
Di balik angka impresi dan klik, banyak brand justru salah langkah karena terlalu percaya pada yang mudah diukur. Saatnya berhenti menebak, dan mulai mengandalkan data nyata untuk meracik media mix yang benar-benar berdampak.
Marketing.co.id – Berita Marketing | Di tengah tekanan efisiensi dan ketatnya persaingan, 54% pemasar global berencana memangkas belanja iklan pada 2025. Namun, di balik langkah penghematan ini, muncul pertanyaan krusial: apakah efisiensi anggaran berarti pengorbanan dampak pemasaran? Jawabannya sering kali “iya”, terutama ketika keputusan didasarkan pada persepsi, bukan performa nyata.
Studi terbaru Nielsen menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara persepsi efektivitas saluran media dan ROI aktual yang mereka hasilkan. Dalam laporan tahunan Annual Marketing Report 2025, banyak pemasar meningkatkan alokasi ke media digital seperti CTV, media sosial, influencer, dan pencarian berbayar, mengandalkan logika “mudah diukur berarti lebih efektif.” Namun, data justru berkata sebaliknya.
Radio yang dianggap lemah justru menguat
Dalam benak banyak pemasar, saluran seperti radio dan podcast seolah tak lagi relevan di era digital-first. Padahal menurut Global Compass Data, radio yang dipersepsikan paling lemah, justru mencatat ROI tertinggi kedua secara global, dan hanya kalah dari media sosial. Sedangkan podcast yang sering dianggap ‘niche’ memiliki performa setara dengan TV dan display digital.
Ini bukan sekadar ironi, tapi juga sinyal bahaya bahwa kesenjangan antara persepsi dan performa nyata bisa membuat brand salah langkah dalam mengatur media mix. Dalam banyak kasus, kita terlalu percaya pada saluran yang mudah diukur, bukan pada saluran yang efektif menghasilkan dampak bisnis nyata. Kita perlu menilai media berdasarkan hasil, bukan hanya pelacakan konversinya.
Efisiensi artinya tahu siapa yang diajak bicara
Efisiensi tak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap audiens. Di Amerika misalnya, radio menjangkau 27,4 juta pendengar kulit hitam setiap minggunya. Angka tersebut setara dengan connected TV. Lebih dari itu, konsumen kulit hitam dua kali lebih terbuka terhadap produk yang dipromosikan lewat radio lokal.
Artinya, kekuatan saluran bukan hanya di anggaran atau impresi, tapi pada konteks konsumsi media dan kepercayaan audiens. Di Indonesia, konteks ini bisa sangat relevan untuk brand yang ingin menyasar pasar lokal, komunitas urban, hingga kalangan usia produktif yang masih aktif mendengarkan radio saat berkendara atau beraktivitas.
Brand building dan performance harus sejalan
Menariknya dalam survei tahunan Nielsen tersebut, 50% pemasar menjadikan revenue growth sebagai prioritas utama. Tapi, hanya 45% yang mengutamakan brand awareness. Ini mencerminkan pergeseran fokus ke jangka pendek. Padahal, data membuktikan bahwa brand yang berhenti beriklan selama satu kuartal bisa kehilangan 2% dari pendapatan masa depan. Sebaliknya, peningkatan 1 poin dalam brand metrics bisa mendongkrak penjualan sebesar 1%.
Dua strategi, brand building dan performance marketing, seharusnya tidak saling mengeliminasi. Justru, keduanya saling menopang. Brand yang kuat membuat kampanye penjualan lebih efektif, dan konversi yang terjadi hari ini tidak akan berkelanjutan jika pondasi brand diabaikan.
Pesannya adalah jangan hanya menggantikan media tradisional demi digital. Alih-alih melakukan penggantian, lakukan scale-up secara strategis. Gunakan data untuk menentukan kombinasi saluran berdasarkan performa actual, bukan hanya tren atau persepsi.
Dengan metodologi yang tepat, saluran seperti radio, podcast, dan audio streaming bukan hanya bisa diukur, tapi juga terbukti sebagai driver ROI yang signifikan. Bahkan dalam anggaran kecil, pengukuran berbasis kualitas input dan granularitas outlet bisa memberi insight yang sangat tajam.
Insight untuk Pemasar:
- Jangan terjebak pada mudah diukur sama denganlebih efektif
- Lakukan audit ROI berdasarkan data, bukan persepsi
- Temui audiens di saluran yang mereka percayai, bukan sekadar yang popular
- Bangun keseimbangan antara jangka pendek (konversi) dan jangka panjang (brand equity)
- Gunakan strategi scale untuk digital dan tradisional