Peringati Bulan Kesadaran Limfoma, Takeda Menggelar Edukasi dan Dukungan bagi Pasien Hodgkin

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.id – Berita Lifestyle |Dalam rangka memperingati Bulan Kesadaran Limfoma pada September, PT Takeda Indonesia mengadakan acara media bertajuk “Kenali Limfoma Hodgkin” dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini. Adapun acara ini bertujuan tidak hanya mengedukasi publik, tetapi juga memberikan dukungan bagi pasien Limfoma Hodgkin yang tengah berjuang.

Limfoma Hodgkin adalah salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik, yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Meski lebih jarang dibandingkan dengan Limfoma non-Hodgkin, Limfoma Hodgkin memiliki ciri khas sel Reed-Sternberg yang sering kali menyerang orang dewasa muda dan mereka yang berusia di atas 55 tahun. Di Indonesia, kesadaran terhadap Limfoma Hodgkin masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan banyak pasien terlambat didiagnosis, karena gejalanya yang tidak spesifik sering disalahartikan sebagai penyakit lain.

Berdasarkan data Globocan 2022, Indonesia mencatat 1.294 kasus baru Limfoma Hodgkin dan 373 kematian. Angka ini meningkat dari data 2020 yang mencatat 1.188 kasus baru dan 363 kematian. Hal ini menunjukkan adanya tren peningkatan yang mengkhawatirkan terkait kesadaran dan penanganan Limfoma Hodgkin di Indonesia.

Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, seorang ahli hematologi-onkologi, menjelaskan, bahwa kurangnya kesadaran masyarakat terkait Limfoma Hodgkin menjadi tantangan utama. “Gejala awal Limfoma Hodgkin sering kali tidak spesifik, seperti munculnya benjolan di kelenjar getah bening, demam lebih dari 38°C, keringat berlebih di malam hari, serta penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas. Banyak pasien terlambat datang ke dokter karena menganggap gejalanya sebagai penyakit biasa, seperti infeksi atau TB. Padahal, semakin dini penyakit ini didiagnosis, semakin besar peluang untuk memulai pengobatan yang efektif,” ujarnya.

Dr. Andhika juga menyoroti maraknya pengobatan alternatif yang mengklaim dapat menyembuhkan kanker tanpa pengujian klinis. “Masyarakat perlu lebih kritis terhadap klaim pengobatan herbal yang belum terbukti secara ilmiah. Deteksi dini dan pengobatan yang tepat melalui metode medis adalah kunci untuk meningkatkan peluang hidup pasien.”

Pada acara ini, beberapa penyintas Limfoma Hodgkin berbagi cerita mereka. Intan Khasanah, seorang penyintas Limfoma Hodgkin, menceritakan bagaimana ia awalnya didiagnosis TB sebelum akhirnya mendapat diagnosis yang benar.

“Saya didiagnosis TB dan menjalani pengobatan selama 8 bulan, tetapi kondisi saya justru semakin memburuk. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan ulang, baru terungkap bahwa saya mengidap Limfoma Hodgkin stadium 4. Meskipun perjalanan pengobatan sangat berat, saya akhirnya mendapatkan remisi total setelah berjuang selama 7 tahun,” ujarnya.

Ias, pasien Limfoma Hodgkin lainnya, berbagi kisah serupa. Awalnya ia didiagnosis saraf terjepit karena mengalami sakit punggung dan penurunan berat badan yang drastis. Setelah menjalani biopsi dan pemeriksaan PET-CT scan, baru terungkap bahwa ia mengidap Limfoma Hodgkin.

“Pengobatan yang panjang dan ketidakpastian hasilnya menjadi tantangan terbesar. Saya mengalami relapse pada Januari 2024 setelah sempat remisi pada September 2023. Saat ini, sel kanker masih aktif dan saya terus menjalani pengobatan,” ungkap Ias.

Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) di Kementerian Kesehatan RI, menekankan pentingnya kolaborasi multi-sektoral untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia. “Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Kolaborasi dengan sektor swasta, organisasi pasien, dan masyarakat luas sangat diperlukan untuk memperbaiki akses terhadap diagnosis dan pengobatan kanker, termasuk Limfoma Hodgkin,” kata dr. Nadia.

Dukungan psikologis juga menjadi aspek penting dalam penanganan kanker. Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), menjelaskan bahwa dukungan moral dan informasi sangat penting bagi pasien. “Sebagai organisasi pasien, CISC mendukung penyintas Limfoma melalui informasi dan dukungan psikososial. Kami berharap dapat membantu pasien menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi medis, psikologis, maupun finansial.”

Shinta Caroline, Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia, menegaskan komitmen Takeda dalam mendukung penanganan Limfoma Hodgkin di Indonesia. “Takeda berkomitmen untuk terus menyediakan obat-obatan inovatif dan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan guna meningkatkan kesadaran dan akses terhadap pengobatan Limfoma Hodgkin di Indonesia. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi, kita dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi para pasien,” jelas Shinta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here