STP: Masihkah Relevan?

Pasar memang aneh, tak bisa ditebak, dan perilaku konsumen terus berubah. Tapi, pernahkah Anda mempertanyakan strategi pemasaran yang digunakan? Dasar pemasaran memang tak pernah berubah dari dulu, tapi apakah masih relevan untuk digunakan sekarang?

stp

Segmentasi, targeting, dan positioning (STP) adalah konsep pemasaran yang masih dipakai hingga kini. Tapi seiring dengan perubahan pasar, perilaku konsumen, dan zaman, apakah strategi yang menganut STP ini masih bagus untuk diaplikasikan? Konsep yang terlihat valid di atas kertas bisa jadi tidak efektif atau efisien jika diterapkan dalam kondisi riil pasar.

STP sendiri adalah penyatuan dari tiga konsep yang pertama kali dikembangkan tahun 1950-an hingga 1970-an lalu, dan masih terus digunakan sampai saat ini. Mari kita ulas singkat, segmentasi adalah strategi dimana marketer bisa mengidentifikasi dan mengambil segmen (bagian) dari konsumen, lalu memfokuskan strategi produk atau pemasarannya pada bagian/segmen tersebut.

Segmentasi boleh dibilang adalah inti dari strategi pemasaran. Jika tahapan ini dilakukan dengan salah, maka tahapan selanjutnya juga akan salah. Teori segmentasi yang pertama kali dipopulerkan oleh Wendell Smith pada tahun 1950-an ini selain populer di kalangan akademis, juga sering didengung-dengungkan para manajer perusahaan pada setiap presentasi pemasaran di seluruh dunia.

Targeting adalah tahapan selanjutnya setelah segmentasi. Dari proses segmentasi dikembangkanlah proses targeting. Jika seorang marketer mampu mengenali segmen-segmen yang lebih spesifik (niche) dari suatu populasi, maka sudah jelas bahwa mereka bisa menyasar/mengarahkan strateginya fokus ke segmen tersebut. Segala bentuk komunikasi yang dirancang juga akan disesuaikan dengan segmen konsumen yang sudah dikelompokkan tersebut.

Sementara positioning adalah konsep yang diaplikasikan dengan tujuan supaya image merek dipersepsikan dengan benar di benak konsumen. Positioning penting supaya konsumen mempunyai pemahaman yang benar terhadap fungsi dan keunggulan suatu merek dibandingkan dengan merek lainnya. Positioning yang kuat jelas mampu menjamin loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Konsumen jelas lebih memilih merek yang sudah mereka pahami benar.

Dalam positioning, pemasaran memandang konsumen mempunyai pikiran yang terdiri dari berbagai bagian/kompartemen. Jika seorang marketer berhasil memposisikan produk/mereknya pada salah satu bagian dan menancapkannya dengan kuat di sana, maka akan sulit bagi pesaing lain untuk dapat merebut posisi/bagian tersebut.

Di atas kertas semua teori ini berjaya dan ampuh, tapi kenyataannya semua ide ini sulit untuk diaplikasikan pada kondisi riil pasar. Jika diperhatikan dengan pengamatan yang lebih dalam, strategi STP dikembangkan pada tahun 1950 hingga 1970, yang masih diaplikasikan pada kondisi dan situasi pasar sekarang. Jelas saja para manajer akan menemui kesulitan karena kondisi pasar sudah tidak seperti dulu lagi.

Perusahaan masih terlena dengan konsep STP yang jelas-jelas memperlihatkan bahwa perusahaan yang mengendalikan pasar. Kenyataannya, pasar dan konsumenlah yang sekarang mengendalikan perusahaan. Maka kini timbul masalah dengan strategi STP:

Masalah pertama: strategi STP cenderung melihat dari sudut pandang perusahaan saja. Inilah mengapa strategi ini kadang berhasil, kadang tidak. Coba saja perhatikan semua uraian di atas. Semua hal mengacu pada perusahaan dan semuanya berasal dari perusahaan terlebih dahulu. Semua hal adalah tentang perusahaan, sementara pasar zaman sekarang seharusnya berbicara mulai dari sisi konsumen.

Kedua, STP masih menganggap jika kita mampu mengenali sekelompok konsumen tertentu, berhasil menyesuaikan strategi yang fokus menyasar kelompok tersebut, sekaligus menjadi yang pertama bermain di pasar, maka kemenangan sudah bisa diraih. Kenyataan tersebut memang benar, tapi itu dulu sebelum era internet hadir. Setelah internet hadir, perilaku konsumen akan terus berubah, dan segmen yang ditentukan perusahaan belum tentu valid.

Ketiga, STP masih menganggap bahwa semua kebutuhan, pengetahuan, dan keinginan dari konsumen bisa ditentukan oleh perusahaan melalui kualitas produk, serta pelayanan yang bagus. Perusahaan mengabaikan fakta bahwa kini kekuatan komunitas dan ledakan informasi lewat media sosial yang sebenarnya membentuk kebutuhan, pengetahuan, sekaligus keinginan konsumen.

