Marketing.co.id – Berita Lifestyle | Kemitraan antara Indonesia dan Prancis terus diperkuat melalui sektor industri kreatif, khususnya mode dan kerajinan. Program inkubator mode PINTU (Platform Industri Mode Terpadu untuk Unggulan), yang dimulai sejak 2022, menjadi wadah kerja sama bilateral yang melibatkan desainer, pengrajin, pendidik, hingga pelaku industri fesyen dari kedua negara.
Puncak dari program inkubasi tahun ini ditandai dengan penyelenggaraan Seminar Fesyen dan Kerajinan yang digelar pada Selasa, 29 Juli 2025, di Institut Français Indonesia (IFI) Thamrin, Jakarta. Seminar yang terbuka untuk umum ini dihadiri oleh ratusan peserta dari Indonesia dan Prancis.
Acara ini merupakan kolaborasi antara Kedutaan Besar Prancis di Indonesia melalui IFI, JF3 Fashion Festival, dan ekosistem LAKON Indonesia. PINTU sendiri telah menjangkau lebih dari 100 profesional mode melalui program mobilitas, kolaborasi kreatif, serta residensi kreatif tiga bulan di Indonesia bagi desainer asal Prancis.
Seminar ini dibagi dalam dua sesi utama. Sesi Pagi (10.00–13.00 WIB) menghadirkan 15 lokakarya tematik yang dipandu para ahli dari Indonesia dan Prancis, membahas topik-topik krusial seperti mode berkelanjutan dan ekonomi sirkular, sejarah mode dan narasi budaya, serta penataan gaya dan etika produksi bertanggung jawab. Sementara Sesi Siang (14.00–18.00 WIB) dimulai dengan sambutan dari Y.M. Fabien Penone, Duta Besar Prancis untuk Indonesia; Teuku Riefky Harsya, Menteri Ekonomi Kreatif; dan Soegianto Nagaria, Ketua JF3 dan Co-Initiator PINTU.
Sesi keynote utama disampaikan oleh Alain Soleil, Direktur Ecole Duperré Paris, yang membahas tren budaya dan estetika global dari perspektif Paris. Kehadiran Alain Soleil ini juga merupakan implementasi kerja sama antara Ecole Duperré dan program PINTU, pasca-penandatanganan MoU saat kunjungan kenegaraan Prancis ke Indonesia pada Mei 2025. Sesi ini juga dilengkapi dengan paparan dari Simpwati Simarno, Managing Director Louis Vuitton Indonesia, yang memberikan perspektif Indonesia terhadap dinamika industri mode dan kemewahan global.
Dalam seminar tersebut, terungkap bahwa generasi muda Indonesia “hidup, bernafas, dan terhubung 24 jam sehari di media sosial.” Keterikatan digital ini menjadikan mereka konsumen yang cerdas dan kritis. Mereka tidak hanya mencari produk; mereka mencari nilai, cerita di balik sebuah merek, dan keaslian. Mereka menantang status quo, membuat pasar menjadi lebih dinamis dan penuh peluang.
Sudah sejak 25 tahun lalu, Indonesia dikenal sebagai destinasi fesyen yang bergaya. Pasar kita sangat memahami apa yang mereka inginkan, bahkan dalam aktivitas sehari-hari seperti ke pasar, mereka tetap tampil maksimal. Hal ini menjadikan Indonesia pasar yang sangat penting bagi merek dan penjual internasional, yang seringkali terheran-heran dengan permintaan akan produk terbaru, terbaik, dan edisi terbatas dari konsumen Indonesia. Jawabannya sederhana, yakni mereka selalu online dan terhubung.
Digital Bukan Pilihan, Tapi Keharusan
Lebih dari 80% pengguna internet di Indonesia berusia di bawah 40 tahun. Mereka terus-menerus terpapar dan terpengaruh oleh apa yang mereka lihat secara online. Ini menjadikan keberadaan digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan bagi setiap merek fesyen di Indonesia. Media sosial adalah etalase utama merek, papan iklan raksasa, dan jalur komunikasi langsung.
Sebelum mengunjungi toko fisik, 80% konsumen akan mencari informasi merek secara online. Mereka proaktif, ingin tahu siapa di balik produk, apa mereknya, dan bagaimana rasanya. Mereka ingin berdialog dengan merek, mendapatkan informasi, dan mengetahui kisahnya.
