren baru di mana call center berubah fungsi menjadi “crisis center.”

Contoh jelas kasus pembobolan ATM yang baru lalu. Bagaimana jadinya jika perbankan yang kebobolan tidak dipersenjatai dengan call center yang efektif.  Di sinilah persoalannya. Bagi perusahaan yang reaktif, mereka akan ketinggalan.  Tetapi bagi perusahaan yang proaktif membangun call center, keberadaannya menjadi sangat strategis, terutama dalam membangun, mengelola, dan mendapatkan kembali citra perusahaan yang terancam.

Carre-CCSL tidak pernah berhenti bersama Majalah MARKETING terus-menerus memantau kinerja call center sepanjang semester dua setiap tahun, guna memacu semangat perusahaan untuk menjadi makin customer centric, makin memberikan solusi buat pelanggan. Call center tidak dapat dipungkiri lagi adalah saluran yang sangat efektif dan efisien.

Mari kita mendalami Call Center Best Practice di Asia, saya sebut OCBC Banking yang bermarkas di Singapura. Benar-benar menakjubkan, dikelola dengan sangat humanis jauh dari kesan robotik. Suara, intonasi, ketelatenan mengarahkan pengguna dengan instruksi-instruksi sederhana, jelas, disampaikan dengan paste—atau kecepatan yang pas, tidak lambat juga tidak terlalu cepat. Bukan hanya “pitch voice” saja yang membuat call center ini enak untuk digunakan, tetapi juga menu-menu instruksi yang senantiasa berempati pada berbagai kemampuan pelanggan.

Di OCBC, pelanggan dibimbing untuk dijadikan kontributor di dalam proses service delivery. Jika call center-nya saja sudah bisa seperti ini, bagaimana dengan pengelolaan face to face-nya?  Ini yang tergambar dalam benak setelah kenyamanan menggunakan call center ini makin membuat pelanggan ketagihan menggunakannya. Ada keramahan dan keinginan menuntaskan permasalahan pelanggan, juga diperoleh dari CSO yang menjawab panggilan pelanggan.

Call Center 2010: Saatnya Call Center Jadi Bagian Strategi Komunikasi

0
[Reading Time Estimation: 5 minutes]

cover inside 1webPenggunaan call center sebagai media untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan CRM (customer relationship management) kini dirasa kian penting. Layanan call center tak  hanya sebatas memberikan kemudahan bagi pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan. Namun, layanan ini sudah bisa digunakan sebagai pendongkrak revenue. Dengan kata lain, call center yang semula merupakan cost center kini diarahkan menjadi profit center. Bahkan, beberapa perusahaan yang fokus pada pemberian jasa yang sempurna bagi pelanggannya telah mentransformasi call center mereka menjadi contact center.

Dalam perkembangannya, call center sudah menjadi bagian dari strategi komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication—IMC). Berkembangnya teknologi telah memunculkan banyak media baru dalam berkomunikasi. Terlebih lagi, setelah adanya media elektronik—khususnya internet—yang telah memberikan peluang baru bagi layanan call center untuk mengefektifkan pembinaan hubungan dengan konsumen. Tren perkembangan teknologi ini membuat makin maraknya bisnis berpindah dari mass-marketing ke micro-marketing. Call center pun menjadi salah satu ujung tombak bagi terwujudnya komunikasi pemasaran terpadu.

Ada banyak hal yang melatari  kebutuhan suatu call center untuk mempunyai strategi yang efektif dan efisien, serta menjadi satu kesatuan dalam strategi perusahaan. Di antaranya:

–     Adanya persaingan bisnis yang ditandai dengan tuntutan konsumen terhadap layanan yang semakin tinggi, sehingga diperlukan pengembangan  proses pelayanan yang dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen. Ini harus merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi call center, serta proses pengembangan berkelanjutan.

–     Dalam era multimedia dan teknologi informasi yang berkembang pesat sekarang ini, aktivitas call center harus dapat diselaraskan dengan perkembangan tersebut. Termasuk didukung oleh alokasi, keahlian, dan tanggung jawab sumber daya manusia.

