Marketing, Jakarta – Obsesi seputar media sosial menciptakan ilusi, bahwa aturan realitas digital berkuasa, mengalahkan pentingnya semua komunikasi kehidupan nyata. Namun demikian, menurut studi konsumen Nielsen mengenai berbagi brand experience atau mencari rekomendasi, 93% konsumen masih lebih suka berbicara langsung (talking) daripada melalui media digital (tapping) (89%).
Laporan Real Life vs Digital Life Nielsen menunjukkan, meskipun konsumen aktif secara online, word of mouth atau kehidupan nyata memiliki pengaruh yang lebih kuat pada pikiran konsumen dan pada keputusan pembelian mereka. Lebih dari separuh responden (58%) mengkonfirmasi, bahwa words of mouth sangat mempengaruhi mereka (vs 46% media sosial) dan 71% mengindikasikan percakapan di kehidupan nyata berdampak pada keputusan pembelian mereka.
“Word of Mouth selalu dan tetap menjadi salah satu faktor yang dapat membantu para pemasar dalam pertempuran untuk memenangkan hati dan pikiran konsumen. Adalah sangat penting untuk memahami bagaimana Anda dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk merek Anda”, ujar Sue Temple, Vice-President Global Consumer Insights, Nielsen.
“Lebih mudah bagi kita untuk mempercayai orang yang kita kenal – teman, pasangan, kolega – daripada seseorang yang tidak dikenal di media sosial sehingga untuk membuka peluang bisnis ini perlu lebih banyak upaya memberikan pengalaman positif, yang akan mendorong konsumen Anda untuk berbagi dalam jaringan pribadi mereka, ”katanya menyimpulkan.
Semakin banyak mereka gunakan, semakin sedikit mereka percaya
Konsumen global cenderung lebih sering mengakses digital dan menggunakan jejaring sosial, namun ketika menyangkut kepercayaan, mereka masih mengandalkan saluran yang lebih tradisional – surat kabar dengan Indeks Kepercayaan Penggunaan (Trust to usage index[1]) 240, Outdoor /Papan iklan 178 poin dan Majalah 162, sebaliknya dengan Internet / Media Digital dengan indeks jauh lebih rendah yaitu 78.
Generasi Milenial menjadi konsumen paling setia untuk semua saluran, dengan surat kabar menjadi saluran paling terpercaya (indeks 356) untuk mereka. Di sisi lain, generasi Baby Boomers skeptis terhadap semua saluran namun masih memililiki preferensi terhadap surat kabar (189), dan generasi Silent memiliki preferensi yang jelas terhadap surat kabar (indeks 241).
“Dengan semakin populernya jejaring sosial dalam dekade terakhir, tidak mengherankan jika penggunaannya, menyebar di antara semua generasi, masuk ke kehidupan sehari-hari konsumen. Namun demikian, kualitas komunikasi digital belum berkembang pada kecepatan yang sama; dan telah berkali-kali, ketika berhadapan dengan berita palsu, penipuan dan pelanggaran data, konsumen merespon dengan kurangnya kepercayaan pada informasi yang dibagikan melalui media baru, ”tegas Temple.
Fokus di tingkat regional menunjukkan Australia, Jerman dan Korea adalah yang terdepan dalam dominasi word of mouth dibandingkan media sosial, yang terlihat sebagai “tingkat pengaruh” terkuat di benak konsumen dan keputusan pembelian.
Selain itu, produsen dan peritel harus berhati-hati ketika mengalokasikan anggaran pemasaran dan periklanan mereka antara untuk media Digital (Tap) dan Konvensional (Talk) di berbagai negara, karena media yang paling dipercaya berbeda di setiap negara, dengan kecenderungan lebih besar untuk media digital di Meksiko dan Turki (berturut-turut 71% dan 61%) dibandingkan dengan proporsi yang lebih merata antara TV dan media digital di Australia dan Jerman (34% -35% untuk setiap media di kedua negara tersebut).
Alasan konsumen beralih ke digital bervariasi di seluruh wilayah, tetapi yang teratas adalah ketika konsumen mencari rekomendasi (46%), merasa tertarik untuk membaca sesuatu secara online (42%) atau ingin berbagi pengalaman (38%). Sebagian besar konsumen mengekspresikan pendapat pribadi mereka dalam kehidupan nyata karena mereka berbagi pengalaman (45%), berkomentar tentang penawaran khusus (42%), dan ingin merekomendasikan produk yang bagus (42%).
“Dengan demikian, konsumen mengambil peran sebagai pengamat saat online: mereka mencari informasi tentang produk; dan konten yang relevan dan menarik dapat menginspirasi konsumen untuk melakukan dialog secara offline. Sangatlah penting untuk memahami hubungan antara keduanya – digital dan kehidupan nyata – dan apa yang memicu diskusi yang lebih luas tentang merek,” tutur Temple
“Jelas bahwa percakapan dalam kehidupan nyata tetap menjadi zona nyaman konsumen; cara untuk berbagi emosi sejati dengan komunitas mereka. Ketika terkesan dengan pengalaman itu, mereka dapat dengan mudah menjadi duta merek Anda, ”tambah Temple.
Di saat yang sama, lebih banyak konsumen lebih suka berbicara tentang merek secara langsung daripada memposting secara online; dan negara-negara dengan dominasi generasi yang lebih tua – Australia, Jerman, dan Korea Selatan – berada di puncak tren tersebut, berbeda dengan Indonesia dan Thailand, di mana konsumen lebih suka memposting lebih banyak tentang pengalaman mereka dengan merek.
“Perbedaan yang terjadi di level regional ini berdampak langsung pada efisiensi kampanye pemasaran. Mengetahui siapa yang paling mungkin menjadi influencer akan membantu mempertajam kampanye media sosial bagi merek,”pungkas dia.
[1] Indeks Kepercayaan Penggunaan (Trust to usage index) adalah rasio konsumen yang menggunakan paling banyak media untuk mempercayai media yang paling sering digunakan