Sepak bola Indonesia boleh saja tak menorehkan prestasi gemilang di kancah dunia. Tapi, Bola Majalengka berhasil menjadi raja di “rumah bola” dunia.
Jika kita ditanya, di mana kiblat sepak bola dunia? Sudah tentu kita semua sepakat menjawab daratan Eropa. Pasalnya, hingga detik ini hampir seluruh kompetisi persepakbolaan bergengsi di muka bumi ini dimenangkan oleh tim-tim dari negara-negara barat. Tidak mengenal apakah itu skala klub atau tim nasional.
Saking piawainya mereka sehingga bangsa kita lebih melirik pertandingan-pertandingan sepak bola kawasan nun jauh di sana daripada di negeri sendiri. Bangsa Indonesia rela memelototi Christiano Ronaldo dan kawan-kawannya di televisi meskipun disiarkan tengah malam yang dingin. Bahkan, tak dimungkiri, ada yang menjadi “pemuja” atau penonton loyal di kala klub kesayangannya bertanding.
Tetapi, ada satu hal yang nyaris dilupakan oleh bangsa kita mengenai sepak bola. Tahukah Anda, dari mana bola yang digunakan di Piala Dunia atau piala bergengsi lainnya di Eropa berasal? Usut punya usut ternyata bola-bola itu dari Indonesia. Wah, sungguh mengejutkan!
Banyak di antara Anda pasti tak percaya, namun itu faktanya. Bola tersebut pernah digunakan di ajang Piala Dunia 1998 Prancis dan direncanakan akan kembali digunakan di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Tidak hanya itu, Bola Majalengka sudah ditumpahkan di pasar Korea, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Selatan, Timur Tengah, dan sebagian besar Eropa.
Bola itu diberi nama Bola Majalengka karena memang diproduksi oleh pengrajin asal Majalengka, Jawa Barat. Mohammad Irwan Suryanto-lah orang yang berada di balik keberhasilan ini. Ia memulai menjadi pengrajin bola sepak setelah mendapat saran dari kenalannya yang importir asal Korea pada tahun 1980-an.
“Kalau you mau membantu masyarakat Majalengka, silakan you bikin pabrik bola,” cerita Irwan menirukan kalimat koleganya itu. Maklum, sebelumnya Irwan aktif menjadi pelatih tenis lapangan di daerahnya dan sering bertanding ke kota-kota lain. Di situlah ia bertemu orang Korea yang menawarinya bisnis bola itu.
Tanpa pikir panjang, Irwan langsung menyetujui tawaran Korea. Dalam benaknya, tawaran tersebut adalah bisnis yang menggiurkan. Benar, Irwan menjadi eksportir dengan negara tujuan pertama kali adalah Korea. Untungnya tak besar, hanya Rp 100 per bola dari harga pesanan US$ 5 per bola saat itu.
Bukannya berkembang, ternyata dalam dua tahun Irwan justru menghabiskan modal usahanya hingga Rp 200 juta tanpa kembali. Tentu gundah-gulana. Lalu, putuslah hubungan ekspor-impor itu dan Irwan memutuskan menggunakan uang sisa modalnya untuk pergi naik haji. Irwan menyerahkan persoalannya pada Tuhan.
Usai pergi haji, Irwan melihat masih ada sisa bahan yang masih bisa dimanfaatkan. Karyawannya menyarankan untuk dilanjutkan dan dijual di pasar sekitarnya. “Tetapi, Tuhan menunjukkan jalan secara tidak terang-terangan. Apa yang saya anggap sempit, ternyata setelah saya jalani justru menunjukkan perkembangan yang berarti,” tuturnya.
Dari sisa-sisa ekspor itu, jadilah bola sepak yang baik. Irwan secara legowo memasarkan sendiri, berkeliling kota dengan sepeda motornya. Dari situlah penjualannya terus naik secara perlahan, hingga mendapat kesempatan mengikuti pelatihan ekspor-impor dan menang. Karena itu, Irwan dibiayai pemerintah untuk mengikuti pameran di Singapura.
Lagi-lagi pria kelahiran Majalengka, 1 Desember 1950 ini dipertemukan dengan importir dari Korea. Importir itu memesan bola buatan Irwan. Sejak deal pertama di Singapura itu, ia mengaku menjadi lebih percaya diri. Puncaknya terjadi pada tahun 1998.
Ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi, nilai kurs dolar dibanding rupiah naik, itu justru mendatangkan berkah bagi Irwan. Bola yang tadinya diproduksi dengan biaya sekitar US$ 3 (Rp 7.500) per unit ketika itu, saat krisis dijual di dalam negeri dengan harga Rp 16.000-an dan laku keras. Itulah “bencana” yang malah mampu mengembalikan kerugian yang sebelumnya diderita Irwan.
Produk Maklon
Berdasarkan anjuran Federation International Football Association (FIFA), pemakaian bola sepak di dunia mencapai 250.000 unit per bulan. Sementara, jumlah yang sudah terealisasikan masih jauh dari anjuran itu. Karena itu, peluang pasar dari bisnis bola masih terbuka lebar.
Namun, untuk diketahui, Irwan tidak menempelkan merek Bola Majalengka pada produk yang diekspornya. Ia hanya menyuplai ke FIFA atau merek-merek terkemuka dunia. Produk tersebut bisa mendapat pengakuan lembaga tertinggi sepak bola di dunia itu karena mampu memenuhi standar yang telah ditetapkan dan sudah mendapat lisensi dari Nike, Reebok, dan sportware-sportware lainnya.
Menurut Direktur Utama PT Sinjaraga Santika Sport ini, kunci keberhasilannya dalam “menendang” bola hingga ke seluruh penjuru dunia ialah kualitas produk, harga kompetitif, dan tepat waktu pengiriman. Ketiga hal tersebut ia pegang teguh dengan sepenuh hati agar tidak mengecewakan pelanggan.
Saat ini total bola yang diekspor Irwan mencapai 75.000-100.000 unit per bulan. “Kalau Meksiko jadi memesan dan Brazil memperpanjang lagi, maka kami akan meningkatkan produksi hingga 200.000 per bulan,” tuturnya seraya menyebut kontraknya biasanya dilakukan selama satu tahun dan diperpanjang setiap tahun berikutnya.
Pasar Lokal Seret
Irwan yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Olahraga Nasional Indonesia (Asioni) 2007-2011 ini mengungkapkan bahwa pihaknya tidak habis pikir produk yang sama dengan yang diekspor ke seluruh dunia tetapi penjualan tidak menggembirakan di negeri sendiri. Sifat gengsi konsumen Indonesia merupakan satu penyebabnya.
Untuk itu, ia berencana suatu saat akan meluncurkan satu merek yang ditargetkan untuk menggarap pasar di Tanah Air menyusul merek Bola Majalengka dan Triple S yang lebih dulu diluncurkannya. Alasannya melirik pasar dalam negeri karena besarnya jumlah penduduk yang sudah semestinya diikuti dengan permintaan yang banyak.
Tidak hanya itu, mahalnya biaya ekspor membuat Irwan harus berpikir ulang untuk menggarap pasar mancanegara. “Kalau bisa menggarap pasar dalam negeri saya kira akan lebih bagus. Tapi, kendalanya pasar tidak percaya dengan produk dalam negeri. Padahal, produk kami dipakai di berbagai kegiatan sepak bola di Eropa dan sebagainya,” urainya.
Meski demikian, Irwan bersyukur sebab saat ini orderannya selalu datang dengan sendirinya. Ia tidak perlu berpromosi besar-besaran. Promo yang dilakoninya hanyalah pameran, baik dalam negeri maupun luar negeri. “Juga, mulai dari Presiden Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono pun pernah turut mempromosikan pasar Indonesia agar tak takut menggunakan produk dalam negeri,” lanjutnya.
Kini Irwan telah benar-benar membantu pemerintah dalam memberantas pengangguran sebagai tujuan awalnya berbisnis bola sepak di Majalengka. Pabriknya yang dulu terletak di bekas lapangan tenis sekarang sudah diperluas hingga 2.500 meter persegi, 3 lantai. Bahkan, ia tidak hanya mengelola pabrik itu saja. Kerajinan kelolaannya sudah tersebar pula di Cirebon, Sukabumi, Sumedang, dan Kuningan, dan 90% hasil produksinya diekspor.