Beriklan bukan melulu untuk mengomunikasikan produk kepada konsumen. Apalagi hanya untuk menggapai tingkat penjualan tertentu. Iklan menjadi salah satu bagian dalam upaya membangun merek. Dan proses membangun merek ini kudu diawali dari internal perusahaan sendiri dan baru keluar kepada para calon pelanggan. Demikian pernyataan dari Yasha Chatab, Managing Director Brand Union, perusahaan konsultan merek berskala internasional. Berikut nukilan wawancara Yasha Chatab dengan wartawan Majalah MARKETING Sigit Kurniawan dan fotografer Lilyanti:
Bagaimana membangun merek dalam iklan?
Membangun merek lebih pada fungsi membangun kesadaran akan merek tersebut. Paling tidak timbul kesadaran. Soal pengaruh penjualan juga belum tentu. Ini tergantung pada produk yang ditawarkan. Iklan korporasi, misalnya, tujuannya untuk membangun kepercayaan sekaligus mengenalkan sisi lain perusahaan. Termasuk, menampilkan nilai-nilai dari korporat tersebut. Itu dasarnya. Untuk sasaran lebih luas, komunikasi above the line cocok.
Seberapa besar sumbangan iklan untuk pembangunan merek?
Intinya, tidak melulu faktor iklan saja dalam membangun merek. Semua faktor dari  produk tersebut harus berperan dan seimbang. Apalagi, setiap merek mempunyai kasus yang berbeda. Harus ada studinya lebih dulu. Termasuk ada pendekatan integral, baik komunikasi above the line, below the line, aktivitas PR, sales, dan sebagainya. Jangan sampai, misalnya, sudah pasang iklan, tapi barang tidak ada.
Seperti apa iklan yang efektif untuk membangun merek?
Tergantung dari tujuan. Untuk membangun mereknya sendiri harus sesuai dengan nilai-nilai yang diusung. Aktivitas kampanye iklannya harus konsisten juga. Harus hati-hati juga. Apalagi sedang dalam tahap pembangunan merek.
Selain itu, kadang para pemilik merek ingin menjejali satu iklan dengan banyak pesan. Ini yang tak jarang saya lihat di komunikasi ATL. Banyak iklan yang sangat generik. Apalagi dengan endorser-endorser yang itu-itu lagi. Banyak yang salah menggunakan endorser di mana sosok endorser justru lebih mengundang perhatian dari produk maupun merek yang diiklankan. Akibatnya, pesan yang disampaikan dalam iklan justru kabur. Selain itu, jangan terlalu hard selling, karena itu bukan cara yang elegan. Jangan sampai sudah menggelontorkan bujet besar, tapi tidak disertai kualitas. Kalau begini, pembangunan merek juga tidak akan tercapai.
Langkah membangun sebuah merek seperti apa?
Pembangunan merek harus dilakukan secara internal lebih dulu. Dalam pengembangan sumber daya manusia, pengembangan produk, dan yang lainnya harus seiring sejalan. Kalau tidak, secara internal, mereka tak akan mampu menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan misi awal dari merek atau produk tersebut. Memang lumrah dimaklumi jika orientasinya penjualan, mengingat ini bagian dari bisnis. Tapi, awal dari internal harus matang.
Selain itu, strategi merek juga harus ada, baik untuk korporat maupun consumer, lalu membangun kesadaran merek, merek harus relevan dengan pasar, dan juga harus mengusung faktor pembeda, alias unik. Sementara itu, ada sebagian orang yang loyal pada merek tersebut yang bisa diajak untuk mengedukasi konsumen lainnya. Kemudian, diharapkan orang akan mampu berinteraksi dengan merek tersebut—bukan dengan produsennya lagi. Nikon, misalnya. Orang tidak melulu melihat Nikon sebagai alat memotret. Tapi, lebih pada relasi emosional dengan merek tersebut.
Ada alat ukur?
Alat ukur paling simpel adalah survei tentang kesadaran merek.
Kapan pengiklan bermain di hard sell atau soft sell?
Tergantung merek masing-masing. Merek-merek mahal, misalnya, mereka akan lebih bermain bukan dengan cara hard sell dan terkesan jual mahal. Tapi, ini juga melihat kondisi dan situasinya juga agar bisa tepat beriklan.
Bagaimana dengan pilihan media beriklan?
Sebaiknya disesuaikan dengan produk dan jangkauannya. Di sini, ada dua pilihan jangkauan, yakni TVC nasional atau TVC lokal. Pilih mana yang lebih tepat guna untuk menyasar segmen yang dimaksud.
Ada contoh iklan yang menurut Anda baik dan mendukung pembangunan mereknya?
Saya senang melihat iklan Lux dengan bintang iklan Luna Maya dan Ariel. Iklan ini kelihatan ceria. Mengusung sesuatu yang tak terlalu artifisial. Pesona bintangnya juga nampak. Beda dengan iklan-iklan pemutih wajah lain yang kelihatan tidak natural dan akibatnya mengurangi pesona kecantikan.
Sebenarnya membangun sebuah merek itu mahal atau tidak?
Memang pembangunan merek dengan iklan membutuhkan bujet yang tidak kecil. Tergantung dengan posisi produk juga dan pasar yang mau disasar. Tak heran ada istilah adu bujet. Tapi, pembangunan ini tidak hanya melalui iklan saja. Masih ditentukan oleh faktor lainnya. Kalau mempunyai bujet terbatas, bisa memikirkan untuk mengambil pasar yang lain. Mereka juga harus membangun kepercayaan di mata konsumen. Produk perawatan tubuh seperti sampo, misalnya, bisa mengambil jalan dengan menggandeng salon-salon. Mereka bisa membangun kepercayaan dengan konsumen di tempat-tempat tersebut. Jalur testimoni orang juga bisa dibidik mengingat orang sekarang lebih percaya pada omongan orang lain ketimbang percaya pada iklan.
Bagaimana peranan teknologi dalam pembangunan merek, khususnya dalam iklan?
Teknologi itu penting, tapi bukan segalanya. Teknologi yang dipakai harus relevan dan juga kontekstual dengan produk dan mereknya. Media ini seharusnya digunakan sebaik-baiknya.
Sigit Kurniawan