Sudah saatnya tim marketing, operations, dan supply chain duduk satu meja untuk merancang customer experience yang utuh, mulai dari layar hingga ke pintu rumah.
Marketing.co.id – Berita UMKM | Dalam dunia bisnis yang serba instan dan penuh ekspektasi seperti sekarang ini, customer experience atau pengalaman pelanggan yang sempurna, mulai dari klik hingga pengiriman, menjadi salah satu penentu utama keberhasilan brand.
Di tengah gencarnya kampanye pemasaran, diskon besar-besaran, dan perang harga di eCommerce, ada satu fakta yang tidak bisa disangkal yaitu logistik sebagai ujung tombak pengalaman pelanggan. Jika distribusi bermasalah, maka sebaik apa pun produk atau promosi yang dibuat, brand tetap akan menghadapi kekecewaan pelanggan.
Founder sekaligus CEO Power Commerce Asia Hadi Kuncoro dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam video “Perbaiki Logistic, Pakai Logika” yang tayang di YouTube membongkar realitas pelik sistem logistik di Indonesia: mahal, lambat, dan penuh tantangan. Lebih dari itu, video tersebut juga menyoroti sesuatu yang lebih besar bahwa supply chain adalah bagian penting dari janji brand kepada pelanggan.
Supply Chain, dari Dapur Operasi ke Panggung Customer Experience
Selama bertahun-tahun, supply chain hanya dianggap sebagai fungsi backend. Tapi kini, era itu sudah berakhir. Brand hari ini tidak hanya dinilai dari kualitas produk atau kekuatan pesan iklan, tapi dari seberapa cepat dan akurat mereka memenuhi janji kepada pelanggan. Barang telat dikirim sama dengan trust berkurang, stok kosong sama dengan brand dianggap tidak profesional, dan pengiriman tanpa tracking yang jelas sama dengan pelanggan frustrasi. Pengalaman pelanggan kini tidak hanya terjadi di platform digital atau toko, tapi juga di perjalanan barang dari gudang ke pintu rumah.
Dalam video tersebut dipaparkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 23% dari total PDB, tertinggi di kawasan ASEAN. Tingginya biaya ini berdampak pada harga barang lebih mahal, distribusi lambat, dan supply chain tidak agile menghadapi lonjakan permintaan. Semua itu pada akhirnya akan membuat kualitas pengalaman pelanggan menurun.
Pengalaman pelanggan tidak berakhir di checkout
Banyak brand masih berpikir bahwa customer journey selesai saat pelanggan klik “checkout” atau melakukan pembayaran. Kenyataannya tidak demikian. Fase paling krusial justru terjadi setelah itu, yaitu apakah barang dikemas dengan baik? Apakah pengiriman tepat waktu? Atau, apakah pelanggan bisa melacak pesanan mereka dengan mudah? Jika jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut “tidak”, maka seluruh investasi pada branding, digital marketing, dan promosi menjadi sia-sia.
Integrasikan supply chain ke strategi brand
Hadi dalam video tersebut juga menegaskan bahwa solusinya bukan hanya dengan membangun lebih banyak jalan atau gudang, melainkan dengan digitalisasi supply chain mulai dari gudang hingga pengiriman, optimalisasi jalur distribusi agar tidak hanya bergantung pada satu titik seperti Tanjung Priuk, dan pentingnya kolaborasi antara brand, pemerintah, operator logistik, serta teknologi.
Brand-brand global seperti Amazon, Shopee, dan Tokopedia sudah membuktikan bahwa logistik adalah bagian dari brand value mereka. Same day delivery, real-time tracking, dan akurasi pengiriman adalah bagian dari janji brand yang mereka bangun.
Di era hyperconnected ini, supply chain menjadi senjata utama untuk memenangkan persaingan. Brand yang mampu memastikan pengiriman cepat, aman, dan transparan akan jauh lebih dipercaya pelanggan. Inilah saatnya tim marketing, operations, dan supply chain duduk satu meja untuk merancang pengalaman pelanggan yang utuh, mulai dari layar hingga ke pintu rumah.
Karena, pelanggan tidak hanya membeli produk, mereka membeli janji, kepercayaan, dan experience. Oleh karena itu, brand tidak bisa lagi memisahkan antara strategi marketing dan kekuatan logistik. Ingat, pengiriman yang cepat dan akurat adalah bagian dari pengalaman pelanggan. Dalam dunia bisnis saat ini, pengalaman adalah segala-galanya.