Tren seperti ini juga telah diingatkan oleh Hendri Suhenda, Direktur PT Jaringan Synergi Mandiri.  Menurutnya, perusahaan tidak boleh melupakan kemajuan teknologi ini. Artinya, saat ini bukan lagi satu media, tapi multimedia. Pelanggan bisa menghubungi via telepon, sms, e-mail, dan fax. Bahkan, kalau dimungkinkan bisa menggunakan jejaring sosial, seperti Facebook atau semua by mobile phone.

Secara umum, perkembangan call center didukung oleh ketersediaan jaringan telekomunikasi secara luas, di mana pada tahun 2009 lalu penggunaannya telah mencapai sekitar 130 juta—terdiri dari fixed-line dan nirkabel (CDMA maupun GSM). Pengguna internet mencapai lebih dari 30 juta, serta 13 jutaan pengguna jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Perkembangan ini tentunya membuka peluang bagi perusahaan untuk memanfaatkan jaringan tersebut bagi penyediaan interaksi yang luas, murah, dan cepat, dengan pelayanan dan transaksi bisnis tersentralisasi.

Ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan dalam membangun call center, yaitu sistem, orang, dan teknologi. Keefektifan sistem yang diaplikasikan harus dibuat sederhana dan mencakup keragaman kebutuhan serta keinginan pelanggan. Sistem dan prosedur yang berbelit-belit akan melemahkan konsep call center yang menawarkan kepraktisan dan kecepatan.

Orang call center merupakan para customer service representative (CSR) yang melayani dan berkomunikasi langsung dengan pelanggan. Kemampuan interpersonal dan intrapersonal para CSR sangat menentukan. Berkomunikasi melalui telepon memerlukan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan komunikasi tatap muka. Sebab itu, perusahaan dituntut menempatkan para CSR yang terampil dalam melayani pelanggan.

Teknologi adalah komitmen perusahaan terhadap call center. Teknologi dan besarnya investasi yang dilakukan sangat bergantung kepada visi perusahaan dalam membangun call centernya. Apakah call center hanya digunakan sebagai sarana pendukung atau sebagai delivery channel dan image center?

Ketiga hal itu pula yang dijadikan patokan dalam pengukuran Call Center Service Excellence Index (CCSEI) yang setiap tahun dilakukan CCSL (Carre-Center for Customer Satisfaction and Loyalty) bekerja sama dengan Majalah MARKETING. Tahun ini merupakan tahun keenam di mana kedua lembaga tersebut menggelar CCSEI. Penilaian terhadap performa call center ini didasarkan pada tiga kontak layanan, yaitu akses yang berkaitan dengan teknologi, sistem, dan prosedur yang berkaitan dengan konsistensi standar layanan, serta sumber daya manusia yang berkaitan dengan soft skill maupun hard skill.

Metodologi yang dilakukan dalam riset tahun ini pada dasarnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Riset dilakukan selama enam bulan dengan cara mystery calling. Hanya saja yang tahun lalu setiap call center dihubungi empat kali dalam sebulan, tahun menjadi lima kali sebulan, sehingga selama enam bulan setiap call center dihubungi sebanyak 30 kali. Dari sisi penetapan batas minimum indeks untuk melihat kinerja call center terbaik, angka indeks yang diraih call center haruslah di atas rata-rata indeks industri, serta harus meraih indeks di atas 70.000.

Hasil riset tahun ini menunjukkan rata-rata indeks di industri perbankan masih paling tinggi dengan pencapaian 81.155. Angka ini meningkat dibanding tahun lalu yang meraih indeks 80.691. Berikutnya adalah kartu kredit dengan pencapaian indeks sebesar 81.042, diikuti oleh telekomunikasi yang meraih rata-rata indeks 80.120, asuransi mobil dengan rata-rata 78.264, dan elektronik sebesar 78.124. Sementara, indeks rata-rata industri mobile phone merupakan yang terendah, yakni sebesar 70.315.

