Influencer atau Decision Maker?

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Dalam rangka sedang membuat ATL, eksekusi talen dengan influencer atau decision maker kah yang paling efektif?

Pertanyaan yang singkat namun penting.  Sebut saja dunia deterjen, sebelumnya talen yang digunakan kebanyakan ibu rumah tangga, sekarang sudah mulai menggunakan pria baik muda maupun mature.  Demikian pula makanan ringan, dari menggunakan ibu rumah tangga dan anak-anak sekarang ada yang menggunakan figur ayah dan anak atau ayah saja.  Ini adalah bentuk persuasif yang sebetulnya tidak baru.  Produk yang tidak dibeli dengan pertimbangan rasional memang perlu jeli menggugah emosi decision maker.  Sebelum saya memberikan penjelasan, mari pahami dulu influencer – orang yang bukan pembeli atau pengambil keputusan membeli tetapi bisa saja pengguna atau bukan.  Decision maker – sosok pengambil keputusan membeli atau pembeli bisa saja pengguna atau bukan.

Pada prinsipnya sebagai pengiklan apalagi yang punya bujet terbatas, jangan berpikir untuk ikut-ikutan sebagaimana merek lain berkomunikasi.  Jika crowd ke kanan kita bisa ke kiri.  Jika crowd ke kanan dan kita punya bujet lebih atau berlebihan boleh saja ikut-ikutan ke kanan.  Influencer sebagai talen akan sangat powerful jika kita menggunakan pendekatan ”relate’.  Dalam pendekatan relate, pelajari betul budaya konsumen, nilai-nilai dalam budaya serta tatanan komunikasi dan pengaruh serta hubungan seperti pria – wanita – anak- ayah atau ibu – ibu dan (atau) ayah dengan orang tuanya.  Tujuan dari mempelajari budaya adalah untuk mendapatkan suatu ’angle’ peletakan positioning merek dalam kaitan dengan tatanan society target audience sehingga visual yang ditampilkan merupakan pencerminan budaya yang terjadi.  Alhasil iklan demikian menjadi sangat relevan karena relate ke kehidupan sosial budaya mereka, jadi mengena sekali.  Bujet terbatas, perlu riset mendalam dan cari angle yang efektif.  Sehingga dalam satu atau dua expossure sudah langsung mengena.

Pendekatan Influencer sebagai talen akan banyak mengusung kepahlawanan produk.  Dalam iklan ini produk adalah rajanya, sentra dan menjadi fokus.  Suatu pendekatan yang sangat rasional dibalik eksekusi yang bersifat emosional.  Pada iklan yang menggunakan decision maker sebagai talen, kepahlawanan ada pada si talen bukan pada produknya.  Jadi menampilkan decision maker sebagai sosok, diharapkan sosok ini lebih hebat ketimbang produknya. Akibatnya secara tidak langsung iklan ini mengatakan bahwa produk ini bagus sehingga digunakan oleh sosok yang powerful.  Biasanya untuk menyingkat pesan banyak digunakan artis atau selebriti sebagai talen.

Untuk kasus yang sedang Anda hadapi, pertimbangan menggunakan influencer ataupun decision maker sangat dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan industri atau kategori produk kita.  Semakin jenuh atau kategori matang maka penggunaan influencer bisa dipertimbangkan karena dalam iklan ini sudah tidak ada edukasi di fungsional kategori.  Tetapi jika salah satu tujuan beriklan untuk mengedukasi kategori maka penggunaan decision maker sebagai talen akan membuat setengah dari durasi digunakan untuk menjelaskan fungsional kategori.  Ini hanyalah pertimbangan dasar yang perlu kajian lebih mendalam lagi. (www.marketing.co.id)