Untuk berhasil di ranah digital yang ramai ini, merek perlu memahami “kesehatan” diri mereka: siapa Anda, apa yang membuat Anda berbeda, apa yang membuat Anda unik? Strategi digital yang efektif melibatkan penceritaan yang kuat, kolaborasi kreatif, dan eksperimen dengan teknologi baru seperti Augmented Reality (AR), NFT, atau teknologi imersif lainnya. Lebih dari sekadar mencari influencer dengan pengikut terbanyak, kunci suksesnya adalah menemukan representasi merek yang otentik dan membangun komunitas yang dapat menjadi suara merek. Di era digital ini, bukan lagi yang paling terkenal yang menang, tetapi yang paling manusiawi dan otentiklah yang akan menjadi lebih kuat.
Konsumen Indonesia juga sangat memperhatikan nilai yang diwakili oleh merek. Mereka ingin memahami cerita di balik desain dan proses produksi. Memakai produk lokal kini menjadi kebanggaan. Dengan lebih dari 17 ribu pulau dan kekayaan etnis serta budaya, Indonesia memiliki peluang besar dalam tekstil dan kerajinan. Merek dapat menggabungkan warisan tradisional dengan sentuhan modern untuk menciptakan cerita yang kuat.
Beberapa contoh inspiratif antara lain Toton, desainer yang terinspirasi dari ingatan sang ibu, menghadirkan kekayaan Minang dalam desain modern yang menarik perhatian global. ada juga Sejauh Mata Memandang yang tidak hanya menjual kain, tetapi membawa kisah tanah, proses pembuatan, dan kesejahteraan melalui produk daur ulang.
Selain itu ada Buttonscarves. Dalam kurang dari 10 tahun, merek ini meraih kesuksesan besar bukan hanya karena gaya atau pangsa pasar, tetapi karena identitas merek yang sangat jelas, strategi pemasaran yang jenius, kolaborasi yang cerdas, platform digital omnichannel yang mulus, dan komunitas penggemar yang loyal (“Girl’s Buttonscarves Squad”).
Merek-merek sukses ini, meskipun berawal dari kerendahan hati, berhasil “menempatkan Indonesia di peta” dan diri mereka di garis depan dengan menceritakan kisah-kisah yang relevan dengan masa depan. Lokalisasi tidak hanya tentang desain, tetapi juga penggunaan materi berkelanjutan, kolaborasi dengan seniman lokal untuk musik dan dekorasi toko, serta berbagai elemen yang mencerminkan kekayaan lokal.
Pelanggan Indonesia adalah konsumen yang berpikir. Mereka tidak hanya membeli produk, tetapi juga dukungan di baliknya. Generasi muda khususnya sangat yakin pada diri sendiri, tahu apa yang mereka inginkan, dan mencari cara untuk berekspresi. Mereka haus akan eksperimen dan selalu mencari ruang untuk membuat dampak berarti. Bagi mereka, ekspresi berarti kebebasan dan keberanian; tidak ada formula yang salah, baik itu memadukan batik dengan jeans atau sarung dengan jaket denim. Ekspresi adalah tentang diri mereka, bukan tentang tren.
Mereka juga mencari pengalaman otentik. Mereka menginginkan sesuatu yang personal, dibuat khusus, bahkan mungkin sesuatu yang bisa mereka buat sendiri. Mereka ingin belajar bagaimana batik dibuat atau bagaimana kancing logam dicetak. Mereka mencari jawaban “siapa, bagaimana, apa” untuk membuat keputusan lebih cepat dan mendukung merek dengan nilai yang jelas serta dampak sosial yang transparan.
Indonesia adalah pasar yang dinamis dan kaya, namun kompetitif. Di tengah tantangan global seperti inflasi dan menurunnya daya beli, merek perlu terus berinovasi dan kreatif untuk menjaga daya saing. Kepercayaan konsumen semakin sulit didapat, dan mereka akan meneliti dengan seksama sebelum memutuskan pembelian. Di sinilah transparansi dan komunikasi merek yang jujur menjadi sangat krusial untuk membangun koneksi yang berarti dengan konsumen yang cerdas dan berprinsip.