Secara keseluruhan, hampir semua industri mengalami kenaikan indeks. Hanya mobile phone yang tahun ini indeksnya justru menurun cukup tajam—dari  78.318 pada tahun 2009 menjadi hanya 70.315 pada tahun 2010. Penurunan ini bisa saja dimungkinkan karena melonjaknya pengguna hand phone yang belum diantisipasi secara maksimal oleh perusahaan, khususnya dalam hal SDM dan standar layanan. Ini terlihat dari indeks SDM dan prosedur yang turun cukup tajam.

Mengalami Transformasi Fungsi

Di industri perbankan maupun kartu kredit, PermataTel masih menunjukkan kejawaraanya sebagai call center terbaik. Keberhasilan PermataTel dalam mempertahankan prestasinya memang tidak terlepas dari kepiawaian PermataBank dalam mengelola ketiga hal utama, yaitu SDM, sistem, dan teknologi. Ketiga hal ini terintegrasi dalam menciptakan kualitas layanan PermataTel.

Seiring dengan perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat, kini arah layanan PermataTel juga sudah mengalami transformasi dari servis ke sales. Dari semula yang hanya memberikan layanan bersifat service oriented, kini PermataTel juga merupakan saluran penjualan yang efektif. Dalam perkembangannya, PermataTel akan menjadi salah satu perangkat yang mendukung kegiatan marketing. Peranannya sebagai bagian dari strategi pemasaran terpadu semakin terlihat sesuai dengan perubahan fungsi PermataTel.

Sebagai peraih predikat excellence untuk layanan call center, PT Indosat Mega Media (IM2) juga melihat Contact Center IM2 tidak dikembangkan hanya sebatas dalam layanan pelanggan saja, tapi bisa dijadikan sebagai bagian dari strategi komunikasi pemasaran terpadu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Indy Retnani, Customer Service Manager PT Indosat Mega Media, Contact Center IM2 memiliki media komunikasi yang sangat lengkap. Yakni, sms, call, e-mail, chat, situs web interaktif, dan jejaring sosial Facebook. “Bahkan, bisa dibilang IM2 Contact Center merupakan media utama dalam IMC,” tambah Indy.

Mulainya dirintis sebagai bagian dari strategi IMC juga telah dilakukan pada layanan contact center AstraWorld. Meski masih terbatas, layanan ini setidaknya  bisa memberikan bantuan dalam sales campaign. AstraWorld sedikit demi sedikit juga sudah mulai mengarah menjadi profit center. Selain menerima call atau inbound, mereka juga melakukan outbound atau telepon keluar. Arahnya sudah menuju sales, survei, dan memberikan ucapan selamat pada pelanggan AstraWorld. Namun, layanan ini tidak melakukan penjualan. Hanya mendukung aktivitas sales.

Kendati belum mengarah pada profit center, sekarang ini pengembangan Call Center 123 PLN tidak saja sebagai jembatan komunikasi yang menerima segala macam keluhan. Akan tetapi, layanan ini juga mulai menambah fungsinya, seperti menerima dan menyelesaikan pengajuan penambahan daya. Maksimal penambahan daya yang bisa dilayani Call Center 123 PLN hingga 4.400 VA.

Sejalan dengan perkembangan internet, tahun 2010 ini, PLN DisJaya dan Tangerang berupaya menambah media baru di Call Center 123. Rencananya, sebuah situs web interaktif bisa diluncurkan tahun ini untuk menambah saluran komunikasi baru guna meningkatkan pelayanan.

Perkembangan call center memang tidak terlepas dari dinamika masyarakat yang semakin tinggi tuntutannya. Masyarakat yang semakin mobile menuntut pelayanan yang tidak berbelit-belit dan dapat terlayani di mana pun mereka berada. Itulah sebabnya, call center dibutuhkan sebagai sarana untuk menjembatani hubungan perusahaan dengan pelanggan yang memiliki mobilitas tinggi.

