Pegawai Swasta Juga Bakal Kena Iuran Tapera, Bagaimana Tanggapan Pekerja?

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.id – Presiden Joko Widodo telah menekan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada Pada 20 Mei 2020. Tapera akan dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 57/2018 tentang Modal Awal Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat, modal awal BP Tapera bernilai Rp2,5 triliun, terdiri atas Rp2 triliun sebagai dana kelolaan yang hasilnya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan biaya operasional dan investasi BP Tapera dan Rp500 miliar untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan investasi badan itu.

Tabungan Perumahan Rakyat sebelumnya dikelola oleh Perumahan (Bapertarum) dan hanya ditujukan bagi pegawai negeri sipil (PNS). Namun menurut PP tersebut seluruh jenis pekerjaan apapun yang menerima upah, baik milik negara maupun swasta akan diwajibkan menjadi peserta. Para peserta ini nantinya diwajibkan membayar iuran atau simpanan dengan besaran 3% dari upah atau penghasilan.

Apabila bekerja di perusahaan, iuran sebesar 3% tersebut akan ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja dengan besaran 0,5% bagi pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja. Sedangkan untuk pekerja mandiri akan ditanggung sendiri seluruhnya oleh pekerja yang besangkutan.

Iuran Tapera masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Alasannya bermacam-macam, seperti kebijakan tersebut dinilai momennya kurang tepas, karena perusahaan dan masyarakat masih masih dalam tekanan akibat pandemi Covid-19.

Seperti dikutip IDX Channel, Deputi Presiden Bidang Konsilidasi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sunardi mengatakan, Presiden Joko Widodo terlalu gegabah mengambil keputusan di tengah dampak pandemi Covid-19, yang telah menekan ekonomi pekerja, bahkan terjadinya PHK besar-besaran.

Dia menegaskan, berbagai iuran wajib yang dipungut pemerintah sudah memangkas 10% pendapatan pekerja seperti BPJS dan lainnya. “Pemerintah bersama Kementerian Keuangan dan ketenagakerjaan harus menghitung dengan benar beban pekerja di Indonesia dan melihat kondisi yang ada, karena ekonomi masyarakat belum pulih karena pandemi,” tuturnya.

Tapera
Foto rumah subsidi, foto Lamudi

Salah satu anggota masyarakat, Dika Cahya menyatakan keberatannya terhadap iuran Tapera, karena karena masyarakat sedang menghadapi tekanan ekonomi. “Situasi ini sedang sulit dan gaji dipotong juga, buat pemerintah jangan ditekan lagilah masyarakat ini. Satu pertanyaan gue ketika iuran itu sudah berlangsung, nanti dikembalikan gak ke rakyat,” katanya kepada IDC Channel.

Salah seorang wartawan di sebuah media, Debbyani Nurinda (25) mengatakan, pemotongan tersebut selama jelas peruntukan dan besarannya tidak menjadi masalah. Terlebih untuk milenial dan pekerja baru yang kurang mementingkan menabung untuk beli rumah, BP Tapera bisa menjadi solusi.

“Kita kan masih muda, karena kadang kalau enggak diambil paksa ya, enggak akan kebeli rumah. Jadi, oke-oke aja,” katanya kepada Bisnis.com.

Pendapat senada disampaikan Sanny (26), karyawan perusahaan swasta. Dia mengatakan bahwa selama hasil akhir dari iurannya jelas, tak masalah jika gajinya dipotong. Yang menjadi perhatiannya adalah agar perusahaan mau mengurusi pemotongannya secara otomatis sehingga pekerja tak perlu ribet membayar sendiri.

“Hal seperti ini kalau dilihat dari segi ekonomi juga bisa mengurangi calon homeless. Jadi, supaya beban beli rumah ini jadi lebih ringan. Lagi pula kan iurannya enggak hilang begitu aja,” ujarnya.

Masih dikutip dari laman yang sama, pegawai salah satu bank swasta, Shahnaz mengatakan, jika diwajibkan iuran tersebut menjadi biaya yang tidak perlu, yang seharusnya bisa ditabung di pos lain, seperti untuk mempersiapkan kelahiran anak atau sekolah anak. “Nanti enggak ada manfaatnya buat yang sudah punya rumah, kalau wajib ya, enggak enaklah,” ungkapnya.

Fauzan (28) mengatakan, kewajiban iuran ini tidak terlalu bermanfaat bagi peserta, apaagi yang sudah memiliki rumah. Adapun, hal yang ditakutkan adalah biaya yang dibayarkan malah menguntungkan pihak-pihak tertentu. “Terus potongannya cuma 3 atau 3,5 persen, setahun cuma dapat sedikit, apa cukup buat bantu cicil rumah?,” kata Fauzan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here