Rokok Elektrik Lebih Menyehatkan, Mitos atau Fakta?

[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Rasanya hampir semua orang akan mengiyakan merokok membahayakan kesehatan. Teramat banyak daftar penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok seperti kanker paru-paru, penyakit paru-paru, stroke, asma, jantung, diabetes, dan gangguan pada mulut, gusi, dan gigi.

rokok elektrik AHRF 2017
(kiri-kanan) Ketua YPKP Indonesia Prof Dr. Achmad Syawqie Yazid, Kardiolog dunia asal Yunani Konstantinos Farsalinos bersama Ketua Ministry of Vape Indonesia (MOVI) Dimas Jeremia berdiskusi mengenai produk tembakau alternatif untuk menanggulangi masalah kesehatan yang ditimbulkan rokok di Asia Harm Reduction Forum (AHRF) 2017, Jakarta (09/11). Sebagai forum pertama di Asia, AHRF 2017 menjadi wadah bagi pemerhati kesehatan publik di Asia, akademisi, konsumen, dan pembuat kebijakan untuk mendiskusikan produk tembakau alternatif yang dapat menjadi solusi efisien untuk mengatasi masalah adiksi rokok.

Begitu berbahaya rokoknya untuk kesehatan membuat pemerintah membatasi ruang gerak industri rokok. Iklan rokok di media sangat dibatasi. Di televisi iklan rokok hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 sampai 06.00. Itupun materi iklannya tidak boleh menampilkan produk rokok atau adegan orang yang sedang menghisap rokok. Belakangan, restriksi terhadap rokok diperluas mencakup kemasan. Kemasan rokok diharuskan mencamtukan tulisan dan gambar yang menginformasikan bahaya dari merokok.

Apakah restriksi tersebut berhasil menekan jumlah perokok di Indonesia. Berdasarkan riset Atlas Tobacco, jumlah perokok di Indonesia pada 2016 telah mencapai lebih dari 90 juta jiwa dan diperkirakan akan terus naik setiap tahunnya. Kendatipun secara klinis, rokok atau produk tembakau yang dikonsumsi dengan dibakar memicu berbagai macam masalah kesehatan seperti jantung dan kanker, upaya untuk menghentikan konsumsi produk ini bukanlah perkara mudah. 

“Kondisi ini membuat kami para pemerhati kesehatan publik di Asia merasa terdorong untuk segera mencari solusi paling efisien untuk menekan risiko produk tembakau yang dibakar. Negara-negara di Asia harus segera bergerak,” ujar Ketua YPKP (Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik)  Indonesia Prof Dr. Achmad Syawqie Yazid.

Asia Harm Reduction Forum (AHRF) 2017 merupakan forum pertama di Asia yang mengumpulkan para praktisi, pembuat kebijakan, akademisi dan konsumen dari Asia untuk berdiskusi dan mencari solusi guna mengurangi dampak buruk konsumsi tembakau. Asia sangat berkepentingan menekan jumlah perokok, karena hampir semua separo konsumen rokok ada di wilayah Asia.

Konsep pengurangan bahaya (harm reduction) merupakan suatu strategi ilmu kesehatan masyarakat yang bertujuan mengurangi konsekuensi negatif kesehatan dari sebuah produk atau perilaku. Dalam produk tembakau, upaya harm reduction mengacu pada pengembangan produk tembakau alternatif yang dapat mengurangi dampak negatif dari rokok.

Harm reduction dapat dilakukan melalui riset dan pengembangan produk yang berpotensi mengurangi risiko kesehatan terkait tembakau. Belakangan muncul konsep harm reduction dimana dampak buruk dari konsumsi rokok mampu diminimalisir melalui sejumlah inovasi seperti rokok elektrik atau yang disebut dengan vape, plaster nikotin, snus, dan produk termbaku yang dipanaskan bukan dibakar. Inovasi ini disinyalir mampu mengeliminasi dan menurunkan risiko kesehatan hingga 95% (Public Health England-PHE).

Syawqie menyebutkan inovasi dari produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi efisien untuk mengatasi masalah adiksi rokok. “Tidak mudah mengatasi adiksi masyarakat terhadap rokok, sehingga perlu solusi strategis untuk menekan dampak buruknya. Salah satu cara paling efisien adalah dengan memperkenalkan produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah melalui penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi,” jelas Syawqie pada AHRF 2017 beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Tembakau Alternatif

Pada 2016, YPKP Indonesia secara independen melakukan penelitian terhadap salah satu produk tembakau alternatif yaitu rokok elektrik. “Hasilnya, produk alternatif ini memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dibanding rokok yang dikonsumsi dengan dibakar. Hal ini terjadi karena produk yang tidak dibakar dapat mengeliminasi tar, racun berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran tembakau dan sebagian bersifat karsinogenik,” jelas Syawqie.

Senada dengan YPKP Indonesia, Kardiolog dunia asal Yunani Konstantinos Farsalinos yang telah melakukan penelitian tentang rokok elektrik sejak 2011 juga mengatakan produk tembakau alternatif berpotensi menyelamatkan jutaan jiwa.

”Kami telah melakukan penelitian tentang efek sitotoksik uap rokok elektronik pada sel otak dan efek langsung dari rokok elektronik yang digunakan pada fungsi jantung dan sirkulasi koroner. Hasilnya, efek yang ditumbulkan uap rokok elektrik jauh  lebih rendah risiko dibandingkan efek dari asap rokok,” ungkapnya. Penelitian terbaru dari Georgetown University Medical Center Amerika juga mengungkapkan hal serupa, dimana lebih dari 6.6 juta nyawa bisa diselamatkan dari kematian dini melalui terapi rokok elektrik.

Dalam AHRF 2017, diskusi mengenai produk tembakau alternatif bukan hanya dari sisi ilmiah namun juga dari sisi konsumen dan pembuat kebijakan. Dimas Jeremia, Ketua Ministry of Vape Indonesia (MOVI) mengatakan, tren konsumsi produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape di Asia terus naik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya komunitas vape yang ada di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, serta negara Asia lainnya.”

“Kini semakin banyak konsumen rokok yang sadar mengenai dampak buruk tar. Karenanya, minat masyarakat untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang memiliki risiko jauh lebih rendah, kini meningkat. Ini adalah sinyal positif dari masyarakat yang ingin gaya hidupnya makin rendah risiko,” imbuh Dimas. Dimas juga meminta pemerintah mengeluarkan aturan yang menjembatani kebutuhan konsumen terhadap pilihan produk tembakau yang lebih rendah risiko.

Terlepas dari bahaya rokok konvensional dan besarnya jumlah perokok—yang menjadi pasar potensial rokok elektrik—tidak mudah mengajak perokok untuk beralih dari rokok konvensional ke rokok elektrik. Untuk kasus rokok elektrik vape saja, banyak perokok yang enggan beralih ke vape karena harganya vape masih sangat mahal, sulitnya perawatan, dan belum adanya standarisasi produk. “Bagi perokok Vape itu ribet,” tutur Stevan, salah satu perokok yang pernah mencoba menggunakan Vape.   

Perokok lainnya Aston menyampaikan hal senada. “Vape memang lebih bagus tidak membahayakan kesehatan. Tapi saya sekarang tidak menggunakan vape lagi karena banyak isi ulang dijual di pinggir. Saya jadi meragukan kualitas isi ulangnya,” tutur pria yang akhirnya menjual mesin vape-nya ini.

Tony Burhanudin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here