Berkembangnya teknologi memang harus diikuti. Namun, kecanggihan teknologi yang dimiliki bukan ukuran utama keberhasilan sebuah call center. Menurut Hendri, faktor pertama adalah komitmen organisasi yang berdedikasi untuk melayani. Yang kedua, komitmen melayani ini juga diwujudkan dengan adanya struktur organisasi, standar operasional (SOP) yang siap untuk mengelola apa pun, seperti komplain maupun order yang ada dari call center tersebut.  Selanjutnya baru berbicara tentang teknologi untuk membantu para agen dalam melayani.

Wardhani Soejono, Presiden Direktur PT Vads Indonesia, juga menegaskan  ada tiga bagian pokok dalam contact center, yakni sumber daya manusia, proses, dan teknologi. Dan semuanya itu harus padu. (MAjalah MARKETING/Anang Ghozali)

Ruth Amelia: Susahnya Bahasa Jawa

1
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Ruth Amelia
Ruth Amelia

Belajar bahasa memang gampang-gampang susah. Butuh ketekunan dan komitmen tersendiri. Termasuk belajar bahasa Jawa. Mengingat bahasa daerah ini berbeda dari bahasa daerah lain lantaran mempunyai beberapa tingkatan. Inilah yang diamini Ruth Amelia—PR Manager PT Air Mancur. Perempuan berdarah Batak ini mau tak mau kudu belajar bahasa Jawa mengingat dia harus berkomunikasi dengan para bakul jamu—khususnya ibu-ibu bakul jamu gendong yang sebagian besar berasal dari Jawa.

“Sebagai PR, saya harus mampu berkomunikasi dengan para pelanggan. Sebagian pelanggan Air Mancur masih berbahasa daerah. Belajar bahasa ini jadi salah satu tugas pendukung saya,” katanya.

Ruth mempunyai pengalaman tak terlupakan terkait dengan bahasa ini. Pada tahun 2004, Ruth didaulat untuk menyiapkan gathering para bakul jamu gendong sebagai bentuk edukasi Air Mancur. “Saat itu, saya mencoba berbahasa Jawa. Tapi, banyak orang tertawa karena ada kata-kata yang salah. Ditambah aksen Batak saya masih kuat sehingga ucapannya terdengar lucu. Pengalaman ini membuat saya belajar bahasa Jawa lebih rajin lagi. Sekarang, sudah 90 persen saya menguasainya,” kata perempuan kelahiran 24 September 1972 ini.

Ruth Amelia bergabung dengan perusahaan jamu Air Mancur pada tahun 2003. Menjadi “juru bicara” para bakul jamu pun sudah ia lakoni sejak lama. Sebelum bergabung dengan Air Mancur, ia sudah dipercaya sebagai PR asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu (GPJ). “Saya sudah cukup khatam dengan jamu. Minum jamu pun sudah saya gemari sejak SMP. Bergaul dengan para bakul jamu seperti sekarang ini membuat saya tambah cinta dengan jamu,” kata pehobi jalan-jalan ini.

Belakangan ini, Ruth sibuk menggenjot komunikasi ke pasar anak muda. Ruth bermimpi jamu Air Mancur populer di kalangan orang muda mengingat ada anggapan jamu itu rasanya pahit dan terkesan kuno. (Majalah MARKETING/Sigit Kurniawan)

Indayati Oetomo: Wanita Harus Berani Belajar

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
Indayati Oetomo
Indayati Oetomo

Menjadi wanita karir tidaklah mudah. Untuk itu, seorang wanita harus bisa mandiri, berdaya juang tinggi dan tidak mudah menyerah. Inilah yang dialami oleh Indayati Oetomo, International Director John Robert Powers. Selama menjalani  karirnya, Indayati selalu berusaha mendapatkan yang terbaik dan tak mudah putus asa. “Saya berasal  dari keluarga sederhana, sehingga saya sejak kecil tertantang untuk hidup mandiri dan tak mudah menyerah,” tutur Indayati.

