The Body Shop : Lingkungan Menjadi “Roh” Perusahaan!

The Body Shop (TBS) Indonesia menjalankan misi kantor pusat di AS dengan berbagai aktivitas. Mulai dari packaging aman lingkungan, mendorong pengembalian botol kosong sampai mendorong masyarakat membuat film dokumenter soal lingkungan. Bahkan sang CEO pun menjadi aktivitis Greenpeace.

Lingkungan hidup tempat tinggal kita sudah berubah. Udara semakin gerah. Cuaca kacau-balau. Bencana alam datang tak diundang; banjir, angin ribut, badai, gempa. Apa yang ditestimonikan Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat dalam film dokumenter Inconvenient Truth (2006) benar adanya! Gore pernah menegaskan bahwa pemanasan global akan menjadi ancaman terbesar kemanusiaan abad ini. Ini menjadi tanggung jawab seluruh warga bumi. Termasuk perusahaan.

Salah satu perusahaan yang berdiri di atas kepedulian lingkungan ini adalah adalah The Body Shop (TBS). Sejak awal, TBS gencar melakukan kegiatan produksi dan kampanye yang mendukung kepedulian lingkungan. TBS mengklaim diri berbeda dengan perusahaan lain. Kepedulian lingkungan, bagi TBS bukan bagian dari strategi marketing. Tapi, sudah menjadi ‘DNA’ bagi perusahaan yang didirikan oleh mendiang Anita Roddick (1942-2007) tersebut.

“TBS sejak awal berprinsip sebagai ethical and responsible business. Pendiri kami—Anita meyakini semua aktivitas perusahaan berdampak pada lingkungan. Karena itu, tanggung jawab pada komunitas dan lingkungan menjadi sangat penting,” kata Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia.

TBS merupakan perusahaan kosmetik pertama yang tidak menggunakan binatang sebagai bagian dari percobaan produk, atau against animal testing. Selain itu, TBS juga menerapkan semua kemasan yang bisa di daur ulang dengan minimal packaging.

“Lingkungan bukan hanya menjadi bagian dari strategi marketing kami. Tapi sudah menjadi roh bisnis kami. Kami percaya, TBS merupakan salah satu stakeholder dalam komunitas bumi ini,” tandas Suzy.

Sebagai buktinya, dari sisi produk, TBS menggunakan bahan yang bisa di daur ulang. Misalnya, botol PET yang terbuat dari 100% post consumer waste atau plastik yang di daur ulang. Termasuk seluruh bagian dari kemasan produknya. Selain itu, TBS juga menggunakan sustainable palm oil dalam setiap kandungan produknya. “Kami menjalankan skema pembelian bahan-bahan dasar produk kami dengan konsep community trade. Ini merupakan konsep perdagangan yang adil, di mana TBS membeli bahan-bahan itu dengan harga adil, dan memberi manfaat kesejahteraan. Khususnya bagi komunitas petani,” imbuh perempuan kelahiran Jakarta tahun 1960 ini.

Strategi komunikasi yang dilakukan TBS pun konsisten, menggunakan semua materi komunikasi berbasis kertas daur ulang. Termasuk poster, leaflet, brosur, film, jumpa pelanggan, dan sebagainya. “Dari sisi place, seluruh aktivitas green kami promosikan di seluruh outlet TBS di seluruh dunia. Kami terus mengkampanyekan kepada pelanggan untuk peduli pada isu lingkungan, dan isu-isu kemanusiaan lainnya. Salah satunya, mengajak mereka mengembalikan botol-botol kosong,” katanya.

Untuk mendukung kegiatan itu, TBS mempunyai satu departemen Social and Environmental Values. Departemen ini melakukan kegiatan dan kampanye hijau tersebut. “Kami melakukan kegiatan melalui event dan kehumasan. Tapi, kami tidak beriklan untuk kampanye lingkungan ini. Misi kami, memberi informasi pada pelanggan dan publik akan pentingnya menjaga lingkungan. Kami mau menciptakan banyak agen perubahan untuk  lingkungan ini,” tegas Suzy.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa target utama kampanye hijau di sini adalah para staf dan pelanggan TBS, serta publik secara luas. Menurut Anita Roddick, TBS bukan sekadar tempat berdagang, tapi, sebagai media berbagi informasi, dan membangun kesadaran akan isu-isu lingkungan. Strategi dari mulut ke mulut dinilai cukup efektif untuk meluaskan kampanye ini.

“Edukasi untuk perubahan perilaku memerlukan waktu dan investasi yang besar. Inilah yang menjadi tantangan kami,” katanya.

TBS memang belum melakukan survei tentang pengaruh kampanye ini. Tapi, dari data pelanggan yang terlibat dalam kampanye sudah mencapai 2.000 orang. “Kami terus berinovasi agar pelanggan lebih peduli. Termasuk mengajak mereka mengembalikan botol-botol bekas. Kami memberikan hadiah kecil sebagai rangsangan. Meningkatnya jumlah ini menandakan informasi yang kami kampanyekan diterima pelanggan,” katanya.

Sepertinya aktivitas below the line TBS boleh dibilang sukses. TBS pernah mengajak masyarakat untuk menanam 15 ribu pohon di Cibinong dan Kediri. TBS juga sedang menggaet kaum muda untuk terlibat dalam kegiatan hijau ini.  Salah satunya melalui lomba pembuatan film dokumenter dengan berbagai tema sosial, seperti; pemanasan global, kekerasan pada perempuan, dan HIV AIDS.  Peserta muda ini dilatih oleh sineas kondang seperti Nia Dinata, Riri Riza, dan M. Abduh Aziz.

“Lewat kompetisi Think-Act-Change 2009 ini, peserta kompetisi maupun penikmat film akan bertambah pemahamannya tentang pemanasanan  global dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk bersedia melibatkan diri dalam mencari solusinya. Acara ini sudah digelar sejak 2007,” kata Suzy.

Suzy bangga karena sejak berdiri tahun 1976, menempatkan TBS sebagai model peran bagi peritel kosmetik dan toiletris yang berhasil menerapkan green values. “Ini merupakan positioning penting bagi brand kami,” tandasnya.

Kiprah TBS Indonesia pun cukup punya gaung di kancah internasional. Salah satunya, Suzi Hutomo, ia pernah terpilih menjadi salah satu dari 300 peserta Climate Change Project Al Gore di Melbourne Juni lalu. CEO TBS ini berhasil lolos seleksi yang diikuti oleh 2.000 peserta seluruh dunia itu. Suzy juga duduk sebagai Board of Member dari Greenpeace South Eas Asia. Termasuk sebagai advisor di Climate Project Indonesia—grup yang dibentuk usai Climate Project Al Gore di Melbourne itu.

Bagi Suzy, perubahan harus dimulai dari dalam. Ia percaya penyelamatan lingkungan  harus dimulai dari perilaku. TBS memulai dengan menggarap secara internal. TBS menyelenggarakan pelatihan khusus, menyediakan sarana dan prasarana pemilahan sampah, menerapkan “no styrofoam policy”, dan menggantinya dengan kertas daur ulang.

Pada tahun ini, TBS terus menggenjot kampanyenya. “Kampanye mengurangi konsumsi energi listrik, air, dan pemakaian kertas. TBS juga akan melahirkan green champion yang aktif melakukan kegiatan sosial lingkungan. Dan, TBS tetap konsisten dalam berkomunikasi tentang green behaviour, baik di kantor, toko, maupun pada pelanggan,” katanya mengakhiri perbincangan.

(Sigit Kurniawan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.