Maraknya era digital jelas memengaruhi berbagai lini bisnis, termasuk dalam ranah marketing. Bukan hanya medianya saja, tapi perkembangan marketing juga timbul dalam segi gaya.
Kita sudah tahu bahwa media digital telah banyak memberikan impact besar kepada para pemasar. Media sosial, advertising digital, blog, website, semuanya digunakan oleh perusahaan dalam rangka memperkenalkan mereknya. Tapi jika diamati lebih lanjut, ternyata perkembangan marketing di Indonesia juga mengalami perubahaan dari segi gaya berpromosi.
Dulu mungkin banyak merek yang menggunakan jargon seperti, pembasmi serangga nomor satu, kelas terbaik di dunia, atau mungkin minuman bersoda yang pertama.
Pada eranya, cara itu memang efektif. Tapi sekarang, konsumen lebih kritis, mereka tidak mudah percaya terhadap pernyataan yang mengiming-imingi seperti itu, meskipun benar.
Pertanyaan pun timbul di lingkungan publik. “Terus kalau perusahaan nomor satu kenapa? Masalah?”
Akibatnya para pelaku pemasaran pun cenderung mencari jalan untuk lebih mendekatkan diri pada konsumen daripada sekadar membesarkan merek.
Ya, media digital digunakan dengan sangat gencar untuk meraih awareness publik. Kemudahan berkomunikasi, penyampaian pesan yang dua arah, sistem penyampaiannya yang real time, semua itu menjadikan media sosial sebagai senjata wajib para marketers di 2013.
“Pikiran konsumen sekarang, membeli produk bukan karena produk tersebut nomor satu. Tapi karena value si merek sama dengan value konsumen. Dunia advertising dan marketing strategy itu sekarang lebih ke engagement. Dapetin hati konsumen. Misalnya Prudential dengan pesannya, ‘Always listening always understanding’. Dia gak pernah bilang dia adalah the best insurance company di Indonesia, tapi concern-nya lebih kepada pendekatannya,” terang Radityo Susilo Dwiatmojo, External Chairman komunitas marketing, OWL Club.
Adrianus Raditya Mahendra, Internal Chairman OWL juga meyakini bahwa perkembangan digital mempengaruhi merek dalam meraih engagement publik.
“Impact yang paling terasa saat masuknya digital marketing adalah di engagement antara brand dengan pembeli. Isu yang paling menarik adalah gamification,” terang pria yang akrab di sapa Hendra tersebut.
Ya, kemunculan gamification menimbulkan rasa ketertarikan tersendiri bagi masyarakat untuk terlibat dengan sebuah merek. Mungkin awalnya publik merasa biasa saja dengan merek tersebut, tapi karena suka dan merasa tertantang dengan game yang ditawarkan, akhirnya lama kelamaan menjadi bagian dari merek tertentu.
Sementara itu, menurut Pane, Advisor OWL Club, tidak masalah jika banyak orang yang memanfaatkan perkembangan teknologi khususnya dunia digital. Pasalnya, segala bentuk kemudahaan memang wajib dimanfaatkan.
“Gak masalah jika suatu merek terlalu mendewakan digital marketing. Karena selain keren, digital marketing juga murah. (Meski dianggap hanya untuk meraih awareness) ada beberapa hal yang cukup dengan hanya memanfaatkan digital marketing,” tukas pria yang memiliki nama lengkap Muhammad Rizky Pane.
OWL Club sendiri merupakan komunitas marketing yang berada di bawah naungan kampus Prasetya Mulya. Dengan niatan untuk bercermin kepada Phoenix Club (kumpulan orang jenius) yang ada di Harvard, namun lebih kepada sisi marketingnya.