Warnet “Disulap” Jadi Sekolah Tinggi

Hendri berhasil mengembangkan bisnis warnetnya menjadi lembaga pendidikan komputer yang menguasai pasar di Palembang. Bagaimana liku-likunya?

Mengawali bisnis tidak selalu mesti mengandalkan modal uang besar. Hobi yang sangat dikuasai pun bisa dimanfaatkan. Paling tidak ini dialami oleh Hendri, pengusaha yang berhasil mengembangkan bisnis pendidikan komputer di Palembang.

Dulunya dia memulai bisnis hanya dengan uang pas-pasan, ruko pun dipinjamkan oleh orangtua. Namun, bermodalkan idealisme, dia bersama tim yakin bisa membagikan knowledge yang mereka miliki kepada masyarakat. “Saya percaya bahwa segala usaha mesti dimulai dari modal. Tapi bagi saya modal itu tidak harus uang. Bisa sumber daya, lalu teknologi, dan knowledge,” ujar Hendri, CEO PalComTech.

Keyakinan mereka terbukti. PalComTech sekarang mampu menjaring ribuan siswa dan menelurkan output yang terserap di dunia usaha. Padahal, awalnya cuma berupa warnet (warung internet) yang berkembang menjadi kursus komputer, dan kemudian merambah ke sekolah tinggi dan politeknik komputer.

Dijamin Langsung Bisa

Hendri masih ingat ketika ia membuka bisnis  warnet bersama  teman-temannya pada tahun 1999. Waktu itu, walaupun gratis, tidak ada satu pelanggan pun yang datang selama 10 hari. Apa yang salah? Usut punya usut, ternyata banyak (calon) pelanggan yang tidak atau kurang bisa main internet.

Untuk mengatasi itu, akhirnya mereka membuat pelatihan dasar internet 4 jam nonstop dengan jaminan langsung bisa. Yang pertama kali ikut adalah anak-anak sekolah. “Mereka senang. Awalnya kami kasih gratis. Lalu kami jual, pertama 15 ribu rupiah,” katanya. Dengan proses edukasi, tidak sampai setahun warnetnya semakin banyak dikunjungi pelanggan.

Setelah berjalan dua tahun dan lancar, Hendri terinspirasi untuk membuka lembaga kursus. Pasalnya, waktu itu dia menemukan beberapa konsumen tidak puas pada lembaga pendidikan komputer yang sistem belajarnya rumit. “Belajar komputer kok baru dimulai di semester empat, bukan di awal. Padahal, berdasarkan pengalaman kami, belajar komputer itu enggak lama. Akhirnya, kami berpikir bahwa knowledge kami mungkin bisa di-sharing,” papar Hendri.

Dijelaskannya, belajar komputer itu tidak sulit. Kalau kita praktik langsung, dijamin langsung bisa. Berdasarkan pengalaman di warnet, tahun 2003 dibukalah kursus komputer untuk menerapkan konsep e-learning yang mereka buat, untuk diversifikasi usaha warnet. “Nah, jadilah PalComTech dengan sistem belajar 100% praktek, 100% internet.”

Konsepnya, dari Senin sampai Jumat para siswa leluasa untuk belajar terus di depan komputer, dilengkapi dengan e-learning, tanpa buku karena semuanya lewat internet (multimedia). Siswa diberi kebebasan praktik dan buka internet setiap hari. Dengan begitu, selain menyenangkan, daya tangkap dan kemahiran siswa  berkembang lebih cepat.

“Itu yang kami mulai pada 2003. Dan dari sanalah semuanya berlanjut. Tahun 2006 kursus kami tambah dengan Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer (STMIK) dan Politeknik. Hingga pada 2007 kemarin, kami dinyatakan sebagai lembaga terbaik nasional bidang komputer oleh Dirjen Dikti,“ tutur Hendri dengan nada bangga.

PalComTech kini memiliki tiga jenis produk pendidikan komputer: kursus, sekolah tinggi, dan politeknik. STMIK dan politeknik memiliki program manajemen informatika, teknik informatika, dan akuntansi komputerisasi. Sedangkan kursusnya terdiri dari beragam pilihan. Di antaranya program profesi 1 tahun (komputer & internet profesional dan bisnis informatika) bagi mereka yang ingin langsung kerja; short course (kursus singkat 1-3 bulan); dan juga program-program yang yang merangsang orang untuk belajar komputer lebih lanjut seperti program ekspres, pelatihan internet dasar, pengenalan Linux, dan teknisi komputer.

