Netflix: Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial

Marketing – Netflix, layanan video on demand yang sedang ramai diperbincangkan, terus menuai kontroversi sejak kehadirannya di Indonesia. Hal tersebut disebabkan salah satunya karena banyaknya konten negatif di layanan tersebut sehingga dinilai tidak memenuhi norma budaya dan hukum Indonesia.

Salah satu operator telekomunikasi di Indonesia yaitu TelkomGroup, hingga saat ini masih membatasi akses terhadap Netflix di semua jaringannya. Beberapa hal menjadi concern Telkom diantaranya memastikan konten yang dikonsumsi masyarakat aman bagi pelanggan. Belum selesai polemik di tingkat operator, Kemendikbud justru menggandengnya untuk membantu memberikan pelatihan penulisan film dan langkah ini kembali meramaikan polemik yang sudah ada.

Ferdinandus Setu (Nando), Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo yang ditemui dalam acara Diskusi Media dan Publik, “Polemik Netflix: Antara Bisnis, Media dan Norma Sosial”, Di Jakarta, Kamis (16/01/2020) mengatakan jika Netflix ingin beroperasi di Indonesia maka harus menutup akses terhadap konten-konten pornografi. Penutupan tidak hanya dilakukan sepihak namun untuk semua pihak, baik anak-anak maupun dewasa. Ia menegaskan setiap platform harus mengikuti payung hukum yang berlaku di Indonesia jika ingin hadir diantara masyarakat.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia. Selain itu Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital. Mengutip data Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2020 ini menjadi 906.800. Dengan belum memiliki BUT, Netflix pun bebas melenggang dari aturan pajak. Bahkan tidak pernah melaporkan keuangan perusahaannya. Padahal jelas-jelas perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berbisnis di Indonesia. Dengan asumsi paling konservatif, di mana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. (anak perusahaan Netflix yang berbasis di Belanda) meraup Rp 52,48 miliar per bulan. Artinya, selama setahun Indonesia sudah merugi Rp 629,74 miliar. Uang sebesar itu dengan mudah mengalir ke Negeri Kincir Angin. Bekerjasama dengan beberapa kementerian, sampai saat ini pemerintah terus berusaha mendesak Netflix untuk mematuhi peraturan hukum di Indonesia jika ingin tayangannya bisa dinikmati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.