Bagaimana cara Andrew Susanto memanfaatkan ChatGPT untuk mengelola portofolio bisnis bernilai triliunan?
Marketing.co.id – Berita UMKM | Di tengah hiruk pikuk adopsi teknologi dalam dunia bisnis, Andrew Susanto, CEO Emas.id dan Pusat Gadai Indonesia memperlihatkan bagaimana kolaborasi antara manusia dan AI bisa menghasilkan Keputusan yang lebih tajam dan gesit.
Dalam episode terbaru Cuanomix di YouTube, Andrew membagikan rahasia di balik keberhasilannya mengelola portofolio bisnis bernilai triliunan rupiah. Salah satunya melalui ChatGPT.
Ya, Anda tidak salah baca. Di balik layar korporasi yang menangani ratusan outlet, ribuan karyawan, dan transaksi bernilai miliaran setiap hari, ada AI yang bekerja membantu Andrew menyusun strategi, menganalisis data pasar, bahkan membuat draft materi komunikasi.
“ChatGPT bukan pengganti manusia. Tapi, dia mempercepat proses berpikir, membantu brainstorming, dan sering kali menyodorkan sudut pandang baru,” kata Andrew dalam wawancara tersebut.
AI, Asisten Cerdas untuk Marketer Modern
Bagi para pemasar, waktu adalah mata uang paling berharga. Di situlah kecerdasan buatan masuk sebagai leverage. Andrew menggunakan ChatGPT untuk menyusun konsep kampanye digital secara cepat, membuat draf copywriting dan materi presentasi, menganalisis tren demografis berdasarkan lokasi outlet, dan menyimulasikan respons audiens terhadap promosi tertentu.
Bukan hanya itu, AI juga digunakan oleh tim internalnya untuk membuat modul pelatihan karyawan, menyiapkan FAQ layanan pelanggan, hingga membuat dashboard monitoring sederhana yang mempercepat pengambilan keputusan.
“Kami bukan perusahaan teknologi. Tapi, kami technology-powered. Itu bedanya,” ujar Andrew sambil tersenyum.
Menjadikan AI Sebagai Budaya Kerja
Yang menarik dari pendekatan Andrew adalah bagaimana ia membentuk budaya adopsi AI di seluruh lini bisnisnya. Bukan hanya di level direksi, tetapi hingga tim operasional dan pemasaran lapangan.
“Kalau kita anggap AI itu hanya milik engineer atau anak IT, kita akan tertinggal. Saya minta tim marketing kami juga bisa gunakan ChatGPT. Bukan hanya untuk membuat konten, tapi juga untuk riset dan validasi ide,” jelasnya.
Namun, Andrew tak lupa mengingatkan bahwa AI hanyalah alat bantu. Bukan pemegang keputusan. Ia menekankan pentingnya kontrol manusia atas setiap hasil analisis atau rekomendasi yang muncul.
“AI bisa sangat pintar, tapi tetap perlu ditafsirkan oleh manusia yang punya konteks. Nalar bisnis dan etika tetap yang utama,” pungkasnya menegaskan.
AI bukan lagi sesuatu yang ‘akan datang’ tapi sudah ada dan siap membantu. Tapi ingat, ChatGPT dan alat AI sejenis bukan hanya soal otomatisasi, tapi tentang memperluas kapasitas berpikir, mempercepat proses kreatif, dan memberi ruang bagi keputusan yang lebih terarah.
Jika digunakan dengan bijak, AI bisa menjadi co-pilot terbaik dalam dunia marketing yang serba cepat ini. Sudahkah Anda memaksimalkan kekuatan AI di bisnis Anda? Kalau belum, mungkin ini saatnya membiarkan AI duduk di meja brainstorming Anda berikutnya.