Wanita kelahiran Surabaya ini mengawali karirnya di bidang marketing. Setelah lulus, Indayati langsung berkecimpung sebagai marketer buku-buku ensiklopedi. Lalu berlanjut di perusahaan distributor makanan dan minuman. Indayati yakin, sebagai marketer andal, seseorang harus punya rasa percaya diri yang tinggi. “Marketer tak boleh malu dan harus tahan banting.  Saya sangat senang bergaul dan membangun networking. Percaya diri dan bergaul adalah dua faktor utama keberhasilan seorang marketer,”  ujar Indayati.

Melalui kesederhanaannya, wanita yang pernah mendapatkan Asean Development Citra Award 2004-2005 ini, selalu belajar untuk bekerja keras, tak pernah menyerah, dan menjadi yang terbaik. Hal-hal tersebut sudah menjadi habitus Indayati sejak ia kecil. Bahkan, sampai saat ini, menjadi yang terbaik selalu dia cerminkan dalam John Robert Powers, sehingga harus beda dari konsultan yang lain. “Saya menyukai hal yang berbeda akan lebih eye catching dibandingkan apabila saya sama dengan yang lain,” tutur Indayati.

Indayati juga memberikan pesan kepada kaum wanita di Indonesia supaya tak terlalu senang dimanjakan karena perempuan tidak identik dengan kemudahan. Menurutnya, wanita  harus bisa memberikan kontribusi bagi keluarga, lingkungan, dan masyarakat. “Wanita harus bisa menjadi kontributor ide bagi anak, suaminya, dan lingkungannya. Oleh karena itu, kaum wanita harus berani untuk belajar,” pungkasnya. (Majalah MARKETING/Leonardus Meta Noven)

Iwan Notowidigdo: Mem-branding UOB Buana

1
[Reading Time Estimation: 2 minutes]
IWAN NOTOWIDIGDO
IWAN NOTOWIDIGDO

Saat ini, gaya hidup masyarakat modern semakin mengarah pada kepraktisan. Sebab itu, kenyamanan menjadi suatu hal yang sangat penting. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran. Setiap tahun, perkembangannya begitu cepat sehingga terkadang menjadi tantangan sendiri bagi para pemainnya.  Salah satunya, Iwan Notowidigdo, Kepala Divisi Unsecured Business PT Bank UOB Buana.

“Saya mulai bergabung dengan UOB Buana sejak tahun 2007.  Alasan saya tertarik dengan UOB Buana karena waktu itu baru masuk ke Indonesia. Di mana UOB Buana mengakuisisi Bank Buana,” ungkap Iwan. Ketika disinggung kondisi bisnis Bank Buana sebelum dirinya masuk, Iwan enggan menceritakan. Namun, diperkirakan Iwan, saat itu Bank Buana tengah mengatur manajemen Bank Buana.

Diakuinya, tantangan yang pernah dilewatinya adalah mengganti nama Bank Buana menjadi UOB Buana. Di mana, ia dan timnya melakukan edukasi dan sosialisasi dengan menggunakan produk kartu kredit. “Dalam setahun nama UOB Buana sudah bisa diterima konsumen dan mendapat respons positif. Selanjutnya, tantangan yang saya hadapi adalah membesarkan market dari UOB Buana itu sendiri. Tidak hanya ke arah pertumbuhan yang sehat. Namun juga bisa memberikan kontribusi sebesar 15 persen,” ungkap pria kelahiran 10 Oktober 1965 ini.

Kini, pria yang sudah 20 tahun malang-melintang di bidang perbankan ini tengah mensukseskan peluncuran kartu kredit UOB ONE Card. “Industri kartu kredit di Indonesia sangat kompetitif. Sehingga, untuk membedakannya, UOB Buana meluncurkan kartu multifungsi yang didesain untuk memenuhi beragam kebutuhan dan gaya hidup dinamis dari para penggunanya,” ujar pehobi olahraga fitness ini. (Majalah MARKETING/Fisamawati)