AGI Gelar Konferensi Bahas Genetika Berkelanjutan untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

0
Asosiasi Genomik Indonesia (AGI)
Jumpa pers Asosiasi Genomik Indonesia (AGI)
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.id – Berita Marketing | Asosiasi Genomik Indonesia (AGI) menggelar konferensi pertama membahas perkembangan teknologi genomik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit di Indonesia. Konferensi bertema “Sustainable Genetics for Health and Food in Indonesia: Innovation and Challenges”, berlangsung, Sabtu (30/9/2023) di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan.

Asosiasi Genomik Indonesia didirikan oleh Dr. dr. Ivan R. Sini, SpOG, Adrian Lembong, drg. Adittya, MARS, Levana Sari, Prof Hera Sundoyo, dan dr. Ariel Pradipta, Ph.D. Menurut Dr. Ivan, AGI berdiri pada 11 Agustus 2022, dan mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 8 September 2022.

Dalam konferensi yang berlangsung selama satu hari ini para ahli dari berbagai bidang, termasuk kesehatan genetika dan keberlanjutan pangan dipertemukan untuk membahas kemajuan dan tantangan terkini di bidang genomik di Indonesia, baik dari perspektif teknologi maupun bisnis.

Baca juga: Hadir Menjadi Agregator, Asosiasi Genomik Indonesia Diresmikan

“Bidang genetika telah merevolusi cara kita memahami kesehatan manusia dan produksi pangan. Dengan kemajuan teknologi dan alat genetika, kami telah mampu mengidentifikasi penanda genetik yang berkontribusi terhadap risiko penyakit dan memahami faktor genetik yang memengaruhi kualitas dan keamanan pangan. Namun, kemajuan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan praktik genetika dan dampaknya terhadap lingkungan,” kata Dr. Ivan.

Lebih lanjut dia menyebutkan, konferensi membahas penelitian terkini mengenai genetika berkelanjutan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit di Indonesia yang meliputi:  Pengembangan pengujian genetik berkelanjutan, Penggunaan informasi genetik berkelanjutan untuk mempersonalisasi pengobatan dan Identifikasi genetik berkelanjutan terhadap faktor risiko penyakit lokal.

Asosiasi Genomik Indonesia (AGI)
Jumpa pers Asosiasi Genomik Indonesia (AGI)

Di Indonesia, negara yang kaya akan keanekaragaman genetik, genetika berkelanjutan semakin menjadi topik yang menarik. Genetika berkelanjutan, yang mengacu pada penerapan teknologi dan praktik genetika yang berkelanjutan secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan manusia dan ketahanan pangan di Indonesia. Namun, genetika berkelanjutan juga memiliki tantangan tersendiri, seperti memastikan akses yang adil terhadap teknologi genetika dan mengatasi potensi risiko lingkungan yang terkait dengan modifikasi genetika.

Adrian Lembong mengatakan, kekuatan Indonesia di bidang genomik karena memiliki biodiversity (manusia, hewan, maupun tumbuhan). Karena genomik juga menyangkut data-data genetik spesifik terkait makhluk hidup, maka perlu ada pengaturan khusus. “Perlu regulasi yang sifatnya holistik karena menyangkut data dan informasi, dan juga HAM,” tuturnya dalam jumpa pers di sela-sela konferensi.

Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kementerian Kesehatan RI, Rizka Andalucia melihat besarnya potensi dari genomik dan menyebutnya sebagai “the new oil resources”. Genomik membuka rahasia mengenai kehidupan hewan dan tumbuhan yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat bagi umat manusia,” tuturnya.

Namun dia juga memperingatkan genomik perlu diatur karena menyangkut keamanan data dan terkait dengan aspek etik dan legal. “Pengembangan teknologi genomik kita sambut dengan baik, dan Indonesia harus mengejar ketertinggalan genomik di sektor kesehatan dengan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan. AGI merupakan bagian dari ekosistem Persatuan Genomik Seluruh Indonesia (PGSI),” tandasnya.

Baca juga: Ini Kelebihan Skrining Kanker di Fasilitas Kesehatan Malaysia

Pada kesempatan yang sama dr. Ariel mengatakan, Indonesia sebenarnya belum tertinggal jauh dibandingkan negara lain di bidang teknologi genomik. Namun untuk mengejar ketertinggalan perlu upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan. Upaya gotong royong juga diperlukan untuk meneliti dan menganalisis kompleksitas dari genomik setiap makhluk hidup.

“Manusia memiliki 3,5 miliar karakter genomik. Melihat kejadian pandemi lalu, Virus Corona(SARS-CoV-2) yang hanya memiliki 30 ribu karakter genomik bisa menyebabkan masalah di seluruh dunia. Kami menyadari setiap karakter yang dibaca, yang diteliti memiliki kompleksitas yang berpangkat-pangkat. Semoga dengan konferensi genomik yang pertama ini menjadi upaya gotong royong untuk membaca karakter genomik,” ungkap dr. Ariel.