Tetap Eksis Lewat Jurus Family Store

Perusahaan sepatu Bata yang berdiri sejak 1894 ini mampu bertahan hingga kini. Ouletnya bahkan sudah menggurita. Apa kiat suksesnya bertahan mampu ditengah ketatnya persaingan bisnis alas kaki?

Siapa tidak kenal merek Bata? Merek sepatu ini sudah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Dalam rangka menyosong Hari Lebaran tahun ini, PT Sepatu Bata Tbk—produsen alas kaki merek Bata ini membuka outlet barunya di Mal Artha Gading, Jakarta Utara,  pada pertengahan Agustus lalu. Gerai yang ke-515 ini merupakan gerai terbesar, dan terlengkap milik Bata.

“Di tengah maraknya produk impor yang membanjiri pasar Indonesia, kami bersyukur Bata masih eksis sampai sekarang. Bahkan, terus berekspansi di pasar dalam negeri. Kami menyajikan koleksi terlengkap, terbaik dan kenyamanan  bagi keluarga saat mereka berbelanja kebutuhan alas kaki,”  ujar Alberto Errico, Presiden Direktur PT Sepatu Bata.

Sementara itu, Wilfried Tampubolon, Store Operation Manager mengatakan konsep ritel yang diterapkan Bata sejak dulu adalah family store—toko keluarga. Artinya, kebutuhan alas kaki dari bayi sampai orang dewasa tersedia di sana.

“Kami menjawab kebutuhan mereka akan sepatu dan sandal. Kenyamanan pelanggan menjadi penting. Karena itu, ukuran toko yang luas dan jumlah varian sepatu yang lebih banyak mendukung kenyamanan tersebut. Ini menjadi salah satu jurus andalan kami dalam memenangkan ‘peperangan’ di bisnis sepatu. Semakin banyak variasi akan memberi semakin banyak benefit pada pelanggan kami,” kata Wilfried.

Kesungguhan Bata dalam mengembangkan pasar sepatu ini tak lepas dari potensi bisnis alas kaki yang tetap menjanjikan. Menurutnya, bisnis alas kaki di Indonesia bertumbuh rata-rata setiap tahun mencapai 10 persen. Penjualan selama Januari-Juli 2009 mencapai enam juta pasang, dan tumbuh 15 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Oleh karena itu taget penjualan 13 juta pasang selama tahun 2009 optimis akan terlampaui.

Gerai terbaru Bata mengusung tagline “yang terbesar dan terbaik di Indonesia.  “Maksud terbaik tak adalah menyediakan produk bagi keluarga, dengan servis dan kualitas yang bisa diandalkan.  Karena kami sudah eksis selama 78 tahun di bisnis ini.  Meski kami merek lama, tapi kami punya napas panjang untuk terus berkembang sampai sekarang. Ini menjadi kebanggan kami,” imbuhnya.

Jaringan outlet Bata tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di daerah Timor-Timur sebelum menjadi negara merdeka. “Target market kami lebih pada kelompok menengah, dimana mayoritas penduduk Indonesia terbesar adalah kelas menengah,” kata Wilfried.

Bagi Wilfried outlet menjadi bagian penting dari strategi komunikasi Bata.  “Strategi memperbanyak outlet merupakan media ampuh untuk mempertahankan perhatian, atau kepedulian pelanggan pada produk Bata. Sedangkan toko menjadi alat promosi marketing kami,” tandasnya.

Langkah Bata dalam menambah jumlah outlet dengan ukuran besar ini boleh dibilang berani. Di tengah krisis ekonomi global ini, Bata justru menanamkan investasi senilai Rp 75 miliar di pabrik Purwakarta. Investasi ini ditujukan untuk membeli alat-alat produksi yang lebih modern, melakukan pelatihan karyawan, membeli software dan perkakas desain sepatu terbaru.

Di luar outlet, Bata menggunakan brand ambassador untuk strategi komunikasi. Seperti Ade Rai untuk produk sport dan Luna Maya untuk produk perempuan. Bata juga bermain secara above the line di televisi. Khususnya saat anak-anak mau masuk sekolah. Untuk media promosi, Bata bekerjasama dengan beberapa pihak, termasuk majalah suvenir di kabin pesawat Garuda Indonesia.

Bagi Wilfried, outlet besar harus diimbangi dengan servis memuaskan pada pelanggan. Di Bata, dikenal program Happy Fee, yaitu tata cara pelayanan kepada pelanggan Bata. “Pramuniaga kita latih untuk benar-benar memperlakukan pelanggan sebagai raja. Kita harus menyapa, dan melayani mereka sebaik mungkin dari saat masuk sampai keluar. Posisi pramuniaga dalam melayani pelanggan sebisa mungkin lebih rendah dari pelanggan,” katanya.

Untuk menambah kenyamanan dalam berbelanja, Bata menambah arena bermain kecil di dalam outletnya. “Tujuannya, anak-anak bisa senang, betah, dan mendapat pengalaman tak terlupakan. Ini pun memberi kenyaman bagi orangtua yang memang mau memilih sepatu tanpa harus diganggu rengekan anak. Arena bermain ini mendapat respon yang sangat bagus. Ini bagian ide inovatif kami dalam memasarkan sepatu,” katanya.

Penambahan outlet baru ini sengaja disesuaikan dengan momen menjelang Lebaran. Sudah lumrah bila pada masa ini, orang-orang ingin tampil lebih memikat. Khususnya dengan alas kaki baru. Tapi, pada kondisi seperti sekarang ini, orang harus pintar membelanjakan dana yang ada. “Tampil memikat dan bergaya tidak harus mahal. Asal orang itu bisa memilih alas kaki yang tepat. Bata adalah jawabannya. Apalagi strategi harga yang kami terapkan adalah harga yang terjangkau oleh kemampuan target pasar,” lanjut Wilfried.

Upaya Rejuvenasi

Sebagai merek lama, Bata tidak mau ketinggalan zaman. Cara melakukan rejuvenasi adalah melalui desain sepatu yang dinamis. “Merek ini boleh merek lama. Tapi, disainnya selalu mengikuti tren model dan kebutuhan pelanggan yang ada. Disain kita sekarang sudah bervariasi. Beda bila dibanding  produk Bata tahun 1970-an, yang terkesan monoton. Dalam beberapa disain, kini kami menjadi pionirnya. Apalagi disainer kita kebanyakan anak-anak muda,” katanya.

Dalam grup Bata, ada merek dagang lain yang disesuaikan dengan karakter pelanggannya.  Sebut saja North Star untuk sepatu sekolah, Power untuk sepatu olahraga, Bublegummers untuk anak-anak, Marie Claire untuk sepatu perempuan, Sandak untuk sandal tahan air, Bata Industrials, Weinbrenner untuk sepatu kasual outdoor, dan Mocassino untuk sepatu kasual atau santai. Model sepatu di update setiap tiga bulan sekali sesuai tren yang ada.

“Merek Marie Claire cukup menjadi trenseter di sepatu perempuan. Desain kita cukup banyak. Semua ditangani oleh Shoe Inovation Centre yang digawangi oleh disainer profesional asal Italia,” ujar Wilfried.

Bahkan, saat ini merek Bata sudah berekspansi ke beberapa negara seperti Amerika Latin, Italia, Spanyol, Asia, dan lain-lain.  Perusahaan sepatu Bata ini pertama kali didirikan oleh Thomas Bata dalam payung Bata Shoe Organization di Zlin Chekoslovakia tahun 1894. Bata beroperasi di Indonesia sejak 1931. Kegiatan perdana dioperasikan di gudang Tanjung Priok, dengan menjual sepatu impor. Produksi pertama dimulai di Kalibata, Jakarta tahun 1939. Kini, produksi Bata difokuskan di Pabrik Purwakarta. Total karyawan Bata di seluruh Indonesia ada 981 orang. Armada penjualannya di segi ritel berjumlah 5.000 orang.

Pada tahun ini, Bata optimistis mendongkrak angka penjualan. “Kami optimis target penjualan 13 juta pasang sepatu terlampaui tahun ini. Apalagi ada perayaan hari besar tahun ini, Lebaran dan Natal. Momen ini akan menggerakkan keluarga untuk berbelanja alas kaki. Kami akan menjemput mereka,” tutur Alberto Errico.

Sementara itu, menurut pengamat pemasaran Yadhi Budi Setiawan, apa yang dilakukan Bata sudah tepat. Peremajaan merek lama sudah jadi tuntutan yang harus dijawab. “Sudah waktunya Bata meremajakan diri lewat banyak hal. Termasuk image, dan sebagainya. Strategi mengemas outletnya sudah bagus, karena sentuhan fashion akan menambah daya tarik pelanggan,” imbuh Yadhi.

Namun, bagi Yadhi, upaya meremajakan merek lama ini perlu optimalisasi. Butuh keberanian untuk keluar dari pakem yang selama ini dipegang oleh Bata tanpa harus mengaburkan identitasnya. “Apalagi masyarakat sekarang trennya cepat berubah,” tandas Yadhi. (Sigit Kurniawan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.