Tren Call Center Perusahaan-perusahaan Menuju Profit Center

[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Call Center Award ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 2004 hanya dihadiri oleh beberapa perusahaan dan dihadiri oleh para manajer.  Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan Call Center Award 2010 yang telah dihadiri oleh jajaran BOD dan puluhan perusahaan.  Artinya Call Center Award sebagai sebuah pencapaian dari hasil survei Call Center Service Excellence Index dari Carre-CCSL ini telah menjadi tolok ukur yang sangat penting dan telah mendapatkan perhatian serius bagi jajaran top manajemen.  Penambahan kategori dan penambahan merek yang terus-menerus dilakukan, juga menunjukkan betapa berkembangnya industri Call Center ini.

Ketika pertama kali diluncurkan survei Call Center Service Excellence Index, isu  yang paling banyak  muncul adalah sangat tidak fair membandingkan antara Call Center sebuah perusahaan yang memiliki jumlah customer base besar dengan perusahaan yang memiliki jumlah customer base kecil. Meskipun perbandingan itu dilakukan dalam satu kategori industri yang sama.

Paradigmanya adalah mereka yang memiliki customer base kecil akan memiliki accessibility dan availability yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki customer base besar.  Misalnya accessibility HaloBCA dan Call Mandiri diasumsikan lebih rendah dibandingkan dengan Call Center Bank Jabar.  Karena semakin banyak pelanggan yang dimiliki oleh BCA dan Mandiri akan semakin banyak pula pelanggan yang akan menelpon untuk dilayani.  Konsekuensinya adalah semakin rendah accessibility dan availability nya.  Sedangkan accessibility dan availability merupakan salah satu sub dimensi pembentuk dimensi Acces di dalam  Call Center Service Excellence Index.

Tetapi setelah beberapa tahun berjalan, isu tersebut kini sudah mulai menghilang.  Memang sudah seharusnya demikian.  Tujuh tahun yang lalu perhatian top manajemen terhadap Call Center sebagai salah satu  touch point pelanggan yang dianggap sebagai cost center sangatlah kecil.  Berapa pun jumlah pelanggannya, cost yang digunakan untuk mengelola Call Center dibuat sebisa mungkin hampir sama.  Sehingga akibatnya jumlah pelanggan yang besar atau customer base yang besar menjadi weakness dari perusahaan ketika diukur accessibility dan availability.

Kini paradigmanya telah berubah, kesadaran bahwa semakin besar customer base yang dikelola sudah seharusnya diikuti dengan semakin besar profit yang akan diperoleh semakin menguat. Sehingga nilai investasi yang ditanamkan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan yang berjumlah besar didalam pengelolaan  Call Center juga sudah semakin bisa diterima.

Perusahaan dengan customer base 10 juta pelanggan sudah semestinya memiliki jumlah investasi alat maupun jumlah  investasi people yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan customer base satu juta.  Karena seharusnya juga perusahaan tersebut mendapatkan profit yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang hanya memiliki customer base satu juta, jika berada dalam segmen yang sama.  Tren kesadaran untuk meningkatkan investasi di pengelolaan Call Center inilah yang berujung pada peningkatan indeks dimensi accessibility dan availability yang dapat dilihat di garfik 1.

Pada grafik di sebelah, menunjukkan bahwa Index Acess dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 ini menunjukkan kenaikan yang sangat pesat dari 76.815 menjadi 96.881.  Selanjutnya peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 sudah tidak signifikan lagi yaitu dari 96.512 menjadi 96.881 karena sudah hampir mencapai titik optimal.

Meskipun belum pernah dihitung secara langsung  Return on Call Center Investment (ROCCI) perusahaan, tetapi keuntungan secara tangible maupun intangible dengan meningkatnya accessibility dan availability sudah semakin banyak dirasakan.  Paling tidak semakin banyak perusahan-perusahaan yang mengelola Call Center-nya dengan baik  bisa memanfaatkan Call Center sebagai kanal yang digunakan untuk mendapatkan informasi (feedback) dari pelanggan.

Selain itu, banyak pula  perusahaan-perusahaan yang mulai memanfaatkan Call Center dan customer base nya yang besar sebagai CRM media, dan bahkan melakukan consultative selling, dengan memberikan informasi-informasi yang up to date sesuai kebutuhan pelanggan yang telah terekam perilakunya melalui database yang telah masuk.  Dalam survei yang berbeda, juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mencantumkan nomor Call Center-nya dan dikelola dengan baik memberikan image layanan yang sangat positif bagi pelanggan.

Call Center Index 2011

Tahun ini kembali CCSL (Carre-Center for Customer Satisfaction and Loyalty) mengeluarkan hasil riset Call Center Index untuk yang ketujuh kalinya. Riset ini bertujuan untuk mengukur kinerja Call Center di masing-masing perusahaan di Indonesia. Penilaian terhadap performa Call Center ini didasarkan pada 3 kontak layanan, yaitu akses  yang berkaitan dengan teknologi, sistem dan prosedur  yang berkaitan dengan konsistensi standar layanan, serta sumber daya manusia  yang berkaitan dengan soft skill maupun hard skill.

Hasil riset masih menunjukkan industri perbankan memiliki indeks paling tinggi. Bahkan untuk priority banking, indeksnya mencapai lebih dari 85. Kinerja yang cukup bagus telah ditunjukkan oleh industri electronics household yang mencatat kenaikan dua point dari indeks 78 pada tahun lalu menjadi 80 di tahun ini. Sebaliknya, indeks telekomunikasi mengalami penurunan dua point dibanding tahun lalu. Penurunan ini bisa dimungkinkan karena melonjaknya jumlah pelanggan seluler yang belum diantisipasi secara maksimal oleh beberapa perusahaan, khususnya dalam hal SDM dan standar layanan.

Boleh dikatakan PermataBank jagonya dalam mengelola Call Center. Call Center-nya yang diberi nama PermataTel ini selalu menempati posisi teratas. Bahkan untuk tahun ini meraih predikat Exceptional dengan indeks mencapai 91.425. Kebehasilan PermaTel dalam mempertahankan prestasinya memang tidak terlepas dari kepiawaian PermataBank dalam mengelola ketiga hal utama, yaitu SDM, system dan teknologi. Ketiga hal ini terintegrasi dalam menciptakan kualitas layanan PermataTel.

LG, ternyata tidak saja jago dalam penjualan produk elektronik, namun perusahaan ini pun mampu dalam mengelola pelayanan. Bagi LG, layanan Call Center tidak saja memberikan informasi seputar produk, tapi didaulat mampu memberikan solusi bagi setiap permasalahan customer terkait produk LG. Paradaigma seperti inilah yang menjadikan layanan Call Center LG meraih indeks excellence.

Hasil-hasil riset Call Center ini setidaknya bisa menjadi barometer sekaligus sebagi cambuk dalam meningkatkan kinerja layanan Call Center secara nasional. Adanya peningkatan indeks di berbagaia industri telah menunjukkan upaya yang telah dilakukan para pemilik merek untuk mengembangkan layanan Call Center yang berkualitas. (Service Excellence)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here