Holycow merupakan salah satu usaha kuliner dengan pertumbuhan bisnis yang tergolong mengesankan. Yuk, intip persiapan Holycow menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang tidak lama lagi akan diberlakukan.
Jika bertanya-tanya bisnis apa yang paling cepat pertumbuhannya, jawabannya sudah pasti bisnis kuliner. Salah satu pemain di bisnis kuliner yang paling cepat pertumbuhannya adalah Steak Hotel by Holycow!
Betapa tidak, selama empat tahun perjalanan bisnisnya restoran steak yang berawal dari warung tenda ini kini sudah memiliki delapan cabang dengan konsep yang lebih modern.
Piawai mengelola media sosial
Wynda Mardio, pemilik Steak Hotel by Holycow! memang sangat piawai dalam menjalankan bisnis kulinernya tersebut. Berkat media sosial pula bisnis mantan jurnalis ini berkembang pesat seperti sekarang.
Ceritanya, ketika pertama kali Wynda membuka restoran Steak Hotel by Holycow! pada tahun 2010 lalu, belum banyak orang yang ngeh dengan dengan media sosial (terutama Twitter) sebagai salah satu alat marketing. Beruntung, Wynda memiliki seorang suami yang bekerja di perusahaan periklanan.
Suaminya kala itu mengatakan bahwa masa depan Twitter ini akan sangat cerah. Jadi kenapa tidak menggunakannya dari sekarang (sebagai alat marketing). Sejak saat itu dibuatlah akun @Holycow_Radal.
Tentu saja Twitter sangat membantu upaya Wynda dalam mengenalkan bisnisnya ke khalayak, apa lagi pada waktu itu budget marketing-nya cekak. “Jangankan memikirkan budget marketing, bisa buka warung ini saja sudah syukur,” kata Wynda mengenang.
Pada tahun 2010 pengguna Twitter di Indonesia belum terlalu banyak seperti sekarang. Twitter is so fun, tidak ada iklan atau apapun yang mengganggu. Mungkin itu juga yang membuat akun Twitter bisnis Wynda bisa berjalan maksimal.
Selain untuk kegiatan marketing, Wynda juga menggunakan Twitter sebagai wadah komunikasi antara bisnisnya dan pelanggan, komunikasi dua arah. Misalnya, pelanggan tanya jam buka, menu, atau complain, dan Wynda akan segera menjawabnya.
“Jangan mentang-mentang complain terus tidak dibalas, giliran yang bagus-bagus di-retweet. Karena orang akan berpikir giliran dipuji aja di re-tweet, giliran di complain diam saja,” kata Wynda.
“Twitter itu bagus sekali karena apapun bisa disampaikan dengan cepat. Namun jeleknya, karena forum terbuka semua orang bebas sebebas-bebasnya, tidak ada kontrol,” imbuhnya.
Selain Twitter, Steak Hotel by Holycow! juga memanfaatkan Facebook dan website. Di website, Wynda membuat forum dan pelanggan bisa menulis komentar di sana.
Masyarakat Ekonomi Asean
Berbicara tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Wynda menilai positif karena akan mendorong tingginya tingkat kompetisi sumber daya manusia, juga antar usaha dan memacu kreativitas.
Namun, Wynda juga mengingatkan bahwa MEA juga bisa mematikan bisnis kecil yang tidak mampu bersaing. Oleh sebab itu, setiap bisnis harus memiliki persiapan matang untuk menghadapinya.
Ia mengatakan bahwa sampai saat ini visi dan misi bisnisnya sudah mengarah kepada MEA. Hanya saja, untuk mempersiapkan diri, Wynda melakukan perbaikan SOP (Standard Operating Procedures) dan pelatihan-pelatihan pada tenaga kerja (SDM).
Wynda belum tahu apakah akan menyerang atau bertahan. “Kita lihat dulu seperti apa nantinya. Selama ini strategi yang kita gunakan juga sudah cukup agresif. Jadi kita akan lihat dulu sejauh mana apakah perlu mengubah strategi atau tidak.”
Wynda berharap agar pemerintah menentukan batasan-batasan yang jelas, mana yang boleh dan tidak.
Wynda ingin sekali masuk ke pasar Singapura. Keinginannya tersebut bukan tanpa sebab, Singapura merupakan negara yang regulasi dan situasinya paling mendukung untuk penetrasi ke pasar internasional.
Menurutnya demografis penduduk Singapura yang beragam dan multi rasial dapat menjadi area latihan dan uji coba yang baik untuk membaca selera pasar internasional.
Saya tertarik dengan artikel yang ada di website anda yang berjudul ” PERSIAPAN HOLYCOW! MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN “.
Saya juga mempunyai jurnal yang sejenis yang bisa anda kunjungi di Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis