Jeniper, Gaya Pemasaran Model Obat Nyamuk

Satu lagi karya anak bangsa yang tidak bisa dianggap sebelah mata, Jeniper. Minuman ringan dengan bahan dasar jeruk nipis ini sudah ikut pameran keliling dunia. Seperti apa kisahnya?

jeniper - jeruk nipis perasDi salah satu wilayah Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Kuningan, ada produsen minuman yang berhasil menjajakan minumannya hingga ke mancanegara. Nama produknya yang mirip artis terkenal membuat orang semakin penasaran.

Yus Indriadi, anak pendiri Jeniper ketika ditemui di bilangan Jakarta Selatan bercerita, ketika itu ayahnya, Kardono Sastrasuharja mendengar pidato menteri tentang jeruk nipis. Menteri tersebut mengatakan, “Jeruk nipis ini sangat melimpah kenapa tidak dimanfaatkan.” Dari situ Kardono berpikir untuk memanfaatkan jeruk nipis yang melimpah tersebut.

Akhirnya dengan modal seadanya, tahun 1996 di bawah naungan CV Mustika Flamboyant, Kardono mulai memproduksi jeruk nipis. Ia sadar jika hanya dijual seadanya tak akan menarik perhatian orang. Ia membutuhkan sebuah merek. Sampai akhrinya bertemu dengan nama Jeniper – singkatan dari “jeruk nipis peras.”

“Waktu itu kan artis Jenifer Lopez lagi tenar. Mungkin, bapak saya dulu ngefans sama dia” ujar Yus tertawa.

Untuk bisa eksis sampai sekarang, perjalanan yang dilalui Jeniper tidak mudah. Sulit awalnya bagi produk baru berkompetisi di pasar. Bahkan penolakan pun terjadi. Namun, dengan semangat pantang menyerah, hal itu tidak menyiutkan nyali untuk tetap bertahan dan membesarkan Jeniper.

“Kala itu, pemasarannya menggunakan istilah lingkaran obat nyamuk, di mana pemasaran produknya dimulai dari tetangga terdekat sampai radius 500 meter,” Kenang Yus.

Meski sempat ditolak, namun berkat kesabaran, kegigihan, dan tekad, perlahan Jeniper mulai diterima masyarakat. Nama Jeniper pun mulai dikenal luas. Hal itu berdampak pada penjualan yang kian hari kian meningkat.

Menurut Yus, produk yang dijualnya berbeda dari produk minuman ringan lainnya yang hanya bisa menghilangkan dahaga. Produk ini memiliki keistimewaan karena selain menghilangkan dahaga juga bisa menyembuhkan penyakit – batuk misalnya.

Untuk membesarkan nama Jeniper. Ia tahu bahwa metode yang sebelumnya digunakan tidak akan cukup. Sampai akhirnya Jeniper aktif mengikuti berbagai pameran.

Menurutnya, pameran merupakan suatu celah promosi produk. Jeniper hampir selalu ikut pameran produk makanan. Keputusan untuk mengikuti berbagai pameran tidak sia-sia. Jeniper berhasil meraih penghargaan sebagai produk unggulan terbaik se-Indonesia.

Alhasil, ketika ada pameran ke luar negeri, pemerintah selalu mengikutsertakan Jeniper. Jeniper pernah singgah di beberapa negara seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Spanyol.

Produk yang kami jual ini respon pasarnya sangat bagus, namun kemasan menjadi kendala. Para pembeli meminta ia untuk tidak menggunakan botol kaca karena berat.

Ia sadar ini adalah masalah serius. Sayangnya, sampai saat ini ia belum menemukan botol plastik yang sesuai dengan jeruk nipis, mengingat tingkat keasaman jeruk nipis yang tinggi. “Bagi kami, kualitas adalah nomor satu,” terangnya. Saat ini Jeniper memesan kemasannya dari Surabaya.

Pada tahun 2005 bantuan dari pemerintah pun datang. Dari situ Jeniper mulai berbenah di segala bidang, termasuk distribusi. Jeniper mulai merambah pasar Yogyakarta, Brebes, Semarang, Pekalongan, Majalengka, Cirebon, Indramayu, Bandung, dan Jabodetabek. Bahkan saat ini pesanannya sudah sampai ke luar Pulau Jawa seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.

Untuk menjaga kualitas produknya, ia bekerja sama dengan tiga perguruan tinggi besar Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Padjajaran, dan Universitas Pasundan. “Jika ada keluhan konsumen, kami akan konsultasi dengan mereka,” tuturnya.

Satu Rumah Dua Pohon Jeruk Nipis

Dalam menjalankan bisnisnya ini, ia menghadapi beberapa kendala, misalnya bahan baku. “Kami kesulitan mencari bahan baku di sini (Kuningan). Kami harus mencarinya ke seluruh wilayah Indonesia. Jika ada petani jeruk nipis yang ingin menjual barangnya bisa menghubungi kami,” harap Yus.

Meski bahan baku sulit didapat bukan berarti ia tinggal diam. Yus mulai mencari lahan-lahan kosong untuk ditanami jeruk nipis. “Ke depan bisnis ini akan berkembang pesat, permintaan akan meningkat, dan bahan baku yang dibutuhkan juga akan meningkat,” ujarnya.

Untuk itu ia memiliki program satu rumah dua pohon jeruk nipis. “Siapapun yang rumahnya memiliki halaman kosong yang luas akan kami ajak kerja sama untuk tanam jeruk nipis. Bibitnya dari kami dan hasilnya akan kami beli,” lanjutnya.

Karena masih terkendala bahan baku, Yus mengaku belum berani gencar melakukan kegiatan marketing. Produksinya masih sebatas mengikuti permintaan pasar. “Saat ini kami masih fokus di produksi dan disribusi. Kami takut tidak bisa mengikuti permintaan pasar,” ucapnya.

Jeniper memiliki dua produk unggulan, yakni ukuran 150 ml dan 650 ml masing-masing dijual dengan harga Rp3.500 dan Rp17.500. Per hari, ia mampu memproduksi Jeniper sebanyak 1.000 botol kecil dan 1.500 botol besar. Dari situ, ia meraih omzet per bulan dari Jeniper Rp100 juta – Rp200 juta per bulan. Belum lagi dari produknya yang lain seperti Jenisa dan produk barunya, KoKa. (Photo: istimewa)

Artikel ini pertama kali terbit di Majalah Youth Marketers edisi November “Kebangkitan Merek Lokal”. Anda dapat mengunduhnya secara gratis untuk medapatkan artikel menarik lainnya pada edisi tersebut di sini.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.