Pentingnya Berkreasi dalam Strategi Era Pandemi (3)

Marketing.co.id – Artikel Marketing | Di artikel sebelumnya telah diulas cara Contrast dan Combination untuk memicu kreativitas dalam penyusunan strategi. Cara berikutnya adalah dengan Constraint dan Context, Dengan cara Constraint, organisasi berusaha menggunakan keterbatasan yang ada menjadi sumber keunggulan dalam bisnisnya. Dalam proses perencanaan strategi, kita sudah familiar dengan framework SWOT. Dalam framework ini, Weakness adalah kelemahan yang dimiliki organisasi, yang harus diperbaiki agar dapat berubah menjadi kekuatan atau harus diminimalkan agar tidak terekspose oleh Threat alias ancaman dari luar organisasi.

Di A.S. peritel pakaian Bonobos tidak dapat bersaing dengan peritel besar yang umumnya memiliki ukuran gerai sangat luas dan stok barang yang lengkap. Keterbatasan dari sisi ukuran gerai dan stok ini dimanfaatkan Bonobos dengan menjadikan gerai mereka sebuah “display” dan ruang ganti (Editorial credit: Susan Montgomery / Shutterstock.com)

Prinsip Constraint berbeda dengan SWOT karena dengan cara Constraint, kelemahan atau keterbatasan organisasi dari aspek orang, sistem, proses, sumber daya, lokasi, dan lain-lain tidak harus diubah secara langsung menjadi kekuatan, ataupun harus disembunyikan dari ancaman. Kelemahan atau keterbatasan justru “dieksploitasi”, dimunculkan menjadi sebuah keunikan yang menjadi sumber daya saing baru. Usaha kuliner di daerah, atau produsen makanan sehat, organik, dapat memanfaatkan prinsip ini. Lokasi restoran di pinggiran kota atau bukan berada di kota besar adalah sebuah Constraint, tetapi mereka dapat mengkomunikasikan sebuah positioning bahwa makanan ini dibuat dengan racikan asli, dimasak langsung oleh pemiliknya, atau dengan resep turun temurun, tidak buka cabang di tempat lain.

Baca juga: Pentingnya Berkreasi dalam Strategi Era Pandemi (1)

Di A.S. peritel pakaian Bonobos tidak dapat bersaing dengan peritel besar yang umumnya memiliki ukuran gerai sangat luas dan stok barang yang lengkap. Keterbatasan dari sisi ukuran gerai dan stok ini dimanfaatkan Bonobos dengan menjadikan gerai mereka sebuah “display” dan ruang ganti. Pelanggan yang tertarik dapat memesan dan barang akan dikirim belakangan, atau dapat dipesan lewat kanal daring. Tesla juga memanfaatkan kelemahan mereka dari sisi jaringan distribusi kendaraan secara nasional, menjadi sebuah keunggulan dengan membangun showroom eksklusif dan penjualan mobil secara daring.

Cara berikutnya adalah Context. Cara ini menggunakan prinsip pemecahan masalah yang dianggap serupa (analogous) yang pernah terjadi pada konteks lain, kemudian diimpor pada masalah yang dihadapi organisasi saat ini. Intel menggunakan analogi “bundling” yang sudah lebih dulu dikenal di sektor consumer goods, misalnya Gilette dengan mata pisau Mach 3, atau Teflon plus NutraSweet dan lain-lain. Dengan tagline “Intel Inside” maka Intel berhasil menemukan cara untuk mengangkat mereknya menjadi lebih dikenal. Walaupun produk chip ukurannya kecil dan tidak terlihat mata, tetapi tetap dapat dikenal luas oleh publik.

Asnan Furinto, Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

Baca juga: Pentingnya Berkreasi dalam Strategi Era Pandemi (2)

Cara Context juga memanfaatkan prinsip bahwa pengguna produk dengan cara ekstrem saat ini adalah sumber inovasi untuk produk di masa depan. Penggemar olahraga ekstrem seperti sepeda gunung, skateboarding, snowboarding, dan windsurfing misalnya, tentu menggunakan alat olahraganya secara intensif dan maksimal, di sinilah dapat muncul sumber ide untuk produsen alat olahraga dalam melakukan inovasi pengembangan produk untuk segmen pasar yang lebih luas.

 

Asnan Furinto
Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.