SAS: Perbankan Perlu Miliki Alat Analisis Canggih Berbasis Big Data

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Revolusi Digital Mengubah Industri PerbankanMarketing.co.id – Berita Digital | Pertumbuhan digitalisasi dewasa ini telah banyak memberikan kontribusi positif maupun negatif pada lini  bisnis. Salah satunya adalah pertumbuhan data yang menjadi sumber berharga baru di era digital saat ini, di mana banyak dari organisasi atau perusahaan menjadikan data sebagai alat analisis.

Sering dikatakan bahwa data mengalir melalui bisnis modern dan memiliki keunikan. Salah satunya adaah sektor perbankan. Sektor keuangan ini perlu sebuah alat analisis data yang dapat menawarkan integrasi penuh, serta bersifat open-source, serta memiliki teknologi berbasis cloud-native yang dapat memastikan bank memiliki kepercayaan diri untuk dapat memiliki prediksi agar terhindar dari resiko.

Berkaca dari ambruknya beberapa bank di negeri penghasil start up Silicon Valley Bank pada beberapa waktu lalu, masih bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kita untuk kembali menarik benang merah dari segala kemungkinan berdasarkan sebuah data.

Dalam hal ini Bank juga harus mempertimbangkan bagaimana solusi manajemen aset dan liabilitas (ALM) berbasis data untuk membekali mereka dengan kemampuan yang kuat, fleksibel, dan terbuka untuk mengelola risiko suku bunga dan likuiditas pendanaan secara efektif.

Idealnya, solusi ALM harus menggunakan pendekatan berbasis asumsi hal ini untuk menghilangkan dugaan dan menghasilkan pandangan yang terperinci dan menjadikan pelaku perbankan memiliki wawasan ke depan.

Menurut Febrianto Siboro, Managing Director, SAS Institute Indonesia industri perbankan di Indonesia juga harus dapat memastikan ketahanan operasional di tengah perlambatan pertumbuhan saat ini. Hal ini dapat dimulai dengan berfokus pada pada pemanfaatan data untuk menurunkan risiko operasional dan untuk menjaga ketahanan serta kelincahan operasional. Ini dapat dicapai melalui proses analitik data yang lebih canggih.

Febri menjelaskan, memodernisasi penggunaan analitik juga memungkinkan penyedia layanan keuangan untuk memanfaatkan analisis skenario secara ekstensif, menyatukan data yang mencakup angka risiko dan keuangan, serta seluruh siklus produksi uji stres.

“Jadi, analisis lanjutan memungkinkan bank memperoleh wawasan yang lebih baik dan lebih dapat ditindaklanjuti dari data yang mereka miliki, yang pada gilirannya nanti akan memberikan Lembaga finansial tersebut atau bank untuk menghindari jebakan yang disebabkan karena ketidakmampuan perbankan dalam mengantisipasi volatilitas pasar dan ancaman kedepan yang tak terduga lainnya,” ujar Febri.

Lebih jauh Febri mengingatkan perlunya dunia perbankan merancang sebuah kerangka kerja risiko operasional mereka, dalam kondisi yang fluktuatif ke depan. Febri menjelaskan, dari sisi portofolio aset, tidak ada bank di Indonesia yang memiliki karakteristik seperti SVB yang memiliki portofolio surat berharga yang sangat besar.

Febri mengatakan, kenaikan suku bunga harus menempatkan bank-bank Indonesia waspada terhadap risiko likuiditas dan saldo deposito. Karena, kurangnya pengalaman tentang arus keluar deposito yang lebih banyak yang pasti terjadi dalam menghadapi default, bank pemberi dana harus mampu mempelajari data dari bank lainnya yang mungkin gagal sebelumnya untuk mendapatkan wawasan tentang data di mana ada yang salah.

“Jadi, untuk menghindari resiko, bank perlu memperluas pandangan mereka dan mengakui bahwa manajemen neraca terintegrasi lebih dari sekadar kepatuhan terhadap peraturan. Ini juga tentang meningkatkan visibilitas atas neraca untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan bisnis dan persyaratan pasar, sekaligus melindungi pemegang saham,” papar Febri memperjelas pentingnya merancang dan memiliki perancanaan dan analisis yang tepat untuk melindungi semua pihak yang terlibat.

Mengingat meningkatnya kecanggihan perbankan dan pengembangan pendanaan dan instrumen manajemen risiko, membuat keputusan cerdas berdasarkan data yang tersedia tidak pernah lebih penting. Oleh karena itu, modernisasi sangat penting untuk menggabungkan arus kas perilaku dan kontingensi yang dinamis, baik dari aktivitas perbankan maupun perdagangan. Bank-bank di Indonesia kemudian akan dilengkapi dengan pandangan yang koheren yang memungkinkan mereka untuk mengenali risiko yang melekat.

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here