Dulu Kodak masih paham benar target market mereka yang masih memakai film untuk keperluan fotografi. Kodak juga mempunyai strategi pemasaran dan komunikasi yang sudah disesuaikan dengan segmen atau target market tersebut. Target market dan segmen yang dianggap sudah spesifik dan niche itu dianggap masih valid, dan perusahaan yakin strategi mereka sudah sangat tepat menyasar segmen pasar mereka. Tapi, kini Anda bisa lihat sendiri apa yang terjadi dengan Kodak.

Banyak perusahaan masih berpikir seperti Kodak, karena STP seakan sudah menjadi harga mati dari pemasaran. Pemasaran dianggap tidak benar jika tidak melalui STP. Apalagi STP terlihat sangat sempurna ketika diformulasikan di atas kertas, atau di papan tulis sewaktu presentasi.

Lalu, bagaimana perusahaan bisa menyikapi kondisi pasar sekarang tanpa melalui STP?

Pasang Mata dan Telinga

Mengasah kepekaan sangatlah penting dalam situasi pasar masa kini. Tahapan ini rasanya jauh lebih sederhana daripada tahapan segmentasi. Pada tahapan ini perusahaan perlu mencari dan mengenali segala isu, concern, kebutuhan, masalah, atau apa pun yang sedang dihadapi konsumen. Tugas perusahaan adalah mengenali semua hal tersebut dan mencari cara untuk dapat menawarkan solusi.

Dari tahapan ini sudah jelas bahwa perusahaan mulai dari sudut pandang konsumen terlebih dulu. Perusahaan mencoba memberi solusi atas permasalahan yang benar-benar dialami oleh konsumen. Proses ini bisa dimulai dari individu, kelompok, ataupun daerah yang mempunyai permasalahan dan solusi serupa.

Hal yang perlu dilakukan hanyalah memonitor dan mendengarkan pasar. Sungguh sesederhana itu. Belum diperlukan proses riset yang rumit atau kuesioner yang panjang. Yang sulit adalah kemampuan perusahaan untuk memonitor pasar dan aliran informasi yang demikian masif dengan memanfaatkan berbagai channel/media yang ada.

Menyesuaikan Diri

Pastinya dari semua data yang masuk, akan ada banyak sekali kebutuhan, masalah, dan lain-lain. Tentu tidak semuanya bisa dipenuhi dan bermanfaat bagi perusahaan. Maka pada tahapan ini dibutuhkan keahlian marketer dalam menyaring segala informasi yang didapat, serta mengolah informasi/data tersebut agar bermanfaat bagi perusahaan.

Setelah kebutuhan dan keinginan pasar diidentifikasi, perusahaan harus menentukan apakah skalanya cukup besar atau sepadan untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan. Inilah mengapa kemampuan marketer dalam mengolah data kini menjadi lebih penting daripada marketer yang hanya menguasai STP.

Setelah memisahkan jarum dari tumpukan jerami, tugas marketer selanjutnya adalah menyesuaikan dan mencocokkan masalah dan kebutuhan konsumen yang bisa dipenuhi dengan segala sumber daya yang dimiliki perusahaan. Di sini perusahaan bisa menyusun strategi untuk memberikan produk atau layanan yang sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi konsumen.

Konsumen pastinya membeli produk yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan atau memberikan solusi dalam kehidupan mereka. Jika perusahaan mampu mengisi kekosongan ini, maka segala strategi lain otomatis akan lebih sederhana dan tinggal mengikuti saja. Singkatnya, perusahaan sudah lebih maju dari sekadar promosi atau persuasi ke tahapan menciptakan value yang bermanfaat.

Merespons

Mempunyai solusi atas permasalahan, kebutuhan, dan keinginan konsumen tidak akan bermanfaat banyak jika Anda tidak bisa mengomunikasikannya dengan benar, dan melalui media yang tepat.

Perusahaan juga harus bisa memilih apakah hendak menggunakan media yang bersifat massal, atau pendekatan yang lebih spesifik. Dalam tahapan ini perusahaan sudah lebih maju dari sekadar menjual. Mereka sudah berada dalam proses mengomunikasikan benefit serta solusi. Sering kali kesuksesan sudah sangat dekat ketika ketiga tahapan ini berhasil dilakukan.

Jadi, apakah STP benar-benar sudah tidak bermanfaat? Tentu saja tidak. STP masih berguna jika perusahaan hendak melakukan inovasi produk atau layanan. Jika Anda merasa adventurous, Anda bisa menjajal strategi STP untuk menciptakan peluang baru atau bahkan menciptakan pasar baru. Dengan strategi ini perusahaan bisa menciptakan suatu segmen pasar baru, serta menciptakan varian produk/layanan baru untuk menyasar segmen tersebut.

Ivan Mulyadi

Sumber: Marketing News – Schultz on Marketing Strategy

MM072016/W

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.