Laporan Keeper Security Ungkap Tren Keamanan Siber Global: AI, Identitas, dan Zero Trust Jadi Fokus Pertahanan Digital 2025
Marketing.co.id – Berita Digital | Tren keamanan siber global kembali menjadi sorotan setelah Keeper Security merilis laporan terbaru berjudul “Identity, AI and Zero Trust: Cybersecurity Perspectives from Infosecurity Europe, Black Hat USA and it-sa.”
Laporan ini merangkum wawasan dari lebih dari 370 praktisi cybersecurity yang hadir pada tiga konferensi keamanan siber terbesar dunia: Infosecurity Europe (London), Black Hat USA (Las Vegas), dan it-sa (Nuremberg).
Meski hasil survei berasal dari AS, Inggris, dan Jerman, temuan ini sangat relevan bagi perusahaan di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, yang tengah mempercepat transformasi digital dan memperkuat keamanan TI.
AI, Identitas, dan Zero Trust Kuasai Agenda Keamanan Siber 2025
Para profesional keamanan siber sepakat bahwa kecerdasan buatan (AI) mengubah cara serangan dan pertahanan berlangsung. Namun, kesiapan perusahaan dalam menghadapi serangan berbasis AI masih rendah.
Di Inggris, hanya 12% organisasi yang merasa siap menghadapi serangan AI, sementara di Amerika Serikat hanya 16% organisasi yang merasa siap. Sedangkan Jerman menjadi yang paling dengan 28%. Artinya, mayoritas organisasi di tiga kawasan maju tersebut masih dalam tahap menyesuaikan strategi keamanan terhadap perkembangan AI.
Di sisi lain, zero trust diakui sebagai fondasi penting dalam cybersecurity modern, namun implementasi di lapangan belum maksimal. Hanya Konferensi Negara Organisasi yang sudah menerapkan Zero Trust sepenuhnya, Infosecurity Europe Inggris 18%, Black Hat USA Amerika Serikat 27%, dan it-sa Jerman 44%. Semakin besar kedewasaan digital suatu negara, semakin tinggi tingkat penerapan zero trust. Namun, masih jauh dari ideal.
Ancaman Berbasis Identitas Meningkat, Deepfake Masuk 3 Besar
Laporan Keeper Security juga menegaskan bahwa identity-based attacks masih menjadi ancaman terbesar bagi perusahaan. Phishing menjadi ancaman nomor satu di Inggris (50%) dan AS (45%), sedangkan Deepfake menjadi ancaman terbesar di Jerman (61%). Meningkatnya kualitas deepfake akibat AI generatif menjadi alarm bagi tim keamanan, terutama dalam rekayasa sosial, penipuan finansial, dan pencurian identitas.
Meski banyak organisasi memahami pentingnya pengendalian akses istimewa, implementasinya belum konsisten. Sekitar 43% perusahaan di Inggris belum menerapkan MFA pada akun-akun Istimewa, 40% perusahaan di AS menghadapi masalah sama, dan 50% perusahaan di Jerman belum memiliki solusi PAM khusus.
Padahal, kesalahan dalam mengelola akses dapat membuka celah bagi ransomware, insider threat, hingga pengambilalihan sistem kritikal.
Digitalisasi Cepat Butuh Keamanan Berbasis Identitas
Wilayah Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan serupa. Percepatan cloud, maraknya hybrid work, dan digitalisasi layanan publik mendorong kebutuhan yang lebih kuat atas Zero Trust Architecture, Identity & Access Management (IAM), Privileged Access Management (PAM), dan AI-driven threat detection. “Identitas kini menjadi titik kendali utama dalam keamanan siber,” tegas Darren Guccione, CEO & Co-founder Keeper Security.
Takanori Nishiyama, Senior VP APAC Sales & Japan Country Manager Keeper Security, menambahkan bahwa perusahaan di Asia-Pasifik semakin sadar pentingnya pengamanan identitas dan akses istimewa untuk mencegah serangan yang diperkuat AI.
Tren cybersecurity global menunjukkan bahwa kesadaran akan AI, zero trust, dan PAM sudah tinggi. namun, eksekusi masih menjadi tantangan utama. Oleh karena itu, perusahaan perlu segera beralih dari strategi menuju implementasi nyata. Investasi pada identitas digital, PAM, dan AI untuk deteksi ancaman siber menjadi kunci pembangunan ketahanan siber jangka panjang.



