Open Internet Ancaman bagi Media Sosial?

Marketing.co.id  –  Berita Digital Techno | Selama ini pengguna internet di Indonesia identik dengan media sosial. Masyarakat Indonesia sangat aktif menggunakan media sosial dalam keseharian. Bahkan, berbagai riset sebelumnya menunjukkan netizen Indonesia paling “berisik” dan termasuk salah satu yang paling tidak sopan dalam berkomentar di media sosial.

Tapi siapa sangka hasil riset mengungkapkan masyarakat Indonesia lebih banyak menghabiskan waktu di open internet. Dari 283 jam yang dihabiskan rata-rata konsumen Indonesia di media digital dalam sebulan, lebih dari setengah (55 persen) waktu tersebut dihabiskan di open internet. Demikian hasil riset dari teknologi periklanan global The Trade Desk dan Kantar.

Lalu, apa sih yang dimaksud dengan open internet dan apa saja yang masuk? Open internet atau internet terbuka – mencakup situs berita/web, Over the Top (OTT), Connected TV (CTV), streaming musik/audio, dan game daring.

Riset tersebut dilaksanakan dengan pendekatan dua arah. Bersama Kantar, The Trade Desk melakukan survei kepada 1.000 masyarakat Indonesia berusia 16-65 tahun pada September 2022. Hasil dari riset ini mempertimbangkan usia dan jenis kelamin untuk menjadi representatif secara nasional. The Trade Desk juga mewawancarai agensi dan pemasar di Asia Pasifik, termasuk ahli dari India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan.

Riset pertama terkait open internet ini juga mengungkapkan, bahwa selama setahun terakhir, 7 dari 10 masyarakat Indonesia telah meningkatkan konsumsi open internet mereka. Sementara 2 dari 3 masyarakat Indonesia diperkirakan akan meningkatkan waktu penggunaan saluran open internet selama enam bulan ke depan.

Riset ini secara lebih lanjut menyoroti pergeseran penggunaan dari media sosial, platform User-Generated Content (UGC), dan live streaming game menuju saluran-saluran di open internet. Data menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia berencana untuk meningkatkan konsumsi open internet secara signifikan dalam enam bulan ke depan, dipimpin oleh saluran-saluran seperti situs berita/web, OTT/CTV, dan streaming musik/audio.

Baca juga: Pengguna Aplikasi Video On Demand Semakin Meningkat, Ini Konten Paling Diminati

“Masih banyak yang belum menyadari bahwa konten daring menarik yang biasa mereka nikmati adalah bagian dari open internet. Konsumen saat ini menghabiskan banyak waktu berkualitas mereka di open internet. Riset pertama di Indonesia ini mengidentifikasi kesempatan menarik bagi para pemasar yang mencari cara baru di luar media sosial untuk beriklan, dan di saluran open internet adalah tempat para audiens lebih aktif,” ungkap Purnomo Kristanto, General Manager, Indonesia, The Trade Desk, di Jakarta, Rabu (15/02/23).

Suka konten premium di open internet

Masyarakat Indonesia yang melek digital menjadi lebih selektif terhadap kualitas konten yang mereka konsumsi. Konten premium (44 persen) dan kredibilitas (25 persen) menjadi faktor utama dalam memilih konten. Riset ini juga menunjukkan bahwa open internet adalah tempat para konsumen menemukan konten seperti ini – terutama konten OTT/CTV dan streaming musik/audio yang paling banyak diasosiasikan dengan konten premium dan kredibel.

Di saat yang bersamaan, fokus terhadap konten premium dan kredibilitas mempengaruhi pandangan masyarakat Indonesia terhadap brand yang beriklan di open internet. Ketika membandingkan platform konten premium dengan platform UGC, 67 persen masyarakat Indonesia cenderung lebih memercayai brand yang beriklan di OTT.

Open Internet
Florencia Eka, Country Manager – Client Services, Indonesia, The Trade Desk memaparkan hasil temuan riset “Gateway to the Open Internet”

Menurut riset ini, sebelum makan siang dan setelah jam kerja menjadi dua waktu di mana penggunaan open internet relatif lebih tinggi dibandingkan dengan media sosial dan platform UGC. Penggunaan open internet meningkat ketika masyarakat Indonesia mengakses situs berita/web sebagai bagian dari perjalanan panjang mereka ke tempat kerja. Sebagai hasilnya, aktivitas pada situs berita/web melampaui saluran media umumnya sebesar 35 persen pada pukul 6 pagi hingga 1 siang.

Setelah itu, mereka memanfaatkan waktu usai bekerja untuk berkegiatan sesuai ketertarikan dan hobi. Untuk melakukan hal ini, masyarakat Indonesia berinteraksi dengan berbagai saluran media seperti OTT, media sosial, game daring, dan lainnya. Data menunjukkan bahwa malam hari menjadi prime time untuk menonton OTT. Ketika setengah dari konsumsi OTT sehari-hari terjadi setelah waktu kerja hingga tengah malam (7 hingga 12 malam), waktu setelah jam kerja (5 sore hingga 7 malam) merepresentasikan periode puncak di mana masyarakat Indonesia menikmati tayangan OTT bersama dengan pasangan dan anak mereka.

Pudarnya media sosial?

Apakah hasil riset ini menjadi indikasi masyarakat Indonesia mulai jenuh dengan media sosial dan menjadi alarm menurunya popularitas media sosial? Ketika dikonfirmasi Florencia Eka, Country Manager – Client Services, Indonesia, The Trade Desk tidak secara gamblang menjawab hal tersebut.

“Riset ini tidak dimaksudkan untuk melihat tren tersebut karena role nya beda (antara open internet dan media sosial). Di media sosial netizen bisa meng-upload konten mereka sendiri (user generated content). Dan hal riset ini menunjukan netizen menyukai konten yang premium karena lebih kredibel. Kami ingin meng-highlight peluang yang ada di open internet,” kata Florencia yang ditemui usai pemaparan hasil riset.

Florencia menegaskan, pengertian konten premium di open internet tidak identik dengan konten berbayar, melainkan konten yang dibuat secara profesional, misal konten dibuat berdasarkan skrip, ada sutradara, dan talent .  “Seperti yang aku bilang tadi mungkin saja kontennya premium tapi gratis karena ad supported atau didukung iklan,” tandasnya.

Baca juga: Jual Beli di Media Sosial Kian Populer, 46% Masyarakat Tak Tahu Platform Social Commerce

Apakah ke depan masyarakat Indonesia akan mengurangi akses media sosial? Menurut Florence riset The Trade Desk dan Kantar tidak menanyakan hal tersebut secara spesifik. “Riset ini lebih melihat bagaimana perilaku mereka di open internet, apa yang mereka suka, dan berapa lama mereka di open internet,” pungkasnya.

Potensi bagi periklanan digital

Dian Gemiano, CMO Kompas Gramedia Group dan Ketua Umum Indonesia Digital Association (IDA), mengatakan, meski masyarakat Indonesia menghabiskan lebih dari separuh waktunya di open internet, periklanan digital masih belum selaras dengan kebiasaan ini.

“Faktanya, belanja iklan di luar ekosistem open internet setidaknya masih tiga kali lebih besar dibandingkan di open internet. Riset ini, yang dilakukan oleh pemimpin periklanan global yang kredibel seperti The Trade Desk, menawarkan wawasan yang belum pernah ada sebelumnya dan akan memperdalam pemahaman kita atas open internet, serta lebih pentingnya lagi membantu pemasar dan penerbit untuk menyadari nilai dari open internet,” kata Dian.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here