Aksi Selamatkan Bumi dari Bencana Perubahan Iklim, Bank Bisa apa?

Marketing.co.id  –  Berita Financial Services | Masih segar dalam ingatan kita ketika Presiden AS, Joe Biden mengatakan, bahwa 10 tahun lagi Jakarta akan tenggelam. Pernyataan tersebut bukanlah suatu provokasi, namun menjadi pengingat, bahwa ancaman perubahan cuaca tersebut sungguh riil dan bukan cerita fiksi.

Demikian salah satu petikan dari buku Menuju Zaman Renewable Energy”karya Cyrilius Harinowo, Ph.D (pengamat ekonomi, dan Komisaris BCA) dan Ika Maya Sari Khaidir, SE.,MM (Kepala Sentra Bisnis Komersial, Kantor Wilayah XII BCA).

Lebih jauh buku tersebut menyatakan, peringatan dari Joe Biden sebenarnya bukan hal baru. Majalah Economist pada Juni 2020 pernah menulis artikel berjudul “The Next Catasthrope” yang mengingatkan potensi terjadinya bencana karena perubahan iklim. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, juga sempat menyatakan bahwa ada bencana lain yang akan datang setelah pandemi Covid-19, yakni bencana Climate Change (perubahan cuaca).

Dibutuhkan berbagai upaya dari beragam pemangku kepentingan (multistakeholders) untuk mengatasi perubahan cuaca, termasuk kontribusi dari dunia korporasi. Korporasi bisa mengambil peran dengan menerapkan tujuan pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Dilansir dari situs Bappenas.go.id, TPB/SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Komitmen PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dalam upaya membangun dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan dihadirkan melalui berbagai program dan inisiatif. Melalui #BCAForSustainability, tahun 2022, BCA berkomitmen untuk meningkatkan inisiatif berkaitan dengan pilar-pilar Environtmental, Social and Governance (ESG) dalam upaya perwujudan Sustainable Development Goals (SDG’s) dan usaha berbasis ekonomi hijau.

Baca juga: Pandemi, Sejumlah Sektor Tumbuh dengan Transformasi Ekonomi Hijau

Komisaris BCA yang juga pengamat ekonomi Cyrillus Harinowo mengatakan, ekonomi hijau pertama kali dicetuskan oleh tim ahli dari Inggris. Paradigma ekonomi hijau terus berkembang, sehingga dimasukkan dalam program United Nations Environment Programme (UNEP), salah badan PPB yang fokus pada lingkungan hidup.

Wisma BCA Foresta
Kika: EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn, Komisaris BCA dan pengamat ekonomi Cyrillus Harinowo, dan SVP Logistic & Building BCA Victor Teguh Sutedja

“Ekonomi hijau mengacu pada low carbon, resource efficient, and socially inclusive. Tiga hal ini harus diperhatikan dalam ekonomi hijau. Berdasarkan The Paris Agreement seluruh dunia harus mencapai mencapai keseimbangan (carbon neutral) tahun 2050. Khusus untuk Indonesia dan China diberi kelonggaran pada tahun 2060,” papar Cyrillus saat acara BCA Green Building, di Wisma BCA Foresta, Kamis (16/6).

Lebih jauh Cyrillus mengatakan, Pemerintah Indonesia juga sedang gencar membangun ekonomi hijau. Pemerintah sedang mengembangkan ekonomi hijau di Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Kawasan ini, kata Cyrillus, akan mendapatkan pasokan energi dari PLTS Sungsi Klayan yang memiliki kapasitas lebih dari 10 Giga Watt, sehingga memungkinkan pembangunan puluhan smelter mineral di kawasan tersebut.

Sebagai institusi keuangan BCA juga terlibat dalam proyek-proyek energi pembangkit listrik non fosil. “BCA sudah banyak membiayai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) minihidro mulai dari 10 megawatt, kita juga ikut dalam pembiayaan pembuatan bahan baku baterai kendaraan listrik di Halmahera. Kita sudah mulai mengarahkan kredit kita ke arah itu (ekonomi hijau),” ungkap Cyrillus.

Pada kesempatan yang sama, EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan, portofolio pembiayaan yang disalurkan ke ekonomo hijau mencapai Rp161,6 triliun per Maret 2022. “Pertumbuhannya secara Year on Year 25,6 persen,” tandasnya, seraya mengatakan kredit antara lain dikucurkan ke sektor sustainabilty, transportasi ramah lingkungan, Energi Baru Terbarukan, pengolahan limbah, dan UMKM.

