Optimalisasi Event

www.marketing.co.idEvent yang pada awalnya efektif punya daya tarik, setelah tiga tahun nampaknya mulai menurun animo pelanggannya.

Sangat bergantung pada industri atau kategori yang kita pasarkan. Untuk kategori barang tiap hari dipakai (fmcg= fast moving consumer goods) seharusnya efektivitas tetap ada walaupun bisa juga menurun dibanding ketika awal pertama kali dieksekusi. Namun, jika kategori yang ditawarkan bukanlah barang sehari-hari atau bukan fmcg, maka semakin lama dipromosikan akan semakin berkurang responnya.

Lihatlah cycle pembelian untuk kategori yang dipasarkan. Jika purchase cycle-nya lama, yakni dari satu pembelian ke pembelian berikutnya diperlukan waktu yang lama—misalnya barang-barang elektronik kebutuhan rumah tangga, mobil, motor, perhiasan, maka pengadaan promosi berlebihan dan berulang-ulang akan menjadi tidak efektif. Di samping itu, akan menurunkan image toko yang kita keloa. Jika cycle pembeliannya pendek, seperti misalnya barang konsumsi yang dibeli seminggu atau sebulan sekali, maka pengadaan promosi berulang-ulang sepanjang tahun memetakan outlet kita sebagai outlet yang ”murah sepanjang tahun”. Maka, kita akan berjualan hanya jika ada promosi. Selebihnya, jika berhenti berpromosi, penjualan pun tidak terbentuk.

Berhati-hatilah dalam mengekesekusi kegitan promosi. Tips promosi yang pertama, berpromosilah dengan sebuah alasan yang dapat diterima oleh konsumen sebagai sebuah kesempatan emas yang tidak mungkin mereka dapatkan lagi di masa datang. Kedua, berpromosilah dengan ”tertib”. Maksudnya, harus jelas siapa yang disasar dalam paket promosi yang akan dijalankan. Jangan berpromosi untuk semua kalangan tanpa perencanaan yang matang karena hanya akan merusak imageKetiga, berpromosilah tanpa harus memeras habis potensi merek untuk menghasilkan revenue.  Pemerasan habis-habisan dengan menggunakan promo event berjangka panjang akan mempercepat ”ketuaaan merek”, yang berakibat pada kelumpuhan dan kerongsokan merek. Kerusakan image mengakibatkan kerusakan potensi merek untuk menghasilkan ”future revenue”.

Pertanyaannya, bagaimana jika ini sudah terjadi? Merek perlu direvitalisasi, direjuvenasi, atau perlu diganti. Sesungguhnya, lebih mudah membangun merek baru ketimbang memperbaiki yang sudah rusak. Revitalisasi merek biasanya dilakukan bersamaan dengan rejuvenasi, sehingga merek tampil dengan image yang baru. Baju merek perlu diganti dan direaktivasi. Akhirnya, yang keempat, berpromosilah dengan terencana dengan tetap memikirkan future revenue. Jangan hanya pemerasan revenue saat ini yang membuat merek menjadi mesin ”pemeras susu, namun susu yang dihasilkan sudah bukan lagi yang berkualitas baik karena encer tidak kental” dan tidak mengandung profit yang sehat. Jadi pemerasan habis-habisan potensi merek dalam menghasilkan revenue akan menurunkan profit margin dan mengeroposkan merek secara cepat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here