Siapkan Frontliner Anda

Suatu kemandirian, otonomi, atau keleluasaan untuk berbuat sesuatu dan mengambil keputusan, kemungkinan besar adalah motivator nomor satu bagi kebanyakan frontliner dalam bekerja.

frontliner

Mengutip dari salah satu artikel dalam HappyBrainScience.com, disimpulkan orang sering bisa kehilangan motivasi dalam bekerja hanya karena mereka terlalu dikekang, diatur dalam segala hal, serta tidak pernah diberi kebebasan untuk berkembang, apalagi wewenang mengambil keputusan sendiri.

Akibatnya para frontliner lama kelamaan akan berubah menjadi robot. Biasanya robot hanya akan bergerak jika disuruh serta tidak punya kemampuan untuk problem solving. Mereka bahkan kehilangan inisiatif serta sopan santun dalam melayani karena semuanya dilakukan serba otomatis atau terlalu prosedural. Bisa jadi ini disebabkan faktor rutinitas serta segala peraturan dan birokrasi yang terlalu sesak di perusahaan tempatnya bekerja.

Dari sisi psikologis dan pengembangan karier, salah satu alasan utama seorang frontliner merasa “terputus” dari jiwa melayaninya, adalah karena ia merasa tak berdaya akibat ketidakmampuan untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya, sesuai dengan kompetensi dirinya.

Pahamkah Frontliner Akan Posisinya?

Memahami benar apa saja alasan dalam memilih pekerjaan sangatlah penting. Ini menentukan apakah seorang frontliner bisa menemukan passion dalam pekerjaannya. Jika seorang frontliner gagal memahami mengapa ia berada dalam pekerjaannya, maka ia akan gagal juga menemukan passion-nya. Sudah jelas motivasi dan semangat dalam bekerja pun tidak ada.

Dari sisi perusahaan juga harus dipikirkan segala masalah dan kendala yang ada, lalu pastikan frontliner mereka memahami kembali konteks dan konten sesungguhnya dari pekerjaan yang dipilih tersebut.

Banyak kemungkinan menurunnya performa disebabkan faktor dalam diri sendiri. Bahkan seorang office boy dengan pekerjaan yang dianggap “sederhana” oleh kebanyakan orang, tapi dia memahami benar betapa penting peran dan pekerjaan yang sedang diusungnya, maka orang lain pun bisa ikut melihat dan memahami semangatnya dalam bekerja.

Seorang perawat yang merasa terpanggil dalam bekerja menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa, kemungkinan besar akan mampu mengesampingkan segala kepentingannya sendiri. Sebuah penelitian bahkan menemukan perawat yang mampu mengatasi ketakutannya melihat darah, karena kepedulian dia menyelamatkan sesama begitu besar dibandingkan ketakutannya tersebut.

Sering kali ketika ada pertanyaan, “Mengapa Anda begitu mencintai pekerjaan ini?”, jawabannya adalah bukan karena apa yang dilakukan, apa yang didapatkan, siapa saja yang bekerja sama, atau karena ada kesempatan jalan-jalan, dan lain sebagainya. Walau semua faktor tersebut juga tak kalah penting, jawaban sesungguhnya tetap harus berasal dari panggilan diri sendiri.

Pentingnya Inisiatif

Baik dari sisi frontliner maupun perusahaan harus memastikan mereka selalu berusaha untuk mempunyai inisiatif dalam bekerja. Kedua belah pihak harus membuka mata dan telinga supaya bisa menjadi pelayan yang mempunyai inisiatif sebagai salah satu kualitas dari dirinya.

Frontliner yang punya inisiatif adalah calon individu pelayanan terbaik. Bila masih belum berpengalaman pun, mereka ibarat berlian yang belum terasah. Namun jika seseorang sudah punya inisiatif yang positif untuk bertindak, belajar, apalagi melayani, maka perusahaan hanya perlu memoles bibit unggul tersebut sehingga tercipta kualitas pelayanan yang lebih baik.

Banyak perusahaan mengutamakan faktor kreativitas dan kepintaran dalam menyortir frontliner atau memilih karyawannya. Tapi dalam industri pelayanan, inisiatif yang baik dan positif jauh lebih penting daripada kreativitas untuk memberikan pelayanan berkualitas. Kejujuran, ketulusan, dan inisiatif adalah fondasi inti dari suatu karakter pelayanan.

