Mama Sariat Tole: Pelestari Seni Kain Tenun Ikat Alor Kualitas Ekspor yang Menginspirasi

Marketing.co.id – Berita UMKM | Kampung kecil yang tersembunyi di pedalaman Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki harta tak ternilai berupa seni kain tenun ikat yang kaya akan tradisi dan keunikan budaya. Di tengah peradaban yang terus berkembang, Kampung Hula adalah rumah bagi seni kain tenun ikat yang telah melewati berabad-abad, dan di sini tinggal seorang wanita luar biasa yang telah mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk melestarikan dan memajukan seni tenun ikat khas Pulau Alor, Mama Sariat Tole.

mama sariat tole - alor - 2023
Kiri: Salah satu tahapan proses pembuatan kain. Kanan: Mama Sariat Tole.

Mama Sariat, dengan kemahiran dan tangan berbakatnya, telah menjadi ikon dalam upaya pelestarian seni kain tenun ikat di Pulau Alor. Dalam setiap karyanya, ia menghadirkan kain tenun ikat dengan benang kapas, pewarna alami, dan motif yang sangat khas. Kain tenun ikat buatannya bukan sekadar pakaian atau bahan tekstil biasa, tetapi sebuah karya seni yang merentang dari alam ke tangan penenun.

Keistimewaan kain tenun ikat Mama Sariat terletak pada fakta bahwa ia menciptakan sendiri benang kapas dan pewarna alami yang digunakan. Benang kapas berkualitas tinggi diproduksi dari pohon kapas yang Mama Sariat tanam di kebun belakang rumahnya. Dengan peralatan tradisional, benang kapas ini kemudian dipintal menjadi benang yang kuat dan tebal.

Namun, keunikan tak berhenti di sana. Untuk memastikan kain tenun ikat Alor memiliki warna khas, tahan lama, dan berkualitas, Mama Sariat tidak menggunakan bahan pewarna kimia. Sebaliknya, ia mengolah pewarna alami dari bahan-bahan yang ditemukan di alam sekitarnya. Mulai dari tinta cumi, rumput laut, getah jambu mete, daun kelor, nila, pinang, kunyit, hingga akar mengkudu, semua digunakan dalam proses pewarnaan benang. Proses ini memakan waktu berminggu-minggu, dengan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa. Mama Sariat berhasil menciptakan lebih dari 200 pewarna alami untuk tenun ikat Alor, sebuah prestasi yang diakui oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2013.

“Benang kapas yang saya tanam sendiri menghasilkan benang pintalan yang kuat dan tebal, jauh lebih disukai oleh konsumen luar negeri, terutama di Jepang yang mencari kain dengan warna alami dan daya tahan yang baik. Kualitas benang dan warna benang yang sempurna akan memudahkan penenun menghasilkan kain tenun berkualitas sesuai motif yang diinginkan,” kata Mama Sariat yang juga sebagai Ketua Kelompok Tenun Gunung Mako.

Keberhasilan Mama Sariat tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga di seluruh dunia. Ia telah diundang untuk memamerkan karyanya di 13 negara, termasuk Jepang dan Belanda. Mama Sariat telah memberikan kontribusi besar dalam melestarikan budaya tenun ikat Alor, membawa warisan budaya Indonesia ke tingkat internasional.

Namun, peran Mama Sariat tidak berhenti pada pelestarian seni tenun. Saat ini, ia telah menjalani peran baru, menjadi seorang ment or bagi penenun lain, termasuk generasi muda. Mama Sariat Tole adalah contoh nyata dari seorang pelestari budaya yang berdedikasi dan seorang seniman yang membawa kehidupan ke dalam karya seni tangan yang luar biasa.

“Dengan kualitas dan pewarna alami yang luar biasa, serta semangatnya dalam membagikan pengetahuannya, Mama Sariat adalah harta berharga bagi dunia seni tenun ikat Alor dan NTT. Oleh karena itu, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberdayakan beliau sebagai mentor untuk mendampingi penenun-penenun di Pulau Alor dan sekitarnya dalam penggunaan pewarna alami dan benang alami, sehingga kualitas yang dihasilkan menjadi lebih baik dan lebih halus,” kata Anggi Kurniawan, Eksekutif Divisi Jasa Konsultasi LPEI.

Dalam semangat kolaborasi #KemenkeuSatu, LPEI, PT SMI, dan Pemda NTT memberikan pendampingan dan pelatihan kepada cluster Desa Devisa Tenun yang terdiri dari 495 orang penenun, sebagian besar di antaranya adalah perempuan, di 22 desa di Nusa Tenggara Timur. LPEI/Indonesia Eximbank bersama stakeholder terkait berperan sebagai inkubator dan akselerator ekspor untuk klaster tenun NTT.

“Kolaborasi ini menciptakan sinergi antara pelestari budaya dan upaya memajukan ekonomi NTT. LPEI membantu para penenun NTT untuk memperluas akses pasar ekspor produk tenun dan mempromosikan budaya Indonesia ke mancanegara. LPEI memberikan pelatihan pengembangan produk, penguatan manajemen usaha, pendampingan peningkatan kapasitas produksi, dan memperluas akses pasar,” ujar Anggi.

Mama Sariat Tole adalah inspirasi hidup yang membuktikan bahwa pelestarian budaya dan kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring. Melalui dedikasinya dalam seni kain tenun ikat Alor, ia tidak hanya menjaga warisan nenek moyang, tetapi juga membawa harapan dan peluang baru bagi komunitasnya. Dalam kisahnya, kita melihat bagaimana satu individu dengan semangat dan kecintaan pada seni dan budaya bisa menjadi agen perubahan yang menginspirasi generasi mendatang. Mama Sariat Tole, seorang pelestari seni dan warisan budaya yang tak tergantikan, adalah contoh nyata dari kekuatan individu untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here