Monday, October 6, 2025
Home Blog Page 2201

Asus Bantah Bercerai dengan Garmin

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Tren Belanja Ritel di Asia Pasifik

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Penjualan FMCG di Asia Pasifik tumbuh 11%, membalikkan penurunan yang terjadi pada tahun 2009.

Penjualan produk consumer goods naik 11% di Asia Pasifik pada kuartal pertama tahun 2010. Keadaan ini membaik dari penurunan yang terjadi di sebagian besar pasar pada tahun 2009, menurut Nielsen dari laporan “Retail dan Tren Belanja” yang terakhir. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh lima negara berkembang, dari 13 pasar yang dilaporkan. Vietnam memimpin dengan pertumbuhan sebesar 27%, diikuti oleh Filipina (+13%), Cina (+11%), Indonesia (+8%), dan Malaysia (+4%).

Sebagai akibat dari ekonomi yang melambat, hipermarket kehilangan 1% share-nya pada tahun 2009 di negara-negara seperti Korea dan Taiwan. Shoppers mengurangi belanja mereka di channel tersebut, bisa jadi untuk menghemat pengeluaran, dengan menghindari toko-toko besar di mana mereka akan tergoda oleh pengeluaran yang tidak perlu. Bahkan, shoppers beralih ke toko-toko yang lebih kecil, seperti supermarket dan minimarket.

Laporan ini juga memperlihatkan kemungkinan pertumbuhan bagi tren belanja yang lain, khususnya strategi multiformat, munculnya shopper pria, fokus pada nilai dan kenyamanan, dan channel belanja “out of store” yang merupakan faktor utama untuk kenaikan penjualan FMCG. Ketiga belas pasar yang ada dalam laporan tersebut adalah Australia, New Zealand, Cina, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, India, Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Hipermarket Menciptakan Stalls Sebagai Strategi Multiformat

Dengan melambatnya perekonomian di tahun 2009 yang menghambat pertumbuhan hipermarket, banyak negara mengalami pertumbuhan pada supermarket dan minimarket, toko-toko yang menawarkan kepada shoppers kenyamanan dalam berbelanja dengan biaya bepergian yang lebih rendah.

Di Korea, jumlah shoppers yang menggunakan supermarket sebagai tempat utama meningkat dari 17% menjadi 23%, membalikkan penurunan yang telah berlangsung selama 10 tahun. Kunjungan sering ke supermarket juga merupakan yang pertama kalinya setelah sekian tahun di Taiwan, Indonesia, dan Thailand, pasar-pasar yang memiliki pertumbuhan yang kuat di hipermarket.

Dengan riteler terus berinvestasi dalam format yang lebih kecil untuk menawarkan shoppers cara belanja yang lebih nyaman, hipermarket utama juga mulai beralih untuk memperluas usaha mereka ke wilayah yang lebih kecil dan tetap menikmati pengeluaran dari berbagai cara belanja shoppers.

Munculnya Shopper Pria di Asia Selatan dan Asia Tenggara

Perlahan tapi pasti, pria di wilayah Asia Pasifik muncul sebagai shopper utama untuk bahan pokok bagi keluarga mereka. Dalam jangka waktu 10 tahun, proporsi pria yang adalah shopper utama meningkat dari 14% menjadi 22%, rata-rata.

Pria cenderung menjadi shopper utama di Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan sekarang menguasai lebih dari 25% dari shopper utama. Malaysia memimpin dengan 38%, diikuti oleh Filipina dan India.

Sementara di Korea dan Vietnam, masih tetap tradisional dengan wanita sebagai shopper utama. Walaupun ada sedikit perubahan di Korea, yang mungkin didorong oleh perkembangan hipermarket, hanya 11% pria yang mengaku sebagai shopper utama untuk keluarga mereka. Di Vietnam, persentasenya cenderung tetap rendah selama pasar tradisional tetap mendominasi penjualan bahan pokok.

Shoppers di Vietnam, Malaysia, Cina, dan India Fokus pada Promosi

Shoppers di wilayah Asia Pasifik bereaksi pada ekonomi yang melambat di tahun 2009 dengan menjadi lebih berfokus pada nilai, sebuah perilaku yang didorong oleh riteler yang melakukan berbagai kegiatan promosi di sebagian besar negara.

Di sepanjang wilayah, Vietnam, Malaysia, Cina, dan India memiliki persentase tertinggi untuk pencari promosi. Proporsi dari “pencari promosi” meningkat signifikan di tahun 2009, terutama di Vietnam (+13%) dan India (+10%).

Namun di Indonesia, shopper ternyata tidak terlalu terpengaruh oleh penawaran promosi. Mereka lebih memilih untuk membeli merek yang mereka percayai. Indonesia juga merupakan negara dengan proporsi shopper (81%) yang mengatakan bahwa mereka akan memilih toko yang nyaman (lokasi toko). Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan minimarket yang menjamur.

Menangkap Potensi dari Label Privat

Sementara konsep label privat masih belum terlalu berkembang di semua negara Asia, dengan hanya Hongkong memiliki bagian lebih dari 5%, share dari penjualan ini meningkat di sebagian besar negara di tahun 2008. Contohnya, label privat meningkat lebih dari 25% di Thailand, karena makin banyak shopper yang mencari value ketika membeli produk pokok.

Nielsen menganggap bahwa terdapat kesempatan jangka panjang bagi riteler untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang peduli akan value dan untuk membedakan diri mereka dengan menginvestasikan pada pengembangan produk label privat. Untuk menjamin bahwa kualitas produk tetap konsisten dan konsep pemasaran juga perlu dipikirkan karena shopper di Asia cenderung setia pada merek yang mereka gunakan.

