Loyalitas Marketer

Marketing.co.id- Strategi yang hebat sangat menentukan kemenangan perusahaan di pasar. Tapi, siapa yang menyusun strategi yang efektif dan inovatif? Tentunya, manusia di perusahaan tersebut atau lebih spesifik adalah para marketernya, termasuk pengarahan dari CEO atau CMO (Chief Marketing Officer)-nya. Banyak perusahaan yang memperoleh keunggulan bersaing karena memiliki teknologi yang lebih tepat dan canggih. Mereka mampu memberikan pelayanan yang lebih cepat dan nyaman. Tapi, siapa yang mendesain dan menentukan teknologi yang sesuai bagi perusahaan? Sekali lagi, semuanya ini dikerjakan oleh para marketernya. Teknologi tidak akan menjadi keunggulan bersaing bila tidak ada marketer yang memiliki kompetensi di belakangnya.

Pada beberapa tahun yang lalu, Majalah MARKETING banyak membahas tentang perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mendapatkan Marketing Award. Perusahaan ini relatif lebih berhasil dalam menciptakan merek yang kuat, pelanggan yang loyal atau pangsa pasar yang tinggi di industrinya masing-masing. Perusahaan ini memiliki kemampuan inovasi yang sangat tinggi, strategi komunikasi yang efektif, mampu mengedukasi pasar sesuai dengan yang diinginkan, dan mungkin juga hebat dari berbagai dimensi lainnya. Satu hal yang pasti, perusahaan-perusahaan yang terlihat piawai dalam strategi marketing dan implementasinya, adalah perusahaan yang juga mempunyai marketer atau tim marketer yang baik pula. Tengok saja perusahaan seperti BCA, Yamaha Motor Kencana Indonesia dan HM Sampoerna. Tiga perusahaan yang memperoleh Marketing Award terbanyak ini adalah perusahaan yang memiliki CMO dan tim marketer yang jauh di atas rata-rata.

Oleh karena itu, tantangan CEO atau CMO di masa mendatang adalah bukan hanya memikirkan strategi yang paling efektif buat perusahaannya, tetapi juga harus memberikan porsi yang seimbang untuk mengembangkan kekuatan tim marketingnya. Kekuatan ini sangat tergantung dari loyalitas serta kemampuan mereka untuk secara inovatif menciptakan value bagi pelanggan dan value untuk perusahaannya. Pada edisi kali ini, saya akan fokuskan terlebih dahulu mengenai masalah loyalitas.

Saya menempatkan masalah loyalitas sebagai prioritas utama. Pengalaman saya lebih dari 20 tahun berkecimpung dalam dunia pemasaran di mana selama 15 tahun menjadi konsultan dari banyak perusahaan, saya melihat inilah masalah klasik yang selalu menjadi agenda penting dari CEO. Loyalitas para marketer di Indonesia, relatif rendah. Mereka rata-rata hanya bekerja selama 2-3 tahun dan kemudian mencari pekerjaan baru dengan karier yang lebih baik atau dengan gaji dan imbalan yang lebih menarik.

Bagi perusahaan, ini sebenarnya masalah yang besar. Biaya untuk mendidik para marketer sungguh mahal. Pekerjaan dari marketer, tidaklah seperti pekerjaan bagian pembukuan. Dalam satu minggu pertama, mereka yang bekerja di bagian produksi atau keuangan, sudah mampu memberikan kontribusi kepada perusahaannya. Mereka yang bekerja sebagai manajer pemasaran, misalnya, seringkali membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan hingga satu tahun untuk mengerti tentang industri, konsumen atau kekuatan pesaing. Baru kemudian, mereka belajar untuk memformulasikan strategi yang efektif. Tetapi, belum saatnya memberikan yang terbaik kepada perusahaannya, mereka sudah hengkang ke perusahaan lain.

Tidak jarang, manajer atau direktur pemasaran baru memiliki pemahaman terhadap pasar setelah menangani suatu produk selama 5 tahun. Apalagi bila mereka pada kesempatan pertama, memegang produk yang masih masuk dalam fase “introduction” atau pertumbuhan. Baru setelah memasuki fase “maturity”, marketer yang diberi tanggung jawab terhadap produk tersebut, memiliki pemahaman terhadap pasar yang lengkap. Oleh karena itu, bila kemudian dia hengkang dan bergabung dengan perusahaan lain, maka hilanglah aset berharga dari perusahaan tersebut. Sebagian besar dari pengalaman yang diperoleh tersimpan di otak dan nalurinya.

Problem seperti ini banyak sekali dijumpai di perusahaan lokal dibandingkan dengan perusahaan multinasional. Maklum, karier mereka di perusahaan lokal relatif lebih tidak berkembang, dan imbalan yang mereka terima juga sekitar 10-30% lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka mendapatkan fasilitas yang lebih rendah dan kesempatan untuk training yang lebih sedikit pula.

