Semuanya Serba Penting

0
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

www.marketing.co.id – Jika melihat pertarungan para provider kartu selular, salah satu yang menjadi andalan para pemain adalah jangkauan yang luas. Lucunya semuanya mengaku memiliki jangkauan paling luas. Sehingga mana yang benar-benar terluas memang harus dilihat dari berbagai aspek. Mungkin tidak semua wilayah Indonesia tercakup layanan tersebut. Namun kalau layanan tersebut bisa dipergunakan di Siberia misalnya, boleh dong mengaku paling luas?

Tapi bukan hal itu yang lebih menarik. Ternyata lebih dari 90 persen pengguna layanan selular tergolong jarang keluar dari kota mereka. Artinya mereka yang menikmati layanan yang luas tidak sampai 10 persen dari jutaan pelanggan tersebut. Lucunya kalau ditanya faktor apa yang paling penting bagi layanan selular, sebagian besar pelanggan akan memasukkan jangkauan luas sebagai faktor yang paling penting.

Hal yang sama terjadi juga di perbankan. Jor-joran hadiah menjadi senjata bertarung beberapa bank besar di Indonesia. Bank-bank kecil, sekalipun tidak sedahsyat bank besar juga meluncurkan program hadiah menarik. Mulai dari puluhan mobil, kini sudah menjadi ratusan mobil. Mulai dari ratusan pemenang kini pemenangnya menjadi ribuan. Apa tujuannya? Menarik nasabah baru!

Namun dari sekian banyak eksekutif perbankan yang saya tanyakan, hamper semua mengatakan bahwa program hadiah tidak terlalu signifikan dalam menarik jumlah nasabah. Nasabah juga banyak yang keburu frustasi karena nggak dapat-dapat hadiah. “Masak dari ribuan hadiah, dengan periode yang sesering itu masih belum dapat hadiah apa-apa?”, kata seorang nasabah. Ya jelas saja, nasabah sebuah bank bisa jutaan orang dan setiap kelipatan dana tertentu dapat satu poin. Satu nasabah yang uangnya banyak bias memperoleh ratusan poin undian. Akibatnya, probability untuk menang bias satu banding seratus juta!

Lucunya, kalau ada faktor-faktor yang dianggap penting dalam memilih sebuah bank, program hadiah termasuk kelompok lima teratas. Tapi kenyataannya jarang sekali nasabah yang benar-benar punya atensi tinggi dalam program hadiah.  selebihnya hanya seperti menunggu putaran roda: menang syukur, nggak menang, ya sudah!

Jangkauan luas serta program hadiah sepertinya sudah wajib hukumnya bagi para pemasar terkait. Kalau tidak ada, pelanggan komplain. Namun kalau ada, mereka tidak memakai. Coba bayangkan jika Anda yang tidak pernah ke luar kota dalam setahun kemudian harus tugas ke luar kota. Sesampainya di kota tersebut HP Anda tidak mendapatkan sinyal? Kekesalan Anda bisa setinggi langit!

Atau jika Anda nasabah bank dan bank tempat Anda menabung “sunyisenyap” alias tidak ada aktivitas promosi apa-apa? Mungkin Anda berpikir bahwa bank tersebut tidak berkembang. Pelanggan mulai berpikir bahwa ukuran sebuah bank punya uang atau tidak tergantung uang yang bisa dihambur-hamburkan untuk hadiah. Makin banyak nilai hadiahnya, makin  banyak bank tersebut punya uang, Secara tidak langsung itu berarti uang kita terjamin.

Coba Anda pikirkan, sebagai pemasar kita seringkali dihadapkan pada anomaly tersebut! Buatlah daftar hal-hal apa yang sebenarnya tidak dipergunakan konsumen, tapi ketiadaannya membuat loyalitas konsumen berkurang. Mungkin seperti pemantik bara untuk merokok di mobil? Dengan kondisi Jakarta yang panas, pengemudi lebih memilih untuk menutup kaca mobil dan mempergunakan AC di mobil. Akibatnya mereka yang merokok jarang sekali yang memanfaatkan (apalagi yang tidak merokok!) Beberapa pemilik mobil ada yang tidak pernah mempergunakan alat ini sampai mobil tersebut dijual. Paling mereka mempergunakan lubangnya untuk mencharge handphone mereka.

Dari sekian banyak menu di program software, kabarnya juga hanya dipergunakan tidak lebih dari 20 persen. GPRS sampai sekarang masih dijadikan fitur di handphone, padahal layanan ini termasuk layanan yang “gagal”. Ibarat menu, GPRS untuk menambah jumlah fitur yang ditawarkan kepada konsumen. Mungkin masih ada hal-hal lain yang bisa memperpanjang daftar value yang tidak “efisien” itu.

Namun itulah konsumen. Mereka juga bukan orang yang berpikir efisien. Mereka menuntut hak atas apapun yang seharusnya mereka dapat, sekalipun mungkin tidak berguna bagi mereka. Mereka iri jika orang lain memiliki sesuatu yang lebih banyak dibandingkan mereka. Mereka menuntut sesuatu harus ada di hadapan mereka pada saat dibutuhkan, sekalipun saat itu mungkin hanya berlangsung satu kali dalam umur hidup mereka.

Repotnya hal ini muncul justru dari si pemasar sendri. Pemasar mengedukasi konsumen untuk bisa mendapat sesuatu yang melebihi apa yang dibutuhkan. Seolah menjadi value yang penting, jika ada merek yang menawarkan value A maka kompetitor lain harus pula menawarkan value A supaya konsumen kompetitor lain tersebut mendapatkan keuntungan yang sama. Apalagi jika value tersebut bisa diberikan gratis kepada konsumen sekalipun si pemasar harus berkorban lebih banyak.

Dengan cara ini para pemasar mudah terjebak pada arena “red ocean”. Mereka bertarung di arena yang sama dengan menawarkan hal yang sama. Semua bank menawarkan program hadiah, mobile banking, ATM, call center, kartu debit, dan lain-lain. Mobil pada kelas yang sama umumnya menawarkan hal yang sama seperti power window, alarm, velg racing, dan lain-lain. Sesuatu yang tadinya merupakan new value bagi konsumen berubah menjadi channel of delivery dari value-value turunannya. Program undian berhadiah tadinya menjadi value bagi nasabah. Lama-lama menjadi channel of value. Value yang baru diberikan lewat besarnya hadiah yang semakin besar. Mobile banking tadinya memiliki value yang tinggi bagi nasabah. Lama-lama menjadi channel of value. Value baru muncul dari kecepatan akses, kemampuan menjalankan transaksi yang bermacam-macam, dan lain-lain. Lalu dimana letak value innovation? Semua inovasi berjalan pada value turunannya. Selebihnya hanya mengikuti kemana industri bergerak. Wajar saja, semua takut kehilangan konsumen gara-gara konsumen ingin seperti konsumen lainnya. Semua value penting bagi konsumen walaupun sebenarnya tidak penting-penting amat! (Rahmat Susanta)