Marketing.co.id – Berita Digital | Persaingan untuk mendapatkan pengguna aplikasi baru kini semakin ketat dengan jutaan pilihan yang tersedia di app store. Oleh karena itu, setiap dolar yang dibelanjakan pemasar untuk akuisisi pengguna kini semakin menentukan.
Baca Juga: Bagaimana Memaksimalkan Pendapatan Iklan Video di Perangkat Mobile?
Pemasar perlu senantiasa waspada dalam upaya memerangi penipuan iklan, beberapa estimasi menunjukkan bahwa biaya penipuan iklan dapat mencapai $44 miliar pada tahun 2022. Tetapi dampak penipuan iklan tidak hanya moneter — data yang buruk dapat berdampak pada kampanye Anda hingga bertahun-tahun mendatang, merusak akurasi hasil dan memengaruhi keputusan bisnis penting dan kampanye User Acquisition di masa mendatang.
Kini, salah satu solusi yang dapat digunakan telah muncul: Machine Learning (ML). Pemasar seluler telah berhasil menerapkan ML dalam upaya memerangi penipuan iklan. Akan tetapi, ML masih perlu banyak dikembangkan agar dapat menjadi solusi yang sangat baik dan kita harus menyadari bahwa ada banyak kelemahan saat menerapkan teknik ini untuk memerangi penipuan iklan.
Baca Juga: Strategi Mobile di Era Disruptif
Masalahnya adalah walaupun ML dapat menjadi cara yang baik untuk mendeteksi penipuan iklan yang mungkin terjadi, metode ini belum dapat digunakan untuk menentukan traffic yang akan ditolak. Dalam artikel ini, kami akan mencoba menunjukkan alasan kenapa ML belum sepenuhnya siap.
Kekurangan machine learning saat digunakan untuk mendeteksi penipuan iklan
Machine Learning bukanlah alat yang dapat secara langsung digunakan. Program ML membutuhkan waktu untuk belajar dan melakukan penyempurnaan, sehingga akan menemui masalah saat digunakan untuk filter lebih dari satu jenis spoofing. Pengguna palsu harus difilter dari data set gabungan yang berisi pengguna asli, dengan berbagai kasus ekstrem yang kurang jelas, dan kinerja ML kurang baik di area abu-abu.
Baca Juga: Bagaimana Memaksimalkan Iklan Video?
Misalnya, para penipu dapat mengambil data perangkat asli dan meniru perilaku pengguna asli — termasuk atribusi yang dikirim oleh SDK. Penipu yang menggunakan informasi perangkat asli dari sebuah pengguna (misalnya versi OS, Android Device-ID dan pengaturan lokal) mungkin tidak dapat dideteksi. Berdasarkan data historis, pengguna asli, dan algoritma pembelajaran mesin mengalami kesulitan dalam menentukan kategori penipuan yang tepat.
Selain itu, aktivitas pengguna asli mungkin akan dikategorikan sebagai penipuan karena poor spoofing dengan data perangkat asli. Pada intinya, tidak adanya informasi tentang data point yang asli dan yang tidak akan menimbulkan kesulitan saat melatih neural network untuk ML. Kami sudah pernah melihat penipu meniru hampir semua permintaan — termasuk sistem pengukuran klien — dengan data yang tampak asli. Hal ini akan menyulitkan kita untuk mengidentifikasi pengguna palsu sekalipun Anda telah melacak perilaku mereka selama beberapa waktu.
Baca Juga: Persepsi Konsumen Terhadap Aplikasi Mobile
Memahami pengambilan keputusan ML
Beberapa penipu akan membuat kesalahan seperti membuat interaksi pengguna palsu yang mudah untuk dideteksi. Tetapi, sama seperti algoritma, mereka senantiasa belajar — dan upaya selanjutnya dapat lebih canggih. Saat menghadapi skenario baru dan tidak dikenal, pembelajaran mesin dapat gagal. Oleh karena itu, di dunia nyata machine learning kurang dapat diandalkan tanpa pengawasan dan pemrograman yang memadai.
Baca Juga: Mobile Gaming Kian Menjanjikan
Sebagai dasar penolakan, neural network perlu mengambil keputusan pada saat atribusi yakni saat di mana pembayaran kampanye diputuskan — pada tahap ini, informasi tentang pengguna yang sudah diketahui masih sangat terbatas. Agar dapat mengatasi hal ini, dan untuk menentukan keaslian pengguna, ML akan berupaya untuk mendeteksi pola yang lebih jelas untuk data set yang lebih besar, termasuk karakteristik yang tampak kurang jelas. Pada akhirnya, ML dapat menciptakan aturan yang sangat rumit, mengidentifikasi identifier yang tampaknya tidak saling berkaitan dalam kombinasi yang ganjil.
Pohon keputusan yang rumit dan sulit dipahami ini membuat vendor yang menjual tool anti-penipuan dan sangat mengandalkan ML sebagai dasar penolakan kemudian memilih untuk mengurangi transparansi dalam proses pembuatan keputusan — dengan tidak menjelaskan hal yang mereka lakukan atau alasan mereka melakukannya. Hal ini berpotensi untuk menimbulkan masalah bagi pencegahan penipuan di masa mendatang.
Alasan kenapa transparansi penting
Pengiklan nantinya harus menyelesaikan sengketa penipuan dengan jaringan, dan secara umum, jaringan tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi ulang atau menjelaskan penolakan, dan oleh karenanya harus mengandalkan klien. Klien mengandalkan layanan atribusi untuk memberikan penjelasan atas perbedaan mendasar. Walaupun hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah untuk sebagian kecil traffic, saat Anda menemui banyak sekali traffic palsu, maka jaringan akan mengharapkan justifikasi rinci untuk penolakan.
Jika penyedia atribusi tidak dapat menjelaskan dengan baik tentang alasan kenapa sebuah atribusi ditolak, maka ini akan menjadi opini subjektif. Dan walaupun opini dapat bervariasi, data faktual sulit untuk dibantah. Jika industri menempuh jalur ini, situasi yang dapat terjadi adalah jaringan dapat berupaya untuk menggambarkan semua filter penipuan sebagai opini lain.
Pada intinya, pembelajaran mesin adalah tool yang baik untuk mendeteksi penipuan tetapi tidak dapat diandalkan untuk menolak penipuan iklan, setidaknya saat ini belum. Saat ini, kasus ekstrem akan luput, dan logika di balik pembuatan keputusan dapat, pada akhirnya, ditolak. Sebaliknya, kita perlu bekerja keras untuk mengembangkan filter dengan cara yang tepat untuk menghentikan penipuan tanpa menolak instalasi dari sumber yang sah.
Artikel ini ditulis dan dikirim oleh Pola Vayner, Team Lead Fraud Specialists – Adjust
Marketing.co.id: Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis