Marketing.co.id – Berita Financial Services | Pertumbuhan teknologi internet yang begitu pesat saat ini membuat pengguna internet menjadi rentan terhadap keamanan siber serta menjadi sasaran empuk para hacker jika tidak diedukasi dengan baik.
Para ahli keamanan siber di Indonesia pun mengaku kesulitan menghadapi serangan siber. Penelitian Trellix terbaru menyebutkan bahwa beberapa operasi keamanan kurang memiliki kemampuan untuk mendeteksi, merespon, dan memulihkan dari serangan siber secara realtime.
Executive VP BCA Wani Sabu mengatakan, di era revolusi digital industri perbankan khususnya menghadapi berbagai tantangan keamanan siber. Oleh karena itu, memanfaatkan teknologi untuk melindungi ekosistem digital sangatlah penting.
Menurut Wani Sabu, kasus terbesar di era digital saat ini bukanlah hacker (peretas) melainkan social engineering. Menurut penelitian, di luar negeri kejahatan siber yang terjadi itu 88% adalah social engineering. Sedangkan di Indonesia angkanya lebih besar 99%.
Social engineering atau rekayasa sosial adalah sebuah teknik manipulasi yang memanfaatkan kesalahan manusia untuk mendapatkan akses pada informasi pribadi atau data-data berharga lainnya. Dalam dunia cybercrime, jenis penipuan human hacking ini dapat memikat pengguna dengan tanpa menaruh curiga.
Biasanya, pengguna dengan mudah dapat mengungkapkan data, menyebarkan infeksi malware dan memberikan akses ke sistem yang terjaga. Serangan seperti ini dapat terjadi secara online, langsung, dan melalui interakasi lainnya yang sulit untuk diduga.
Lebih lanjut, perempuan yang juga merupakan Ketua Komite Keamanan Siber Perbanas ini mengatakan bahwa social engineering ini lumayan susah karena menyerang langsung ke masyarakat dan biasanya banyak terjadi melalui media sosial.
“Dalam sebulan saja ada lebih dari 2.000 kasus, itu yang lapor. Biasanya dalam kasus ini bank yang disalahkan korban. Padahal, pihak bank sama sekali tidak mengerti. Ini tentu akan sangat mengganggu reputasi jika dibiarkan,” ujar Wani Sabu ketika ditanya tentang cyber security dalam acara Top Brand Conference 2023.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Wani Sabu, BCA bekerja sama dengan kepolisian, BPATK dan instansi terkait lainnya terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terjebak dengan kejahatan-kejahatan yang terjadi di dunia digital seperti social engineering ini.
“Nomor kartu, PIN, OTP jangan pernah diberitahukan kepada orang lain. BCA juga sekarang sudah menggunakan pendeteksian wajah. Itu salah satu upaya yang kami lakukan untuk mengamankan uang nasabah,” pungkasnya.