Marketing.co.id – Industri fashion Indonesia berkembang secara pesat. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai macam merek lokal di pasaran. Menurut data Kemenperin industri fashion termasuk salah satu dari 16 kelompok industri kreatif yang menyumbang kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 3,76 persen pada 2017.
Salah satu merek lokal yang turut menyumbang prestasi industri fashion adalah Cottonlogy. Carolina Danella sebagai CEO dan Founder Cottonology mengatakan awal dari bisnis ini adalah ketika ia melihat banyak anak muda milenial yang ingin bisa tampil fashionable, tapi tidak memiliki banyak dana untuk konsumsi busana.
“Banyak anak muda sudah bisa tampil fashion meskipun budget pas- pasan. Dari sinilah saya berpikir untuk membantu anak muda Indonesia, baik yang kuliahan, sekolahan dan kantoran agar mereka tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk bisa tampil trendy,” ujarnya.
Dengan modal 6 juta rupiah Carolina memberanikan diri untuk membuat produk skala kecil yaitu satu model, satu ukuran. Merek ini menargetkan segmen pasar usia 17-40 tahun. Baca Juga: Cottonology, Sukses Bersama Masyarakat Sekitar
Hingga sekarang Cottonology sudah menelurkan 400 jenis produk. Tiap periode tertentu merek ini membuat produk model baru, dengan didasarkan pada angka penjualan per item produk, tren yang sedang laris di pasaran, dan masukan dari konsumen. Produk yang paling diminati adalah celana pendek boxer dan kemeja katun. Sesuai mereknya, keistimewaan produk-produknya adalah terbuat dari 100% cotton atau katun dengan harga yang terjangkau.
Tak hanya profit, tapi juga ‘proof it’
Bagi Carolina, wirausaha bukan sekadar profit, tapi juga ‘proof it’, bukti eksistensinya sebagai manusia yang ingin memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Melalui Cottonology, ia mewujudkan falsafah tersebut dengan memberdayakan masyarakat sekitar.
“Saya senang bisa buat produk harga terjangkau. Harga terjangkau karena produksi semua ditanggung sendiri dari benang sampai jadi baju,” jelas Carolina.
“Benang semua dicelup sendiri, ditenun sampai jadi kain, setelah jadi kain, jadi baju, dijahit sendiri. Kita pekerjakan masyarakat sekitar. Pemberdayaan masyarakat sekitar itu penting untuk Indonesia, terlebih kita sekarang fokus untuk memajukan produk lokal berkualitas,” lanjutnya.
Memulai wirausaha berbasis pemberdayaan masyarakat (socialpreneurship) bukan tanpa tantangan. Awalnya, Cottonology harus bekerja keras mengedukasi komunitas tentang keterampilan dasar yang diperlukan, seperti menjahit agar menghasilkan produk berkualitas sesuai standar.
Tentu saja edukasi bukan pekerjaan satu malam. Ada saja produk yang tidak sesuai standar kualitas yang sudah ditetapkan. Hal ini menjadi tantangan lantaran modal yang terbatas untuk memproduksi ulang. Namun, seiring berjalannya waktu, semua mitra semakin lama, semakin baik dalam menghasilkan produk sesuai standar.
“Bantu masyarakat sekitar, pelan-pelan diajarkan bagaimana untuk menjahit, menenun, pada akhirnya mereka semua mendapatkan pekerjaan, dan menjadi pekerja tetap di Cottonology,” jelas Carolina.
Hal ini membuktikan dengan memberdayakan masyarakat sekitar, Cottonology dapat menghasilkan produk lokal yang berkualitas.
Kualitas dan kepercayaan
Carolina berpendapat pada dasarnya, harga memang tidak bisa membohongi kualitas. Namun kualitas tidak berarti selalu mahal dan diluar jangkauan. Dengan harga mulai kisaran 100.000 rupiah, konsumen sudah mendapatkan produk berkualitas tinggi.
“Kami jual kemeja harga Rp 90.000 bahan katun asli. Konsumen kaget dengan harga yang sangat terjangkau, tetapi kualitas sangat baik. Padahal dengan kualitas seperti itu, kebanyakan produsen menjual sangat mahal,” ungkapnya
“Istilahnya, harga kaki lima, kualitas bintang lima,” lanjutnya.
Cottonlogy dapat mewujudkannya lantaran memotong mata rantai yang bisa menambah biaya produksi. Dari produksi hingga pemasaran dilakukan sendiri oleh Cottonlogy.
Carolina memberikan perhatian penuh dalam hal kualitas karena ia percaya bahwa kepercayaan adalah modal Cottonology dapat eksis dan bersaing di industri fashion.
“Customer sudah beli, harus dikasih produk yang kualitas tinggi, Supaya mereka kembali lagi membeli produk. Pada akhirnya, produk yang diminati semua orang, pasti produk yang berkualitas tinggi dan harga terjangkau,” jelasnya.
Dalam memasarkan produknya, Cottonology sejauh ini sudah bekerja sama dengan berbagai retail online dan department store. Selain itu, merek ini juga mengadakan pop up store di 30 kota besar di Indonesia dan melalui kerja sama dengan reseller.
“Ke depannya saya ingin Cottonology menjadi brand lokal yang bisa membawa nama baik Indonesia, diproduksi oleh masyarakat Indonesia sekitar, bahwa Indonesia juga mampu buat pakaian yang diterima secara global oleh semua orang,” pungkasnya.
Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis