Evolusi influencer dalam marketing menghadirkan dua kekuatan baru; nano-influencer dengan sentuhan personal dan AI influencer yang canggih dan efisien. Lantas, bagaimana pemasar harus bersikap?
Marketing.co.id – Berita Marketing | Saat kita melihat Instagram, TikTok, dan media digital lainnya, kita dapat melihat rutinitas para pemengaruh dalam memasarkan produk-produk kepada para pengikut mereka. Harus kita akui, pemengaruh pemasaran (influencer marketing) telah berkembang pesat sebagai salah satu taktik pemasaran yang efektif di era digital.
Awalnya, jenama-jenama besar memang mengandalkan selebriti untuk mempromosikan produk atau layanan mereka. Namun, dengan berkembangnya media sosial, muncul gelombang baru berupa pemengaruh-mikro dan pemengaruh-nano.
Pemengaruh-mikro, dengan pengikut antara 10.000-50.000, dan pemengaruh-nano, yang memiliki kurang dari 10.000 pengikut, kini menjadi pilihan populer bagi banyak jenama karena mereka menawarkan pendekatan yang lebih personal dan autentik (Soto-Vásquez & Jimenez, 2022).
Di sisi lain, kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) memperkenalkan pemengaruh jenis baru: AI influencer. Sosok digital seperti Lil Miquela, yang memiliki jutaan pengikut di Instagram, menjadi bukti bagaimana entitas nonmanusia dapat memikat audiens dengan cerita dan konten yang terkurasi secara optimal. Pemengaruh AI ini mampu bekerja tanpa batas waktu, mengadaptasi tren secara cepat, dan menghadirkan efisiensi luar biasa dalam kampanye pemasaran.
Muncul pertanyaan besar: apakah pemengaruh AI akan menggantikan manusia
sepenuhnya? Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya memahami peran masing-masing
model—baik nano-influencer yang punya kemampuan membangun hubungan emosional
dengan konsumen, maupun AI influencer yang menawarkan efisiensi teknologi. Artikel ini membahas relevansi kedua model dalam lanskap pemasaran masa depan.
Sentuhan Personal Tak Tergantikan
Pemengaruh-nano adalah pemengaruh dengan jumlah pengikut antara 1.000 hingga 10.000 orang yang biasanya berfokus pada komunitas ceruk. Meskipun skala audiens mereka kecil, nano-influencer menawarkan keunggulan besar bagi jenama, terutama dalam menciptakan hubungan yang autentik dengan pengikut mereka. Interaksi personal yang intens, kemampuan untuk berkomunikasi langsung dengan pengikut, serta tingkat kepercayaan yang tinggi membuat nano-influencer menjadi aset berharga dalam dunia pemasaran (Wibawa dkk., 2021).
Salah satu kekuatan utama pemengaruh-nano adalah keaslian mereka. Mereka cenderung membagikan pengalaman pribadi yang tulus tentang produk atau layanan, sehingga audiens lebih mudah terhubung secara emosional. Berbeda dengan influencer skala besar, yang sering kali dianggap terlalu komersial; konten nano-influencer terasa lebih organik dan relevan.
Contoh nyata di Indonesia menunjukkan efektivitas strategi ini. Jenama-jenama lokal,
seperti produk kecantikan organik, sering memanfaatkan pemengaruh-nano untuk
mempromosikan produk melalui pelantar seperti Instagram Story. Kampanye ini berhasil menciptakan keterlibatan konsumen yang tinggi, karena pengikut merasa lebih dekat
dengan pengalaman yang pemengaruh bagikan.
Somethinc adalah jenama kecantikan lokal, yang memanfaatkan pemengaruh skala kecil
untuk mempromosikan produk mereka secara personal, meningkatkan kesadaran jenama dan keterlibatan konsumen di media sosial melalui kampanye yang autentik. Somethinc dinilai berhasil dalam memanfaatkan pendekatan pemengaruh pemasaran, termasuk menggandeng pemengaruh-nano untuk menjangkau audiens yang lebih ceruk, sesuai dengan nilai produk mereka.
Meskipun teknologi terus maju, relevansi nano-influencer tetap terjaga. Di tengah
meningkatnya ketergantungan pada AI dan algoritma, koneksi manusia yang tulus menjadi pembeda. Nano-influencer, dengan kemampuan mereka untuk membangun hubungan emosional yang kuat, menawarkan sesuatu yang tidak dapat digantikan oleh teknologi: keaslian dan kepercayaan.
Efisiensi dan Tantangan Etika
Pemengaruh AI adalah sosok digital yang dirancang menyerupai manusia dan dirancang
untuk memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam kampanye pemasaran (Sands dkk.,
2022). Pemengaruh ini dapat beroperasi tanpa batas waktu, memanfaatkan data analitik
untuk menyesuaikan konten dengan tren terkini, dan memberikan efisiensi biaya yang
signifikan. Keunggulan ini menjadikan pemengaruh AI sebagai alat yang menarik bagi
jenama-jenama global yang ingin menjangkau konsumen dengan cara inovatif.
Salah satu contoh internasional yang terkenal adalah Lil Miquela, pemengaruh virtual
dengan jutaan pengikut di Instagram. Lil Miquela telah menjadi duta untuk merek besar
seperti Prada dan Samsung, mempromosikan produk dengan narasi yang menarik dan visual yang estetik. Popularitasnya menunjukkan bahwa AI dapat menciptakan dampak besar dalam pemasaran global, terutama dengan kemampuan mereka untuk membangun cerita yang menarik perhatian audiens lintas budaya.
Dalam konteks Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) memperkenalkan Sabrina (Smart BRI New Assistant), sebuah asisten virtual yang tidak hanya membantu nasabah dalam layanan perbankan, tetapi juga memainkan peran serupa AI influencer dalam meningkatkan interaksi digital. Sabrina beroperasi 24/7 untuk menjawab pertanyaan nasabah dengan cepat dan akurat, memberikan pengalaman pengguna yang personal melalui aplikasi BRI dan pelantar media sosial. Dengan pendekatan ini, Sabrina menjadi wajah digital yang mempromosikan inovasi dan efisiensi dalam layanan perbankan Indonesia.
Namun, kehadiran pemengaruh AI tidak terlepas dari tantangan etika. Pertanyaan utama
adalah apakah AI dapat membangun kepercayaan yang sama dengan manusia, terutama
dalam membangun hubungan emosional dengan konsumen. Selain itu, transparansi menjadi isu penting: audiens perlu diberi pemahaman yang jelas, bahwa mereka berinteraksi dengan entitas nonmanusia untuk menghindari manipulasi atau kesalahpahaman. Meski menawarkan efisiensi, AI influencer perlu diimbangi dengan pendekatan etis yang memastikan kepercayaan dan kejelasan tetap terjaga.
Andika Priyandana