Mengatasi Hambatan

Akan tetapi, seperti halnya ketika merintis bisnis warnet, sukses yang diraih bukannya tanpa kendala. Bayangkan, angkatan pertama kursus mereka cuma berjumlah 60 orang. Hambatan utamanya lantaran masyarakat belum bisa menerima kehadiran PalComTech dengan konsep dan sistem baru yang belum teruji. Pendidikan memang sudah menjadi industri yang tough karena ekspektasi masyarakat begitu tinggi. Belum lagi di masa itu (2003) internet sering dipojokkan karena masalah pornografi dan terosrisme.

Kompetisinya pun tidak bisa dibilang enteng. di Palembang ada lima sekolah tinggi komputer, sementara kursus komputer jumlahnya sudah tak terhitung. “Inilah yang menjadi hambatan-hambatan PalComTech di tahun-lahun awal,” ucap penghobi komputer yang belajar secara otodidak ini.

Saat itu, lanjut Hendri, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Ada keyakinan bahwa brand bisa tumbuh sendiri seiring perjalanan waktu yang panjang. Namun, manajemen memutuskan mereka harus membangun brand dengan cara yang berbeda. Karena percaya bahwa sistemnya unik dan bisa sangat menjual,  mereka mencari cara supaya konsumen mau mencoba terlebih dulu.

Langkah yang ditempuh ialah dengan mengadakan semacam brand activation agar khalayak aware terhadap PalComTech, yaitu lewat kegiatan yang mendukung kreativitas anak muda seperti lomba musik, olahraga, dan komputer. Misalnya event Student Party, lomba audisi band se-Sumsel; dan Extreme Challenge, lomba berjalan di atas tali dengan ketinggian lima lantai. Jalur above the line pun digunakan dengan beriklan di koran dan TV lokal.

“Sejak itu brand kami mulai lengket. Sistem  kami berjalan baik dan terbukti bisa membantu proses belajar, ouput-nya pun diserap dengan baik oleh lapangan kerja. Akhirnya, bisnis kami menggelinding sendiri,” katanya. Tahun 2004 siswanya naik menjadi 200 orang, lalu 500 orang (2005), dan 1.000 orang (2006), dan 1.500 orang (2007).

PalComTech yang membidik konsumen usia 16-30 tahun diposisikan sebagai lifestyle campus. Proses pembelajaran dan suasananya membuat siswa datang bukan untuk belajar, tapi datang untuk bermain. Hendri menuturkan, “Kampus pusat kami punya 600 komputer, sedang kampus baru ada 1.000 komputer. Jadi, mereka bisa memakainya kapan saja. Di luar jam belajar, mereka bisa main internet atau main game. “

Meskipun harga yang ditetapkan PalComTech paling premium di sana, toh lembaga ini tetap laku. Penyebabnya, data terakhir perusahaan menunjukkan sebanyak 71% output mereka bisa diserap dengan baik oleh dunia usaha. Baru-baru ini, lembaga pendidikan yang mempunyai fasilitas modern dan dibimbing oleh para instruktur berpengalaman ini sudah terakreditasi (hanya dalam tempo 1,5 tahun).

Pertumbuhannya pun amat bagus. Tahun ini mereka mampu menggaet 2.000 siswa. Untuk ukuran Palembang, angka itu cukup fantastis. “So far, so very very good. Saya pribadi cukup bangga dengan pencapaian kami. Di tahun kelima ini nama PalComTech sudah dikenal di Palembang dan Sumsel,” kata Hendri.

Ketika ditanya tentang resep suksesnya, ia menjawab, ”Kami bekerja sepenuh hati. Resep sukses kami mungkin adalah menjadi lebih unik, kreatif, dan berani inovasi.” Contohnya, tahun ini PalComTech mengadakan lomba yang cukup unik di Palembang, yaitu Touch The Laptop. Siapa yang paling lama memegang laptop, dialah yang menang dan membawa pulang laptop merek Axio. Pesertanya 100 orang lebih. Hebohnya, lomba itu berlangsung sampai tiga hari karena ternyata masih banyak yang bertahan.

Kini ruko yang semula berstatus dipinjamkan akhirnya bisa dibeli. Bahkan, mereka sudah membuka satu gerai lagi di Jambi. Hendri mengaku bahwa ide untuk mengembangkan PalComTech lebih luas sudah ada dalam benaknya. Ada tiga skenario pengembangan: buka sendiri, menggandeng investor, dan diwawalabakan. Rencananya, tahun depan program ini akan dijalankan.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami bisa Go Sumsel, Go Sumatera, dan selanjutnya bisa Go National. Itu visi dan cita-cita kami,” katanya berharap.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.