Loyalitas Pelanggan Menurun, Bagaimana Perusahaan Merespon?

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

loyalitas pelanggan

Berbagai studi menunjukkan arah yang sama: loyalitas pelanggan menghilang secara tiba-tiba. Konsumen memiliki rasa kurang percaya pada merek dan cenderung beralih ke mereka yang jauh lebih cepat. (Baca: Penyebab Menurunnya Loyalitas Konsumen)

Aturan yang terkenal 80/20 (20% dari pelanggan untuk 80% omzet) telah berubah menjadi aturan 60/40 (40% dari pelanggan menghasilkan 60% omzet) dan secara perlahan berkembang menuju 50/50.

Dalam kasus terakhir pelanggan setia dan loyal menghasilkan jumlah pendapatan yang sama. Pergeseran ini membuat beberapa taktik marketing yang dalam keraguan. Haruskah pemasar sedikit berinvestasi dalam program loyalitas? Atau haruskah mereka berinvestasi lebih banyak? Haruskah pemasar menggunakan metode yang sudah terbukti seperti investasi di media sosial?

Paradox merek

Di satu sisi  tidak mengherankan jika loyalitas merek terus menurun. Merek top seringkali tidak mempertahankan status mereka sebagai pemimpin pasar. Basis pelanggan setia dapat menurun dalam dua belas bulan. Lihat saja bagaiaman pelanggan setia Nokia beralih ke Apple atau Smasung tanpa pikir panjang. Di sisi lain konsumen cenderung menasbihkan diri pada merek tertentu.

Studi menunjukkan bahwa konsumen siap berkomitmen hingga lima merek jika mereka memberikan nilai tambah yang nyata. Konsumen memiliki keterikatan emosional dengan merek tertentu. Akibatnya, loyalitas terhadap merek sangat jelas. Dengan kata lain, ada sebuah paradox merek tertentu saat ini. Orang-orang menyukai merek tertentu, namun pada umumnya mereka kurang percaya pada merek.

Semuanya menjadi komoditas

Digitalisasi telah menciptakan keretakan antara harapan konsumen dan apa yang ditawarkan perusahaan. Transparansi yang semakin meningkat telah mengubah hampir setip industri menjadi industri komoditas. Masalahnya adalah komoditas industri lebih fokus pada harga yang tinggi.

Solusi: kembali ke pasar

Menurut teori populer, setidaknya ada dua cara keluar dari pasar komoditas. Di satu sisi perusahaan dapat bekerja lebih efisien, sehingga memungkinkan menjual produk yang lebih murah. Di sisi lain, Anda dapat menawarkan nilai tambah yang unik, sehingga Anda dapat membangun kembali diferensiasi dan Anda dapat kembali mengisi harga yang lebih tinggi.

Sekarang teori ini harus direvisi. Jika perusahaan ingin bertahan hidup, mereka tidak hanya harus bekerja lebih efisien, mereka juga harus membangun nilai tambah yang unik bagi pelanggan.

Perusahaan harus bertanya: di mana posisi kita di kehidupan pelanggan? Apa relevansi kita bagi kehidupan mereka? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan menjadi dasar untuk merancang metode baru guna mendekati pelanggan.

Itu semua dimulai dengan mendekati pelanggan dengan cerita yang transparan yang melanpaui informasi produk. Selain itu, konsumen modern mengharapkan perusahaan bertindak tepat pada tiga tingkatan:

–          Memperlakukan pelanggan dengan baik.

–          Memperlakukan karyawan dengan baik.

–          Berbuat baik pada masyarakat.

Anda tidak dapat meningkatkan loyalitas pelanggan melalui trik marketing yang sederhana. Sebuah program loyalitas pelanggan dan kampanye iklan baru bukanlah jawaban dan tidak memecahkan masalah.

Solusinya tidak dapat ditemukan di departemen marketing (saja). Sebaliknya, kita harus melihat petinggi perusahaan. Orang-orang di tingkatan tertinggi di perusahaan harus memiliki visi yang jelas tentang nilai tambah yang ditawarkan perusahaan dan mereka harus mampu menterjemahkan visi tersebut kepada karyawan dan pelanggan. Membuat cerita Anda berjalan lurus dengan setiap tingkatan adalah langkah pertama meraih kembali loyalitas pelanggan.

Editor: Wahid FZ

Sumber: SocialMediaToday

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here