Kisah Ikan Gabus Selamatkan Lahan Gambut di Siak

Marketing.co.id  –  Berita Marketing | Sebanyak 57,44% wilayah Kabupaten Siak, Riau, merupakan lahan gambut. Karena itu, kebakaran hutan dan lahan gambut di Siak yang terjadi sepanjang 2011 sampai 2015 menimbulkan kerugian amat besar. Wakil Bupati Siak, H. Husni Merza, memandang luasnya lahan gambut ini sebagai kekayaan ekologis, yang menyuguhkan tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. Ia juga menilai kondisi ini sebagai salah satu pintu masuk untuk perbaikan tata kelola lahan. Masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut perlu mencari alternatif pendapatan ramah gambut.

Kabupaten Siak, salah satu pendiri sekaligus Wakil Ketua Umum Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), menjadi salah satu kabupaten yang berkomitmen untuk menerapkan pembangunan hijau. “Namun, kami sadar bahwa Pemkab Siak tidak bisa sendiri dalam mengatasi masalah kebakaran. Kami menyusun Peraturan Bupati tentang Inisiatif Siak Hijau. Kini pun sudah ada Peraturan Daerah tentang Siak Kabupaten Hijau,” kata Husni.

Gambut yang merupakan tumpukan vegetasi berusia ratusan tahun merupakan lahan yang menyimpan banyak karbon namun mudah terbakar. Sehingga, ketika terjadi kebakaran gambut, akan terjadi pelepasan karbon yang sangat tinggi. Karbon yang terlepas ke udara ini dapat membuat bumi semakin panas dan memperparah perubahan iklim.

Namun, CEO PT Alam Siak Lestari (ASL), Musrahmad yang akrab disapa Gun menyampaikan, hidup di area lahan gambut yang rentan kebakaran merupakan suatu fakta yang tak terelakkan. Maka, ia berusaha mencari solusi terbaik agar bisa hidup nyaman bersama gambut. Gambut yang berisiko terbakar adalah gambut yang kering.

Baca juga: Restorasi Gambut Kunci Penurunan Risiko Kematian

Salah satu cara untuk memperkecil risiko kebakaran adalah menjaga lahan gambut tetap basah. “Di situlah tercetus model bisnis yang dapat membantu masyarakat sekaligus menjaga lingkungan, yaitu budidaya ikan gabus di lahan konservasi gambut dan area sekat kanal. Hal ini terwujud berkat gotong royong antara Pemkab Siak, masyarakat sipil, sektor swasta, dan orang-orang muda.”

Bisnis berbasis solusi

Sebelum memutuskan untuk budidaya ikan gabus, Gun dan timnya mengenali budaya warga Siak atau orang Melayu yang kerap memanfaatkan protein tinggi pada ikan gabus untuk membantu proses pemulihan kesehatan, terutama bagi ibu yang baru melalui proses persalinan.

Menyadari bahwa banyak ikan gabus yang ditangkap liar dari perairan lahan gambut, Gun bersama para mitra Siak Hijau berupaya mendalami berbagai spesies endemik gabus di habitat gambut, seperti jenis toman dan lompong.

Melalui riset yang mendalam tentang kandungan dalam ikan gabus bersama mitra, mereka menemukan bahwa ikan gabus dari habitat gambut mengandung albumin yang sangat tinggi, lebih tinggi daripada jumlah albumin pada hewan lain.

Lahan gambut
Masyarakat memanen ikan gabus [Foto Alam Siak Lestari
Inilah yang membuat ASL kemudian memutuskan untuk bereksperimen budidaya dan ekstraksi ikan gabus dengan fokus produk turunan kesehatan lewat program HEAL (Healthy Ecosystem Alternative Livelihood) Fisheries. Harapannya, semakin kuat motivasi warga dan desa untuk memelihara gambut tetap basah, jika ada mata pencaharian baru yang menjanjikan dari hasil olahannya.

Gun menyampaikan, HEAL Fisheries hanyalah proyek awal. Setelah produk masuk pasar, ASL akan beralih ke potensi lain yang tujuannya juga sama, yaitu penyelamatan gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat produk turunan bernilai tinggi.

“Potensi yang dikembangkan harus potensi yang berbasis solusi nyata terhadap masalah utama kami, yakni konservasi gambut. Dan, yang tak kalah penting, pasarnya ada. Potensi yang kami lirik selanjutnya adalah nanas, salah satu tumbuhan yang cocok di lahan gambut. Dengan belasan ribu hektar tanaman nanas di Siak yang mampu melindungi lahan gambut sekitar, potensinya besar sekali. Akan ada banyak produk turunan yang bisa diciptakan dan dikembangkan dari nanas,” kata Gun, yang menargetkan konservasi gambut seluas 16.000 hektar.

Produksi bebas limbah

Sebuah pabrik, apa pun yang mereka produksi, umumnya menghasilkan limbah yang perlu dikelola dengan cermat agar tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Tapi, masyarakat yang hidup di sekitar ASL beroperasi tak perlu cemas. Karena, ASL memastikan bahwa mereka tidak menghasilkan limbah sama sekali.

Baca juga: Kolaborasi Teknologi dan Konsep Hemat Energi di Pabrik Ichitan

Para karyawan ASL sering berkelakar, ketika seekor ikan gabus masuk ke pengolahan proyek HEAL Fisheries, dia pulang hanya tinggal nama. Pasalnya, setiap bagian tubuhnya sampai sekecil apa pun akan dimanfaatkan secara maksimal.

Setelah albumin diekstrak, daging ikan yang tetap utuh kemudian diolah menjadi tepung yang mengandung protein tinggi. Karena, selain albumin, ikan gabus mengandung banyak protein lain, seperti omega 3 dan omega 9. Tepung tersebut diolah lagi menjadi makanan berprotein tinggi.

“Kami punya produk turunan protein ball. Ada juga kukis dari tepung ikan gabus, daun kelor, dan gula aren, yang tinggi peminat. Kulitnya diolah menjadi gelatin, yang kemudian diubah menjadi bahan plastik ramah lingkungan yang bahkan bisa dimakan. Sementara isi perut dan kepala ikan dijadikan pupuk cair dan pupuk padat. Sebagian juga diolah menjadi kecap ikan yang berkualitas baik,” kata Gun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here