Marketing.co.id – Berita Lifestyle | Teknologi kesehatan terus berkembang, salah satunya layanan kesehatan berbasis teknologi genomik. Keunggulan pemeriksaan genomik antara lain dapat mendeteksi secara dini risiko suatu penyakit dan jenis pengobatan atau terapi apa yang cocok dengan pasien tanpa khawatir efek samping yang akan ditimbulkannya.
Dilansir dari laman halodoc.com, tes genomik adalah pemeriksaan kesehatan untuk memastikan adanya berbagai risiko penyakit yang bisa terjadi akibat genetik asal. Pengujian ini bekerja dengan melihat cara gen berinteraksi dan hasilnya pada kesehatan.
Situs tersebut juga menulis, tes genomik memeriksa keseluruhan gen yang ada dalam tubuh, bukan hanya mendeteksi adanya mutasi gen tunggal. Hasil dari pengujian genom akan memperlihatkan risiko penyakit yang rentan dialami, perkembangan suatu penyakit dalam tubuh, hingga risiko kambuhan suatu penyakit.
“Tes ini efektif untuk memeriksa kondisi sel kanker dalam tubuh. Hasilnya pun akan membantu dokter dan tim medis untuk memprediksi seberapa parah penyakit kanker yang kamu alami. Bukan hanya itu, tes ini juga bisa memastikan risiko penyebaran atau metastasis dari sel kanker tersebut,” tulis laman tersebut.
Baca juga: AGI Gelar Konferensi Bahas Genetika Berkelanjutan untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Saat ini sudah banyak rumah sakit dan laboratorium kesehatan milik swasta di Indonesia yang menawarkan layanan kesehatan genomik. Namun harganya yang mahal membuat pemeriksaan kesehatan ini tidak dapat diakses oleh banyak orang.
Sekadar menyebut contoh, biaya pemeriksaan Wellness Genomics di Prodia mencapai Rp20.000.000, Nutrigenomics Rp8.000.000, Skin & Hair Genomics Rp8.000.000, dan Sport Genomics Rp8.000.000 (prodiadigital.com).
Selain rumah sakit dan labarotorium milik swasta, beberapa rumah sakit Pemerintah sebenarnya sudah memiliki layanan kesehatan genomik. Menurut Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kementerian Kesehatan RI, Rizka Andalucia, saat ini sudah ada sembilan rumah sakit Pemerintah yang menjadi hub layanan pemeriksaan genomik.
“Masing-masing hub memiliki kekhasan tersendiri, contohnya RS Kanker Dharmais fokus di penyakit kanker, RSCM fokus di metabolic diseases seperti penyakit Diabetes Melitus, RS Sulianti Saroso yang menerapkan pemeriksaan genomik untuk penyakit Tuberkulosis, ” tutur Rizka saat jumpa pers di sela-sela konferensi “Sustainable Genetics for Health and Food in Indonesia: Innovation and Challenges,” Sabtu (30/9/2023) di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan.
Lebih jauh Rizka menyatakan, pemeriksaan genomik memiliki banyak keunggulan, antara lain untuk mengetahui terapi apa yang cocok untuk pasien. “Apakah pasien kanker payudara bisa diterapi dengan hormon atau tidak, dengan pemeriksaan berbasis genomik juga bisa diketahui jenis kankernya apa, apakah sensitif dengan obat tertentu,” katanya memberi contoh.

Pemeriksaan genomik juga bermanfaat untuk mengetahui obat apa yang cocok bagi pasien. Pasalnya, obat yang sama untuk penyakit yang sama belum tentu khasiatnya akan sama untuk semua orang, karena setiap orang memiliki genetik yang berbeda.
“Contohnya Paracetamol untuk menghilangkan rasa sakit, tidak semua orang cocok dengan obat tersebut, mungkin sekitar 80% orang cocok dengan obat tersebut, tapi ada 20% yang tidak mempan atau resisten dengan obat tersebut , atau bagi sebagian orang mungkin menimbulkan efek samping atau alergi,” jelas dia.
Meskipun memiliki banyak keunggulan, namun dia mengakui tes kesehatan genomik biayanya relatif mahal, sehingga belum bisa dinikmati oleh semua orang, termasuk pasien pemegang kartu BPJS kesehatan.
“Tidak semua layanan di-cover oleh BPJS, karena BPJS harus meng-cover sekitar 280 juta masyarakat Indonesia, dimana sekitar 70% peserta BPJS berstatus penerima bantuan iuran,” tuturnya.
Dia juga menegaskan, setiap penerapan teknologi terbaru di bidang kesehatan, termasuk genomik harus melalui proses “Health Technology Assessment” (HTA). Dalam proses ini, sebelum teknologi terbaru di bidang kesehatan diterapkan terlebih dahulu dianalisis, apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang didapatkan dibandingkan tetap menggunakan teknologi yang sudah lama digunakan.
“Pemeriksaan genomik masih dalam proses kajian HTA, jadi belum masuk BPJS, tapi kita di Pemerintah punya program seperti screening untuk TBC dan HPV, tapi bukan untuk per orangan, melainkan sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), tapi lambat laun kita akan menuju ke arah genomik, kita harus menghitung bukan hanya satuan biayanya, tapi impact dan cost-effective nya,” pungkas Rizka.