7 Risiko Investasi Saham Yang Perlu Anda Tahu

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

investasiMeskipun menawarkan potensi pengembalian yang tinggi, investasi saham juga memiliki risiko yang perlu diperhatikan. Berikut 7 risiko investasi saham yang perlu Anda tahu.

Marketing.co.id – Berita Financial Services | Investasi menjadi salah satu cara bagi individu untuk dapat mencapai tujuan finansial atau kemerdekaan finansial di hidupnya. Salah satu instrumen investasi yang dapat diikuti adalah investasi saham. Investasi saham merupakan instrumen investasi yang masuk ke dalam kategori instrumen investasi high risk high return.

SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas Teddy Wishadi menyampaikan bahwa meskipun menawarkan potensi pengembalian yang tinggi, investasi saham juga memiliki risiko yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, dianjurkan bagi para investor dan calon investor untuk dapat mengenali risiko investasi saham agar dapat membangun portofolio yang sehat dan berkelanjutan.

Berikut 7 risiko investasi saham yang perlu diketahui di bawah ini:

Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi ketika suatu aset, seperti saham, sulit untuk dibeli atau dijual dengan cepat tanpa memengaruhi harga pasar secara signifikan. Risiko ini muncul karena kurangnya minat dari investor atau terbatasnya likuiditas (kelancaran transaksi) pada aset tertentu.

Dalam konteks saham, risiko likuiditas bisa menyebabkan penurunan harga jual karena ada sedikit pembeli yang bersedia membeli saham tersebut. Sehingga, investor mungkin harus menjual saham dengan harga yang lebih rendah dari yang diharapkan.

Baca Juga: 5 Hal Yang Harus Dipertimbangkan Investor Pemula saat Investasi Saham

Teddy menjelaskan, salah satu contoh saham yang sering kali memiliki risiko likuiditas tinggi adalah saham gorengan. Saham ini memiliki fundamental yang kurang baik namun mengalami fluktuasi tidak rasional karena adanya manipulasi pasar yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Baca Juga: 6 Cara Agar Tak Terjebak Saham Gorengan

Risiko Forced Delisting

Risiko Forced Delisting adalah situasi di mana sebuah perusahaan dipaksa menghapus sahamnya dari bursa efek. Hal ini menyebabkan investor dapat kehilangan nilai investasi karena saham perusahaan yang terpaksa delisting mungkin akan mengalami penurunan nilai atau menjadi tidak likuid.

Baca Juga: Tips & Trik Mencari Saham Multibagger Agar Cuan Maksimal

“Berdasarkan Pengumuman Bursa No. Peng-SPT-00006/BEI.PP3/05-2023 tanggal 8 Mei 2023, BEI dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila mengalami kondisi atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten, baik secara finansial maupun secara hukum. Oleh karena itu, penting bagi tiap investor untuk melakukan riset menyeluruh tentang perusahaan yang akan kita investasikan,” jelas Teddy.

Risiko Capital Loss

Risiko Capital Loss adalah risiko di mana nilai investasi seseorang menurun dari harga beli awalnya. Hal ini terjadi ketika harga aset, seperti saham atau obligasi, turun di bawah harga beli investor. Risiko ini umumnya terjadi karena fluktuasi pasar yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, kinerja perusahaan, atau peristiwa berita.

Baca Juga: Mana Lebih Untung, Investasi atau Trading Saham?

Sebagai contoh, terdapat situasi di mana saham menjadi terlalu populer sehingga harganya melonjak drastis dalam waktu singkat, semata karena sektor tersebut sedang trendi, meskipun perusahaan belum menghasilkan keuntungan. “Saham semacam itu rentan mengalami penurunan yang signifikan jika harapan pertumbuhannya tidak terwujud. Konsekuensinya adalah investor dapat mengalami kerugian finansial jika mereka harus menjual aset dengan harga lebih rendah dari harga pembelian mereka,” jelas Teddy.

Risiko Pasar (Systematic Risk)

Risiko pasar pada investasi saham merujuk pada fluktuasi harga saham yang disebabkan oleh perubahan kondisi pasar secara keseluruhan. Risiko ini tidak dapat dihindari dan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, suku bunga, sentimen investor, dan peristiwa politik.

Baca Juga: 3 Hal Yang harus Diperhatikan Dalam Berinvestasi di Era Digital Menurut Rhenald Kasali

Menurut Teddy, diversifikasi portofolio dapat membantu mengurangi kerugian dan melindungi nilai investasi dari dampak negatif yang mungkin timbul akibat fluktuasi pasar.

Risiko Tidak Sistematis (Unsystematic Risk)

Risiko Tidak Sistematis (Unsystematic Risk) dalam konteks investasi saham adalah risiko yang bersifat spesifik bagi suatu perusahaan atau aset tertentu, dan tidak terkait dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Risiko ini dapat dianggap sebagai risiko idiosinkratis yang dapat dikelola atau diatasi melalui diversifikasi portofolio.

Baca Juga: Pengertian, Tips, Keuntungan dan Kerugian Investasi Saham

“Sama halnya dengan risiko pasar, investor dapat mengelola risiko ini dengan cara diversifikasi portfolio,” tambah Teddy.

Risiko Inflasi

Risiko inflasi dalam investasi saham adalah potensi penurunan daya beli karena kenaikan tingkat inflasi. Inflasi dapat menyebabkan penurunan nilai riil, pendapatan dividen, dan kinerja pasar saham.

Baca Juga: Tips Mengelola Keuangan Rumah Tangga

Teddy mengatakan bahwa beberapa sektor mungkin lebih rentan terhadap risiko inflasi daripada yang lain. Misalnya, sektor utilitas yang biasanya memiliki struktur harga yang diatur oleh pemerintah mungkin tidak dapat menyesuaikan harga jual mereka secara cepat dengan tingkat inflasi, yang dapat mengurangi profitabilitas mereka dan mempengaruhi harga saham.

Risiko Kebangkrutan

Risiko kebangkrutan adalah kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar hutang atau kewajiban keuangannya. Risiko ini dapat berdampak negatif pada nilai saham dan menyebabkan kerugian bagi investor. Penyebabnya dapat meliputi kinerja buruk, manajemen yang tidak efisien, hutang berlebihan, atau persaingan industri.

Baca Juga: [Internasional Marketing] 3 Tips Menjangkau Konsumen Luar Negeri

“Investor diharapkan dapat menilai keberlangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang agar dapat terhindar dari risiko ini. Pasalnya, saham dari perusahaan yang gagal beradaptasi dengan perubahan dalam industri atau pasar yang lebih luas memiliki risiko kebangkrutan yang lebih tinggi,” pungkas Teddy.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here