Transaksi mobile banking selama 3 tahun terakhir dilaporkan mampu bertumbuh 4,8 kali, sementara pengguna mobile banking bertambah 2,7 kali sepanjang 3 tahun terakhir. Lalu, volume transaksi melalui fitur API (Application Programming Interface) dan QRIS juga bertumbuh signifikan, masing-masing naik 7,6 kali dan 9 kali dalam 2 tahun terakhir.

“Kalau kita lihat data 2022 hanya sampai kwartal pertama 2022 untuk internet banking kita memproses 1,2 miliar transaksi, sangat tinggi sekali, dan untuk mobile banking lebih tinggi lagi tumbuh 56 persen dengan memproses 3,2 miliar transaksi,” papar Hera.

Hera perlu membeberkan data-data di atas, karena berbagai transaksi tersebut berbasis teknologi sehingga ikut mendukung ekonomi hijau. Transaksi-transaksi tersebut tidak membutuhkan kertas dan nasabah tidak perlu mendatangi ATM atau kantor cabang dengan mengendarai kendaraan bermotor karena dapat dilakukan melalui gawai.

Adopsi Green Building

Upaya lain BCA untuk menyokong prinsip pembangunan berkelanjutan dengan mengoperasikan green building. Hera mengatakan, saat ini BCA sudah memiliki 71 gedung kantor yang mengusung konsep green building. Di antara gedung-gedung tersebut yang paling konfrehensif menerapkan green building yakni Wisma BCA Foresta, yang berlokasi di BSD, Tangsel.

“Gedung ini sebagai pilot project nya BCA, SOP (Standard Operational Procedure) pengelolaaan gedung green beda, sehingga akan menjadi panduan buat gedung-gedung BCA lainnya,” timpal SVP Logistic & Building BCA, Victor Teguh Sutedja.

Wisma BCA Foresta merupakan gedung yang beroperasi sejak Oktober 2020 dengan peruntukan sebagai kantor pusat BCA dengan total luas bangunan lebih dari 45.000 meter persegi.

Pada penghujung tahun 2021, Wisma BCA Foresta meraih sertifikasi Greenship Platinum dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Berbagai teknologi yang diterapkan di Wisma BCA Foresta antara lain Building Automation System, penggunaan kaca double glass (low E), air minum reverse osmosis, serta pemanfaatan air daur ulang dan air hujan.

“AC merupakan penyumbang konsumsi listrik terbesar di gedung, sekitar 70 persen. Kita pilih pakai water chiller yang dikombinasikan dengan software (digital), untuk memantau pemakaian yang tidak efisien. Lift di jam-jam sepi akan dimatikan, sehari dua kali selama sekitar 2 jam. Kita juga menggunakan dispenser untuk memfilter air PAM, sudah dites dan  hasilnya bagus dan filter air tiap 6 bulan dites,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, BCA juga menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di BCA Foresta. Menurut Victor fasilitas SPKLU menjadi daya tarik baru bagi gedung tersebut. Karyawan BCA dan masyarakat umum yang sudah memiliki mobil listrik bisa memanfaatkan SPKLU.

Penerapan Green Building Wisma BCA Foresta memberikan manfaat secara ekologis, antara lain seperti mengurangi emisi karbon dengan penggunaan equipment yang hemat energi, memaksimalkan pencahayaan alami yang masuk ke area gedung, menjaga kualitas udara dan memberikan manfaat ekonomis karena dapat menurunkan biaya operasional dan biaya pemeliharaan.

Baca juga: Amatil Indonesia Resmikan Pemasangan Atap Panel Surya Terbesar di Asia Tenggara

Salah satu biaya yang dapat dihemat yakni tagihan listrik. Berdasarkan informasi dari salah satu karyawan yang menemani para jurnalis melakukan tur Wisma BCA Foresta, gedung yang memiliki 18 lantai dan dihuni 2500 karyawan tersebut tagihan listriknya sebulan rata-rata Rp300 juta. “Lebih hemat dua kali dibandingkan gedung biasa dengan ukuran yang sama,” tutur karyawan tersebut.

Wisma BCA Foresta menggunakan bauran energi bersumber dari PLN dan atap panel surya. Adapun skema yang digunakan On-Grid, yaitu pemasangan panel surya yang disambungkan ke saluran listrik PLN dengan skema ekspor-impor.

Melalui sistem ini Wisma BCA Foresta dapat menikmati energi listrik yang dihasilkan sendiri di siang hari dan mengekspor jika ada kelebihan produksi listrik ke PLN. Sementara di malam hari, saat panel surya tidak dapat memproduksi listrik (karena tidak ada sinar/panas matahari), Wisma BCA Foresta dapat menggunakan kembali energi listrik yang bersumber dari PLN.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here