Frontliner Tidak Bekerja Sendiri

Perusahaan harus bisa memahami gaya kerja dan etos kerja seorang frontliner. Proses ini memang butuh waktu, dan karena itulah ada masa percobaan. Di sini perusahaan harus benar-benar menilai, apakah si frontliner mampu menyesuaikan diri dan menyatu ke dalam berbagai tim yang ada dalam perusahaan.

Salah satu alasan seseorang keluar dari pekerjaan adalah ketidakcocokan mereka dengan pemimpin atau dengan rekan sesama tim. Tak ada gunanya juga lama-lama melatih seorang individu jika mereka akhirnya harus keluar dari perusahaan. Memang butuh waktu lama untuk memahami karakter orang. Tapi biasanya, bibit pelayanan yang unggul dan cocok dengan perusahaan akan cepat mempelajari dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan, budaya, atau ritme kerja perusahaan.

Jika kita menginginkan frontliner unggul dalam pelayanan, maka perusahaan harus terlebih dahulu mempunyai etos kerja yang baik dan budaya pelayanan yang bagus. Perusahaan juga perlu memahami sendiri kultur kerja di dalam berbagai departemen/divisi secara spesifik. Satu perusahaan yang terlihat bagus dalam satu divisi, bisa jadi memiliki satu atau dua divisi lain dengan kultur kerja yang buruk.

Jika kebetulan ada departemen dengan kultur kerja buruk, dan ini diketahui oleh pihak luar termasuk para pelamar yang potensial, maka tentu perusahaan juga bisa kehilangan kesempatan mendapatkan karyawan berkualitas. Istilahnya, bisa jadi dalam suatu perusahaan ada divisi yang menjadi tempat “orang buangan”, atau departemen yang memang sudah tidak dipedulikan oleh yang lain.

Satu hal pasti, jika kerja sama dan koordinasi antar tim dalam perusahaan saja sudah buruk, maka performa pelayanan pun biasanya juga pasti buruk. Biasanya karyawan baru dan bibit pelayanan yang unggul pun tidak bisa berkembang dan tidak mampu memberikan prestasi kerja yang baik. Ini karena prestasi seseorang juga sangat ditentukan oleh dukungan faktor-faktor eksternal lainnya, seperti lingkungan kerja suatu perusahaan.

Kemandirian dan Keleluasaan

Fokus utama dalam melayani adalah memberikan solusi dan kepuasan kepada pelanggan. Jika itu memang tujuan yang hendak dicapai dengan memuaskan, maka proses untuk meraih tujuan tersebut harus dirancang/didesain. Bila perusahaan bisa memberikan ruang lebih kepada setiap anggota frontliner, maka mereka bisa mengembangkan sendiri potensi mereka sebagai seorang pelayan sekaligus pengambil keputusan.

Para pemimpin yang ada lebih baik berperan sebagai mentor daripada pemain utama. Biarkan frontliner berusaha keras dan berbuat kesalahan, karena itu satu-satunya cara supaya mereka bisa belajar. Oleh karena itu, setiap frontliner harus diberi otoritas untuk dapat mengambil keputusan sendiri (tentu saja berdasarkan kapasitas lingkup tugasnya). Pastikan semua yang terlibat mengerti dan paham betul peran serta tanggung jawab masing-masing.

Dorong setiap frontliner agar mereka bisa mengambil risiko, dan hargai walaupun mereka gagal. “Put people first”, dan anggaplah setiap kesalahan sebagai investasi yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua frontliner dalam perusahaan. Tentu saja pengawasan dan bimbingan dari perusahaan sangat penting dalam proses ini. Pengawasan dan bimbingan yang diberikan tentu jangan sampai terlalu membatasi kreativitas maupun inisiatif frontliner dalam melaksanakan tugasnya.

 

Ivan Mulyadi

SE.04.2017/W

“Baik dari sisi frontliner maupun perusahaan harus memastikan mereka selalu berusaha untuk mempunyai inisiatif dalam bekerja.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.