Strabucks dan Komitmen Customer Experience di Tengah Penurunan Penjualan

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Strategi Starbucks Perbaiki Kinerja Finansial Perusahaan

Penjualan turun, ini strategi Starbucks memperbaiki kinerja finansial perusahaan

Marketing.co.id – Berita Marketing | Jaringan kedai kopi terbesar di dunia Starbucks Corporation tengah menghadapi masa sulit. Setelah enam kuartal berturut-turut mengalami penurunan penjualan di pasar domestik Amerika Serikat, perusahaan akhirnya mengambil langkah besar untuk memperbaiki kinerja finansialnya. Dalam strategi restrukturisasi senilai US$1 miliar atau sekitar Rp16,7 triliun, Starbucks menutup sekitar 1% gerai di Amerika Utara dan melakukan PHK terhadap 900 staf non-ritel.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya besar perusahaan untuk menekan biaya, menyederhanakan operasional, serta mengembalikan momentum pertumbuhan. CEO Starbucks, Brian Niccol, menyebut bahwa keputusan ini tidak mudah, namun perlu dilakukan demi keberlanjutan bisnis.

“Kami menyadari ini merupakan langkah besar yang akan berpengaruh pada mitra maupun pelanggan. Namun, langkah ini penting untuk memperkuat fondasi jangka panjang Starbucks,” ujar Niccol, dikutip dari BBC News, Jumat (10/10).

Starbucks menargetkan penutupan gerai yang memiliki kinerja lemah sembari merampingkan struktur organisasi. Dari total dana restrukturisasi, US$150 juta akan dialokasikan untuk kompensasi karyawan, sedangkan US$850 juta digunakan untuk penutupan gerai dan penghentian sewa. Sekitar 90% dari total dana tersebut akan difokuskan di pasar Amerika Utara — wilayah yang selama ini menjadi tulang punggung pendapatan perusahaan.

Selain pemangkasan tenaga kerja, Starbucks juga memangkas sekitar 1.100 posisi kerja tambahan di beberapa lini bisnis pendukung. Perusahaan menilai langkah ini krusial untuk menyesuaikan kapasitas organisasi dengan kebutuhan operasional yang lebih efisien.

Transformasi Bisnis dan Pengalaman Pelanggan

Tidak hanya melakukan efisiensi, Starbucks juga berfokus pada transformasi bisnis agar tetap relevan dengan tren dan preferensi konsumen masa kini. Salah satu perubahan terbesar adalah dengan melakukan penyederhanaan menu hingga 30%, menambahkan opsi baru yang berfokus pada kesehatan seperti topping protein, dan minuman berbasis air kelapa.

Langkah ini diambil untuk mempercepat layanan sekaligus menyesuaikan dengan tren gaya hidup sehat yang kini semakin digemari pelanggan. Bahkan, perusahaan mengumumkan akan kembali menggunakan nama Starbucks Coffee Company guna memperkuat identitas dan brand heritage di tengah perubahan yang masif.

Renovasi dan Inisiatif Green Apron Service

Transformasi juga menyentuh aspek pengalaman pelanggan di gerai. Starbucks berencana merenovasi lebih dari 1.000 kedainya dengan tampilan yang lebih hangat dan nyaman — mulai dari kursi ergonomis, tambahan stopkontak, hingga desain interior yang memperkuat konsep “tempat ketiga” (third place) di luar rumah dan kantor.

Untuk mendukung hal ini, perusahaan menyiapkan lebih dari US$500 juta atau sekitar Rp8,3 triliun melalui inisiatif Green Apron Service. Program ini difokuskan pada pengaturan jam kerja barista dan peningkatan kualitas layanan agar pengalaman pelanggan di setiap kedai tetap konsisten dan berkesan.

Tantangan di Pasar Domestik

Starbucks kini berada di bawah tekanan besar setelah melaporkan penurunan penjualan di gerai yang telah beroperasi setidaknya setahun selama enam kuartal berturut-turut. Kondisi ini mencerminkan pelemahan daya beli dan perubahan perilaku konsumen di pasar Amerika Serikat. Sepanjang tahun ini, harga saham Starbucks juga tercatat turun lebih dari 8%, menandakan tantangan investor terhadap prospek jangka pendek perusahaan.

Meski demikian, restrukturisasi dan transformasi besar ini diharapkan dapat kembali memperkuat posisi Starbucks di tengah kompetisi ketat industri minuman global serta menjaga relevansinya di era perubahan perilaku konsumen. “Kami percaya langkah-langkah ini akan membantu kami menjadi lebih gesit, efisien, dan berorientasi pada pelanggan,” tutup Niccol.