Marketing.co.id – Khawatir generasi pelanggannya hilang, Nyonya Meneer berinovasi dengan membuka gerai modern untuk meraih simpati kawula muda. Inovasi ini ternyata cukup mengangkat awareness di segmen anak muda.
Selama ini jamu identik sebagai minumannya orang tua. Anggapan yang terlanjur kuat tersebut membuat anak muda kurang menyukai minuman kaya manfaat ini. Padahal jamu merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan.
Apa jadinya bila generasi mendatang tidak lagi berminat terhadap minuman tradisional ini. Menghadapi kondisi demikian, perusahaan jamu Nyonya Meneer yang sudah lama dikenal masyarakat punya trik sendiri untuk mempertahankan pangsa pasarnya.
Menurut Lily Siswanto, Head of Marcomm Nyonya Meneer, salah satu penyebab hanya sedikit anak muda yang menyukai jamu karena tempat jualannya. Lihat saja, kalau ingin minum jamu, pilihannya ke penjual jamu gendong atau ke depot-depot tradisional yang sering ditemui di pinggir jalan.
Jalur penjualan semacam itu, bagi anak muda—khususnya yang tinggal di perkotaan—mungkin kurang menarik. Di sisi lain, terdengar informasi bahwa sekarang ini banyak orang yang kesulitan menemukan jamu Nyonya Meneer secara lengkap. Hal ini pula yang mendorong Nyonya Meneer membuka gerai jamu modern.
Produsen jamu yang berdiri sejak tahun 1912 ini tak tanggung-tanggung mengusung dua konsep gerai sekaligus. Pertama, Nyonya Meneer Shop, yang menyediakan aneka produk Nyonya Meneer beserta tempat untuk menyeduh jamu.
Gerai kedua, Meneer Corner, booth sederhana yang memungkinkan pelanggan membeli take away. Kedua jenis gerai ini diwaralabakan. Investor yang berminat kudu menyiapkan modal sekitar Rp 50 juta–Rp 70 juta untuk Meneer Shop, dan Rp 7 juta–Rp 10 juta untuk Meneer Corner.
Saat ini ada empat Nyonya Meneer Shop, berlokasi di Kaligawe-Semarang, Duren Sawit-Jakarta Timur, Cilegon-Banten, dan Bekasi. Sementara sudah berdiri 10 gerai Meneer Corner, yang tersebar di titik-titik SPBU Pertamina. Ini sebagai realisasi kerja sama dengan ritel pertamina.
Dalam sebulan, jumlah pengunjung Meneer Shop tercatat 300 orang dengan omzet Rp 90 juta, sedangkan Meneer Corner dalam sebulan bisa menuai omzet Rp 25 juta.
Selain dari penjualan langsung melalui toko atau booth, pendapatan bisa kencang lantaran ditopang strategi jemput bola melalui layanan delivery order. Misal, di gerai Meneer Shop Duren Sawit, pelanggan bisa melakukan pemesanan minimal Rp 150.000 untuk wilayah Jakarta timur, dan Rp 200.000 untuk di luar daerah tersebut.
Cara ini ampuh untuk melayani konsumen perkotaan yang supersibuk. “Dengan gerai modern ini, masyarakat kelas menengah pun akhirnya kepincut. Coba Anda perhatikan segmen orang-orang yang datang ke sini ketika hari Sabtu–Minggu,” imbuh Lily.
Melihat perkembangan yang bagus, maka di tahun 2013 ini perusahaan akan membuka dua Meneer Shop lagi. Keduanya adalah waralaba. Dalam waktu dekat, rencananya akan di-launch kembali Meneer Café sebagai tempat nongkrong anak muda yang menyajikan menu-menu ringan seperti jus, kopi, dan teh, tetapi tetap berbahan dasar jamu.
Menurut Lily, pada tahun 2005, Meneer Café pernah dibuka di Senayan Trade Center (STC). Namun, karena sesuatu hal akhirnya diputuskan untuk ditutup, dan baru akan dibuka lagi nantinya setelah mendapatkan lokasi yang benar-benar cocok dan dekat dengan target market.
Dengan adanya Meneer Shop dan Meneer Corner ini, awareness Nyonya Meneer sekarang perlahan-lahan mulai menguat di kalangan anak muda. Hal itu berkat komunikasi merek lewat brand activation di kampus-kampus, atau kegiatan yang mengena seperti jumpa fans dengan artis, jogging bareng, lomba dancing, dan sebagainya.
Selain gencar melakukan branding di segmen kawula muda, Nyonya Meneer juga tengah memodernisasi pengemasan produk, seperti jamu berbentuk kapsul dan teh celup. Khusus teh celup, peminatnya kebanyakan dari luar negeri.
Beberapa negara yang menjadi langganan Nyonya Meneer antara lain Hong Kong, Belanda, Malaysia, Taiwan, dan tahun ini Timur Tengah juga ingin ditembus.
Dari sisi demografi, wanita merupakan pelanggan terbesar Nyonya Meneer sejak dulu. Maka tak heran, 70% produk Nyonya Meneer diperuntukkan bagi kaum hawa. Dua produk primadonanya, antara lain minyak telon dan jamu habis bersalin.
Sekadar informasi, Nyonya Meneer mempunyai satu distributor di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat, yang usianya cukup lama dan satu-satunya penyedia jamu Nyonya Meneer paling lengkap.
“Distributor ini menjadi relasi setia kami sampai sekarang,” terang Lily. Salah satu kunci sukses perusahaannya, ungkap wanita yang tampil energik ini, memang menjaga hubungan yang baik dengan stakeholder, terutama jamu gendong.
Mereka adalah ujung tombak penjualan. Makanya, frekuensi kegiatan untuk para street marketer tersebut lumayan tinggi. Perhatian Nyonya Meneer kepada penjual jamu gendong dituangkan lewat beberapa event yang rutin dilakukan di sejumlah daerah, seperti membagi-bagikan hadiah dalam acara gathering, Kontes Jamu Gendong Terbaik, dan lainnya.
Merek Nyonya Meneer memang sudah cukup tenar di pasar jamu. Bahkan, pemain lawas tersebut menjadi satu-satunya produsen jamu yang mengantongi sertifikasi untuk fitofarmaka, obat bahan alami yang telah melewati uji praklinik dan uji klinik.
Fitofarmaka sering menjadi resep para dokter. Namun demikian, diakui Lily, perkembangan fitofarmaka agak lamban di Indonesia, karena sebagian besar dokter belum yakin dengan obat herbal. Tambahan proses penelitian untuk produk ini berlangsung lama dan memakan biaya lumayan mahal.
Meski begitu, Lily mengatakan, semangat pihaknya tidak akan surut untuk memajukan fitofarmaka Tanah Air. Boleh dikatakan, herbal Indonesia adalah yang terbaik—karena murni berasal dari tumbuh-tumbuhan, dibandingkan herbal luar yang mayoritas dicampur dengan bahan-bahan hewani.
“Saat ini salah satu upaya kami melestarikan perjamuan di sini adalah dengan membuka Taman DJamoe Indonesia, seluas 3 ha. Di dalamnya terdapat aneka tanaman herbal yang menjadi bahan-bahan untuk meracik jamu dan obat herbal lainnya,” ujar dia.
Fotografer : Lilyanti