Perusahaan yang memiliki problem dengan loyalitas haruslah mengevaluasi diri. Kehilangan para marketernya adalah kehilangan aset yang cukup penting. Saya sungguh jarang melihat perusahaan yang memiliki turnover yang sangat tinggi dari tim marketernya, mampu menjadikan strategi marketing sebagai keunggulan bersaingnya. Sebaliknya, perusahaan–perusahaan yang memiliki kinerja pasar yang baik, terutama yang memiliki value-added marketing yang besar, adalah mereka yang mampu menjaga loyalitas tim marketingnya.

Pekerjaan marketing yang sulit adalah mengasah pemikiran outside-in. Apa artinya? Mereka banyak melihat di pasar, mereka banyak melakukan observasi, dan mereka banyak mendengar mengenai pelanggan; dan dari semuanya inilah, mereka kemudian perlu merespon dengan strategi dan sekaligus meningkatkan kemampuan internal. Mereka yang baru bekerja kurang dari 3 tahun setelah lulus dari sarjana atau MBA, biasanya sudah pandai melihat apa yang terjadi di pasar tetapi belum mampu menghubungkan antara yang terjadi di luar dengan bagaimana perusahaan bisa merespon hal tersebut. Tidak mengherankan, sangatlah sulit untuk mencari marketer yang minim pengalaman, bisa melahirkan ide-ide yang inovatif tetapi sekaligus pragmatis dan bisa diwujudkan.

Kehebatan seorang marketer juga biasanya adalah kemampuan untuk mengkombinasikan perspektif jangka panjang dan jangka pendek. Umumnya, mereka yang baru mulai bekerja, sebagian besar memiliki perspektif jangka pendek. Mereka hanya memikirkan target di minggu ini atau target penjualan di bulan ini. Beberapa tahun kemudian, mereka akan terlatih untuk mentransformasikan perspektif pemikirannya menjadi lebih panjang. Mereka menyadari bahwa membangun merek adalah pekerjaan jangka panjang. Mereka menyadari bahwa membangun loyalitas membutuhkan komitmen. Baru setelah 5 tahun, para marketer ini semakin terbiasa untuk pemikiran perspektif jangka panjang dan sekaligus harus memikirkan penjualan dalam jangka pendek.

Oleh karena itu, kalau sebuah perusahaan kemudian memiliki tenaga marketer muda yang hanya bertahan 2-3 tahun, apa yang dapat diharapkan? Tentunya, kita dapat menduga bahwa perusahaan seperti ini akan sulit berhasil untuk menciptakan keunggulan bersaing atau membuat terobosan pasar yang berarti. Mereka cenderung pasif, sekadar bertahan dan sekali-sekali mengharapkan terjadinya win fall.

Solusi Loyalitas

Lalu, apa solusinya bagi perusahaan lokal yang memiliki problem dengan rendahnya loyalitas? Apa yang dapat dilakukan perusahaan selain membuat reward yang memadai dan jenjang karier yang cukup menantang? Pada perusahaan dengan skala menengah, dua problem inilah yang pasti menjadi faktor yang kurang mendukung.

Pertama, perusahaan harus menyediakan budaya kerja yang baik sebagai ganti dari tingkat imbalan yang relatif kurang kompetitif. Kelebihan dari perusahaan lokal ini biasanya adalah suasana kerja yang lebih kekeluargaan. Saya sangat sering mendengar, banyak marketer yang andal tetap mau bersama dengan perusahaan lokal, karena mereka diperlakukan sangat baik oleh para pemiliknya, CEO atau CMO-nya. Ini adalah perekat yang cukup ampuh buat mereka.

Kedua, para marketer ini, biasanya akan lebih loyal, bila mereka mendapatkan kebebasan yang cukup untuk menyampaikan ide-ide mereka, mempunyai ruang yang cukup untuk mencoba sesuatu yang baru. Kepuasan yang diperoleh dengan adanya kebebasan seperti ini sangat penting, dan sering kali menjadi faktor penyeimbang untuk mereka yang tidak mendapatkan imbalan dan fasilitas seperti yang mereka harapkan.

Ketiga, tentunya berhubungan dengan pengembangan kemampuan. CEO dan CMO haruslah memberikan perhatian yang lebih serius untuk mereka agar bisa belajar. Selain training secara formal, mereka harus didorong untuk mendapatkan kesempatan belajar lebih baik. Kelebihan bekerja di perusahaan lokal yang berskala tidak besar adalah bahwa marketer dapat memahami dan belajar apa yang dikerjakan oleh departemen lain lebih baik. Karena mereka tidak memiliki departemen training yang memadai, perusahaan perlu untuk lebih intensif mengirimkan marketernya untuk mengikuti berbagai training formal atau mengunjungi berbagai pameran yang relevan.

Keempat, perusahaan perlu memikirkan untuk merancang reward yang bersifat jangka panjang dan dihubungkan dengan kinerja mereka. Para marketer yang andal, yang sudah terbiasa bekerja secara terencana dan memiliki perspektif jangka panjang, biasanya juga siap untuk menerima tawaran mendapatkan reward dengan model seperti bonus atau profit sharing. Bila mereka terbukti marketer hebat yang bisa menjadi CMO atau bahkan kelak menjadi CEO, stock option adalah senjata paling efektif membuat mereka loyal.

Handi Irawan D, Chairman Frontier Consulting Group

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.