Analisis di Balik Kebangkrutan Neiman Marcus Group

Marketing.co.id – Sudah menjadi rahasia umum bahwa berbagai perusahaan di seluruh dunia mengalami ‘guncangan hebat’ secara finansial. Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama dibalik merosotnya kinerja banyak perusahaan. Salah satu yang membuat heboh adalah kebangkrutan Neiman Marcus Group.

kebangkrutan Neiman Marcus Group
(Sumber foto: www.nytimes.com)

Meskipun merupakan salah satu perusahaan department store terbesar di Amerika Serikat (AS), Neiman Marcus Group justru telah mengajukan pernyataan bangkrut pada bulan Mei lalu. Tak hanya Neiman, salah satu perusahaan lain yang juga bergerak di sektor ritel, J.Crew, turut mendeklarasikan kebangkrutannya di tengah pandemi Covid-19 ini.

Kebangkrutan Neiman Marcus Group tentu saja membuat khalayak ramai terkejut. Faktor ekonomi ditengarai menjadi penyebab utama dibalik bangkrutnya perusahaan yang lahir pada tahun 1907 silam.

Perusahaan yang didirikan oleh keluarga Neiman ini memang sedang mengalami masa-masa tersulitnya dalam beberapa dekade terakhir. Tak dapat dipungkiri, bahwa wabah Covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap penurunan revenue yang didapat oleh Neiman.

Pendapatan yang diraih sejatinya harus mencukupi kebutuhan operasional perusahaan tersebut serta mensejahterakan para karyawannya. Selain itu, pendapatan pun akan mempengaruhi perputaran keuangan dan arus kas perusahaan. Sayangnya, Neiman gagal memenuhi pendapatan minimal yang harus diraihnya dalam beberapa waktu kebelakang.

Tak hanya itu, Neiman juga tercatat terlilit hutang hingga mencapai 5,1 miliar US Dollar. Hutang ini merupakan akumulasi sejak lebih dari sepuluh tahun silam. Berbagai kondisi sulit ini pada akhirnya membuat Neiman mengalami kebangkrutan. 

Baca juga: 5 Contoh Kampanye Brand Yang Relevan Saat Ini

Kondisi Sulit Sebelum Pandemi

Sebuah fakta mengejutkan dikutip dari Reuters, menyebutkan bahwa perusahaan ritel ini telah berada pada posisi sulit, bahkan sebelum pandemi Covid-19.

Beberapa petinggi dari perusahaan tersebut telah berusaha untuk tetap mempertahankan eksistensi Neiman. Malah, Geoffroy van Raemdonck, CEO Neiman telah mengajukan pinjaman dana ke pihak ketiga untuk menutupi utang sebelumnya.

Negosiasi yang cukup intens pun sudah dilakukan oleh Neiman. Utang sebesar ratusan juta dollar pada saat itu berusaha ‘diakali’ oleh Neiman guna menstabilkan kondisi keuangan perusahaan sekaligus menjamin kesejahteraan karyawannya, yang berjumlah sekitar 14.000 karyawan.

Kesulitan Selama Pandemi Covid-19

Semua pihak tentu telah merasakan dampak negatif yang begitu besar ketika pandemi Covid-19 melanda di hampir seluruh negara di dunia. Mulai dari perusahaan skala kecil, menengah hingga perusahaan besar mengalami kesulitan ekonomi.

Bukan hal mengagetkan kita mendengar banyak karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja. Namun, sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, apakah mungkin perusahaan besar merasakan dampak hebat akibat pandemi ini?

Faktanya, perusahaan ritel nomor satu di AS, Neiman Marcus juga merasakan dampak yang luar biasa, terutama dari segi pemasukan perusahaan yang tidak memadai. Disaat yang bersamaan, mereka masih memiliki kewajiban untuk menanggung beban operasional perusahaan serta memenuhi hak para karyawannya berupa gaji pokok.

Pada masa pandemi seperti ini, daya beli masyarakat tentu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Perusahaan pun tidak dapat memprediksi kapan pemulihan daya beli tersebut akan berlangsung. Terlebih, sebagian besar dari pelanggan mereka juga mengalami kesulitan ekonomi.

Tidak hanya mengenai faktor ekonomi pelanggan, gaya hidup baru yang kita kenal dengan istilah ‘New Normal’ pun masih memberikan keterbatasan pergerakan masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah. Hal ini juga menjadi pembatas bagi para calon pelanggan untuk membeli produk Neiman.

Alhasil, pengajuan pernyataan bangkrut pun terpaksa dilakukan oleh Neiman. Kita dapat melihatnya dari keputusan Neiman Marcus untuk menutup 43 lokasi Department Store nya di AS serta merumahkan 14 ribu karyawannya.

The New York Times bahkan telah memberitakan, bahwa Neiman Marcus telah mengajukan Bab 11 proses restrukturisasi berkaitan dengan pernyataan bangkrut di Pengadilan Kepailitan AS untuk Distrik Selatan Texas.

Meskipun demikian, surat pengajuan tersebut tidak ‘mematikan’ secara langsung perusahaan ritel mewah tersebut. Neiman Marcus masih memiliki harapan untuk memulihkan kembali eksistensinya di masa mendatang. Penutupan ini hanya bersifat sementara, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pembengkakan utang di masa mendatang. Dengan kata lain, perusahaan yang mempunyai jutaan pelanggan setianya ini tidak akan melakukan likuidasi.

Tidak menutup kemungkinan Neiman Marcus akan kembali beroperasi andai seluruh utangnya dapat dilunasi. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan beberapa ekonom yang memprediksi bahwa kegiatan ekonomi akan kembali pulih pasca pandemi Covid-19 ini. (Penulis: Sherlica Safracia, Mahasiswa Tingkat Akhir Institut Teknologi Bandung, jurusan Bisnis dan Manajemen)

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.