Kenyataannya adalah banyak lowongan kerja namun jarang tersedia tenaga kerja yang sesuai
Pengangguran di negara mana pun, termasuk masalah ketenagakerjaan di Indonesia, akan selalu menjadi isu yang sensitif. Saya sudah mengetahui sendiri bahwa banyak orang di sekitar saya merasakan betapa tidak mudahnya mencari dan mendapatkan pekerjaan.
Namun, di saat yang sama, khususnya di dunia digital tempat saya bekerja saat ini, saya juga mendengar banyak kisah dari rekan-rekan sejawat tentang kesulitan mereka mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan.
Sebagai contoh, karena kesulitan yang dialaminya, seorang webmaster media ternama di Indonesia sempat meminta saya ikut membantu mencarikan seseorang yang mengerti dan memahami SEO (Search Engine Optimization) untuk dijadikan karyawan tetap di perusahaannya.
Apa yang dapat kita pelajari dari contoh kasus aktual mengenai pengangguran dan ketenagakerjaan di Indonesia? Meski lowongan kerja tersedia, banyak para pelamar kerja tidak dapat memenuhi prasyarat yang diminta. Para pelamar kerja ini belum dapat direkrut karena mereka memang belum pantas untuk direkrut.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia dalam perspektif dunia digital
Jika topik artikel ini Anda coba kaitkan dengan dunia digital di Indonesia, Anda akan menyadari bahwa tidak sedikit jumlah orang-orang yang terlibat di dalamnya berasal dari dunia non-digital. Hal ini dialami perusahaan karena kurangnya SDM yang ada sehingga perlu penyesuaian yang bakal memakan waktu tidak sedikit.
Penyesuaian tersebut diperlukan karena banyak hal yang berbeda dalam dunia digital jika dibandingkan dengan dunia non-digital. Pemahaman secara holistik pun diperlukan, seperti perilaku konsumen daring, penyusunan konten portal berdasar SEO, dsb.
Kini, cobalah bayangkan dari sudut pandang perusahaan atau pemberi kerja jika mereka harus melatih dan mengajari para pencari kerja dikarenakan ketidaksiapan mereka untuk segera melakukan tugas-tugas mendasar dalam dunia digital yang menjadi bagian dari deskripsi kerja mereka.
Meningkatnya biaya pelatihan karyawan akan segera menjadi salah satu pertimbangan utama perusahaan untuk menambah karyawan atau tenaga kerja baru.
Solusi terhadap masalah ketenagakerjaan di dunia digital Indonesia
Berdasarkan obrolan saya dengan dosen-dosen saya semasa kuliah maupun rekan-rekan di dunia digital, edukasi sejak dini yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pasar akan menjadi salah satu solusi terbaik dan terefektif mengatasi jurang antara pencari kerja dengan lowongan yang tersedia.
Jika kita melihat dalam konteks dunia digital, adanya kurikulum yang membahas tentang dunia digital perlu diterapkan secara nyata dan meluas di berbagai institusi pendidikan sebagai pemasok utama tenaga kerja. Ingat bahwa kita tidak akan melihat hasilnya secara instan karena kita juga perlu melihat faktor-faktor kesiapan sumber daya yang ada.
Dengan langkah ini, semoga kelak kita melihat Indonesia dipenuhi dengan tenaga kerja yang mumpuni di bidang digital, baik urusan pemasaran maupun teknis seperti halnya India, negara tempat saya pernah tinggal dan bekerja.
Andika Priyandana – Manajer Pengembangan Bisnis Alawar Entertainment, pengamat dunia digital
Perkembangan dunia yang tanpa batas justru mendorong kebutuhan SDM yang kompeten dan harus in line dengan pasar tenaga kerja. Di era digital saat ini, kemampuan dan skill yang tepat di dunia digital justru semakin urgent untuk meningkatkan performance, reputasi, bahkan revenue corporate dan kelembagaan…nice article
Terimakasih atas komentarnya, Pak Hasis.
Ketimpangan antara supply produk hasil lembaga pendidikan (Sarjana) dengan demand pasar (Perusahaan) memang sudah dari dulu terjadi di Indonesia. Sarjana yang baru saja diwisuda ketika berhadapan dengan dunia kerja tidak jauh beda dengan rusa masuk kota. Bingung.
Dari sisi konten artikel, so-so lah…(sorry nih bro Hasis kita nggak sepikiran). Kalau bro Andika ada waktu untuk mengulik lebih lanjut, mungkin bisa membantu pertanyaan saya yang belum bisa saya jawab selama ini : “Mengapa pelajar di Indonesia tidak jauh beda dengan spons besar yang menghisap semua ilmu pengetahuan tetapi tidak tahu harus diapakan dengan semua ilmu tersebut (tidak melek science) ?”
Terimakasih atas komentar dan masukannya, bro Frans 🙂
Artikel ini memang saya buat sesederhana mungkin agar pesan utama yang ingin disampaikan dapat langsung tertangkap dengan jelas. Dari komentar Anda, terlihat bahwa Anda memang langsung memahami apa yang ingin disampaikan oleh artikel ini.
Mengenai pertanyaan Anda, kalau saya jawab singkat, mereka memerlukan sebuah pengalaman penerapan ilmu tersebut selama masih masa belajar. Entah dengan magang kerja, kerja sosial, dll. Diharapkan, dengan praktik tersebut, mereka menjadi melek sains/tahu apa yang harus dilakukan dengan ilmunya. Jika sudah dilakukan tapi belum efektif, dapat dikulik lebih lanjut masalahnya.
Jadi, menarik juga sih kalau pertanyaan Anda dijadikan ide utama pembuatan artikel 🙂
Terimakasih.