Belanja “Out-of-store

Sebagai online shopper yang paling besar di dunia, 90% konsumen di Asia berniat untuk melakukan pembelian melalui online pada enam bulan mendatang, berdasarkan studi terakhir Nielsen mengenai online shopping. Studi tersebut juga mengindikasikan bahwa konsumen di Korea dan Cina paling banyak berbelanja online.

Tidak mengejutkan juga bahwa konsumen di Korea saat ini memimpin perubahan menuju belanja out of store. Sejumlah 4% dari shoppers saat ini mengatakan bahwa mereka menggunakan internet sebagai alat utama untuk berbelanja kebutuhan pokok, sementara 71% mengatakan bahwa mereka menggunakan internet secara teratur untuk memiliki bahan pokok dan kebutuhan perawatan pribadi, dan 30% menggunakan saluran belanja TV.

Nielsen merasa bahwa teknologi akan mengubah cara dan di mana shopper akan membelanjakan uang mereka dan berinteraksi dengan riteler. Apakah melalui belanja di televisi, riteler online, aplikasi telepon seluler, atau melalui media sosial, aplikasi dari teknologi akan menjadi wilayah yang akan mendorong perubahan pada 10 tahun mendatang.(Majalah MARKETING)

Volvo Siapkan Varian Bermesin Kecil di Cina

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Bakrie Rampungkan Akuisisi Utang Domba Mas di Bank Mandiri

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Pemerintah Gandeng Pesantren untuk Atasi Pengangguran

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

RI Jadi Pasar Laptop Terbesar di Asia Tenggara

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Harga Kopi Dunia Melonjak

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Mulai 15 November Toyota Tarik Ratusan Ribu Unit Crown dan Reiz

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Belum Sebulan Meluncur, Terios Laku 600 Unit

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Volvo Siapkan Pesaing VW Golf

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Mobil Kartun Ford Diproduksi 2014

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Opera 11, Mulai Manjakan Pengembang Aplikasi

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]

Service Punya Siapa?

1
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Pertanyaan:

Ibu Yuliana, saya adalah petugas frontline/customer service di sebuah perusahaan. Mengapa saya merasa bahwa semua keluhan selalu menjadi tanggung jawab kami, padahal bukan kami penyebabnya?

Djg, di Surabaya.

 

Jawaban:
Ini adalah pertanyaan klasik yang selalu berulang ditanyakan oleh para frontliner, team leader, dan bahkan para manajer di hampir setiap training maupun workshop yang saya lakukan.

Memang paradigma perusahaan-perusahaan di Indonesia selama ini masih banyak berisi pimikiran bagian customer service dibuat sebagai channel untuk menampung berbagai macam keluhan maupun permasalahan pelanggan. Departemen customer service dibuat untuk menjadi pempering bagi kenyamanan para pelanggan yang komplain.

Misi utama dari departemen customer service masih dipersepsikan untuk menangani pelanggan yang komplain dan marah untuk menjadi tenang kembali. Konsekuensinya, kriteria orang-orang yang ditempatkan di departemen customer service dipilih yang paling sabar, ramah dan mau melayani.

Tempatnya dibuatkan yang nyaman agar pelanggan yang komplain atau marah bisa reda amarahnya. Dan mau tidak mau, frontliner setiap hari bertugas untuk bertemu orang-orang yang marah. Jadi, tidak heran jika Anda beserta teman-teman yang lain di departemen customer service merasa setiap hari harus bertemu dengan orang-orang yang marah atau komplain.

Lebih parahnya lagi, departemen-departemen lain menganggap bahwa keberadaan departemen customer service memang diperuntukkan bagi penanganan orang-orang yang komplain atau marah. Dan departemen lain itu tidak merasa perlu peduli atau terkait dengan penanganan komplain tersebut. Padahal, pelanggan komplain atau marah bisa juga disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap layanan yang diberikan oleh departemen yang bersangkutan.

Dalam sebuah perusahaan yang berorientasi pada pelanggan, semua proses pekerjaan harus berawal dan berakhir di pelanggan. Semua departemen sesuai dengan porsinya masing-masing, bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses tersebut sampai kepada pelanggan.

Keterlambatan maupun ketidakakuratan pekerjaan yang dilakukan oleh suatu departemen untuk departemen lain akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan dan keluhan pada pelanggan akhir yang biasanya akan diterima oleh bagian customer service. Keterlambatan pengiriman suatu produk kepada pelanggan bisa disebabkan oleh back office atau bagian pengepakan yang terlambat mempersiapkan produk tersebut untuk diantarkan, sementara yang mendapatkan komplain atau keluhan adalah bagian customer service.

Memang seharusnya service milik semua departemen. Namun, yang paling penting dilakukan adalah tiap pihak secara proaktif mengerti dan memahami posisinya. Anda sebagai customer service menjadi petugas di garda depan yang secara langsung bertemu dan mengenali permasalahan pelanggan.  Dari berbagai macam permasalahan tersebut, coba untuk dicatat, dituliskan, dan dibahas bersama team leader maupun manajernya.

Kemudian diidentifikasi, kira-kira permasalahan pelanggan yang paling sering muncul dan bisa dicegah tanpa membutuhkan biaya yang besar. Sehingga apa yang dilakukan oleh departemen service bisa dijadikan masukan perbaikan bagi departemen lain dan perusahaan. Fungsi departemen customer service tidak hanya secara reaktif saja mengelola keluhan, tetapi secara proaktif menjadi bagian dari solusi permasalahan pelanggan. Selamat bekerja! (www.marketing.co.id)

Volkswagen Passat Terbaru Dibanderol Mulai Rp 314 Juta

0
[Reading Time Estimation: < 1 minute]